[42] Everything Has Changed

270 39 0
                                    

Gue selalu mengembangkan senyuman. Sejak gue jadian, gue rasanya pengin senyum terus. Tapi kalau senyum-senyum terus nanti dikira orang gila.

“Udah?” Sisil mengangguk.

Saat ini gue sedang berada di depan sekolah Sisil buat jemput dia. Eits, jangan kira gue jadi supirnya ya. Salah. Gue jemput dia sebagai pacar. Eaks.

Mumpung masih di rumah, gue sempetin buat antar jemput dia. Bentar lagi gue kan bakal berangkat kerja dalam waktu lama.

“Lo laper gak? Kalo iya kita mampir makan dulu.”

“Ayo makan.”

Gue membelokan Amad di warung bakso langganan gue. Meski letaknya di pinggir jalan, ya gak di pinggir jalan amat sih, tapi jangan ragukan soal rasa. Khawatir gak higenis? Atau takut makanannya di kasih sianida? Gak usah khawatir. Disini tempatnya bersih gak kayak warung-warung dipinggir jalan pada umunya.

“Lo mau bakso atau mi ayam?” Tanya gue.

“Mi ayam aja.” Gue mengangguk lalu menyuruhnya duduk lebih dulu.
Biasanya warung ini ramai sama pelanggan. Tapi tumben ini kok sepi?

“Tumben sepi, Pak?”

“Oh, baru aja sepi. Tadi sebelum Nak Shaka kesini ramene pol. Ini beruntung Nak Shaka belum kehabisan.” Gue mengangguk pelan untuk menanggapinya.

Sambil menunggu pesanan dateng, gue dan Sisil sempat ngobrol. Dia cerita perkembangan hubungan dengan bokapnya. Gue tersenyum mendengar hal itu.

“Sil?” Sisil mendongak.

“Gue keterima kerja.”

Raut wajah Sisil langsung berubah sumringah. “Iya? Selamat ya.” Dia menyalami gue yang gue sambut dengan uluran tangan gue.

“Lo gak sedih?” Tanya gue.

“Sedih kenapa? Bagus dong lo dapet kerjaan,” dia masih belum paham sama ucapan gue.

“Itu artinya kita bakal jauh.” Sinar di wajah Sisil perlahan meredup. Mungkin dia baru kepikiran sama ini. Gue juga baru kepikiran semalem.

“Lo kuat LDR?” Tanya gue. Dia belum bergeming.

Gue takut dia gak kuat hubungan jarak jauh. Karena gue tau pengalamannya dalam berpacaran dulu buruk banget. Walaupun gue gak baik dalam berpacaran, seenggaknya gue gak punya banyak mantan kayak dia. Dia dulu kan sering gonta-ganti pacar.

Dia menunduk lesu sambil mengaduk mangkuk mi ayamnya. Gue rasa ini berat bagi dia. Kalau gue sih gak masalah LDR asal komunikasi tetep terjaga. Lagian gue udah terlanjur sayang sama nih cewek satu, so kemungkinan gue buat berpaling juga minim.

“Kalo lo gak bisa LDR....”

“Kita coba.” Ucapnya.

“Lo yakin? Gue takut lo....” Perkataan gue lagi-lagi dipotong olehnya.

“Doain biar gue, eh bukan, kita sanggup jalanin hubungan jarak jauh ini.” Ungkapnya sambil mengelus punggung tangan gue. Gue tersenyum kecil sambil membalas elusan tangannya.

Tangan gue naik untuk mengelus belakang kepalanya. Gue lagi-lagi menyunggingkan senyum kala melihat dia memakan mi ayamnya. Gue malah sampai lupa sama bakso gue sendiri. Gue lalu meraih sendok dan mulai menikmatinya.

“Sil?”

“Sisil?”

“Hm.” Singkat amat jawabannya kayak Nisa Sabyan.

Gue perhatikan dia dari tadi main HP mulu. Kurang ganteng apa gue coba sampai-sampai perhatiannya teralih semua ke benda canggih itu.

“Coba lo cicipin bakso gue,” gue menyodorkan sendok yang berisi satu buah bakso. Kalau dua takut gak muat dimulutnya.

Loving TechniqueWhere stories live. Discover now