[12] Jengkol and Petai

393 48 0
                                    

“Mau nyari kemana?” Sisil bertanya disela-sela perjalanan menemukan mangga muda. Gue dan dia sudah menyusuri banyak warung dan hasilnya nihil.

“Susah juga nyari mangga muda.” Gue menghela napas.

“Sekarang kan bukan musimnya,” iya juga sih. Tapi....

“Kenapa gak ke toko buah aja?” Sarannya.

“Gak mau. Biasanya harganya lebih mahal daripada diwarung.”

“Gak selalu. Tergantung toko sama warungnya.” Gue melirik dia dari kaca spion. Ternyata dia juga ngelihatin gue. Setelah kepergok dia langsung mengalihkan pandangannya. Baru sekarang gue denger Sisil ngomong dengan nada santai. Biasanya diem terus seolah-olah mulutnya dilem.

“Shak, itu ada mangga,” Sisil menepuk pundak gue sambil menunjuk kearah pohon mangga yang sedang berbuah. Sontak gue langsung melihat kearah yang ditunjuknya. Benar, ada pohon mangga yang sedang berbuah. Gue perhatikan juga mangganya masih muda.

Gue dan Sisil berhenti didepan sebuah rumah, yang entah rumahnya siapa, yang tadi ditumbuhi pohon mangga yang sedang berbuah.

“Assalamu’alaikum. Permisi,” ucap gue.

“Wa’alaikumussalam.” Seorang ibu-ibu muncul dari dalam rumah tersebut.

“Bu, saya lagi cari mangga muda. Boleh gak kalo mangganya ibu saya beli?” Gue gak mau nyolong jadi gue minta izin sama yang punya. Daripada kena karma.

“Butuh banyak atau sedikit?”

“Paling sekitar lima buah,” jawab gue.

“Ya udah, tapi petik sendiri ya.” Gue langsung mengangguk. Gue lihat pohon mangganya berbuah agak lebat. Sampai bisa diraih tanpa pake galah atau dipanjat. Padahal sekarang bukan musimnya.

“Boleh?”

“Boleh dong. Kalo sama gue pasti dapet,” gue menepuk pelan dada gue sedari membanggakan diri.

Gue lalu meminta plastik dari pemilik rumah. Gue berbalik dan menemukan Sisil yang sedang melompat-lompat menggapai mangga yang paling rendah.

“Yelah, tau pendek ngapa lompat-lompatan gitu sih?” Gue hanya dengan menjinjit berhasil memetik mangga yang tadi hendak diambil Sisil.

“Makanya tumbuh itu keatas bukan kesamping,” ucap gue meniru iklan susu peninggi badan.

“Gue gak gendut,”

“Lah, yang bilang lo gendut siapa?” Gue menyerahkan beberapa mangga kepadanya untuk dimasukan kedalam kantong plastik.

Setelah gue rasa cukup, gue memanggil ibu-ibu pemilik mangga ini. “Jadi, semuanya berapa, Bu?” Gue merogoh saku celana untuk mengambil duit.

“Udah gak usah. Ambil aja.”

“Beneran, Bu?” Ibu-ibu tadi mengangguk sambil tersenyum.

“Wah, makasih ya, Bu.” Gue lalu berpamitan kepada pemilik pohon mangga dan kembali kerumah. Akhirnya, bisa rujakan juga.

🔧🔧🔧

Gue meraih ponsel gue dan membuka aplikasi chat. Jari-jari gue mulai mengetikan sesuatu dibagian percakapan untuk Gentong.

ShakaGanteng : Tong

GueGakGendut : Apaan?

ShakaGanteng : Gue mau ngomong

GueGakGendut : Tiap hari lo ngomong kan?

ShakaGanteng : Kali ini serius

GueGakGendut : Ya udah, ada apa?

Loving TechniqueWhere stories live. Discover now