26. Pernikahan Yang Penuh Duka

7.9K 321 8
                                    

"Tidak ada pelabuhan cinta terbaik selain menikah dan tiada pernikahan terbaik selain yang mampu membangunnya menjadi rumahtangga yang sakinah, mawadah, wa rahmah. "

Hari ini adalah hari tepat dimana aku dan Ilyas kini sah menjadi sepasang suami istri. Aku kembali teringat akan kejadian tadi siang. Dimana saat kata sah telah diucapkan, aku melihat Sonia dengan tangisnya yang membuncah. Dan aku juga melihat bagaimana mata Ilyas memerah akibat menahan tangisnya.

Aku rasa Ilyas ikut merasakan sedih seperti yang dirasakan Sonia saat ini. Tatapan dan konsentrasinya tak terbagi untuk siapa pun melainkan hanya untuk Sonia saja. Hingga tanganku yang ku peruntukkan untuknya tak disambutnya sama sekali.

Aku kembali menarik tanganku yang tak mendapatkan sambutan itu. Memendamnya dalam-dalam kembali dalam rajutan tangan kiriku. Aku cukup sadar akan betapa sakit dan sedihnya perasaan mereka berdua. Cinta suci mereka yang mereka bangun dengan penuh suka kini harus menerima sebuah duka dengan hadirnya orang ketiga. Ya, kini aku mulai bisa berdamai dengan sebutan orang ketiga maupun istri kedua karena itu adalah kenyataannya dan aku juga tidak bisa menolaknya.

Dan aku juga kembali mengingat saat Sonia berlari menuju kamarnya akibat sudah tidak bisa membendung kesedihannya lagi. Itu semua terjadi saat aku dan Ilyas telah dinyatakan sah sebagai sepasang suami istri. Hal itu membuat Ilyas kembali ke dunia Sonia. Ia tidak menatap melainkan ke arah Sonia. Melihat sang istri berlari seakan semua kesadarannya juga dibawa lari bersama Sonia. Aku melihat dari mata Ilyas dimana ia sangat ingin menemui istri tercintanya itu. Seakan dari matanya aku bisa melihat akan keinginannya untuk menguatkan hati bidadari surganya itu. Ingin mengambil kepalanya dan membenamkannya ke dalam dada bidangnya. Benar, itu adalah kebiasaan mereka yang ku tahu. Mereka seakan mempunyai cara tersendiri untuk saling menguatkan. Lalu apakah aku sedih? Iri? Atau cemburu? Tentunya aku akan menjawab tidak. Karena bahkan sebelum akad dimulai aku telah berhasil meyakinkan hatiku sendiri untuk jangan pernah berharap apapun dari hubungan ini karena cinta Sonia hanyalah untuk Ilyas dan cinta Ilyas hanyalah milik Sonia. Walau nantinya ia bisa berlaku adil pada kami berdua, namun siapa yang bisa mengatur kata cinta di dalam hatinya? Jawabannya adalah hanya Allah karena Allah lah yang mempunyai kuasa akan semua itu. Dan aku sudah ridha dan ikhlas akan segala ketetapan-Nya.

Lalu apa menurutku semua ini mudah? Maka jawabannya adalah tidak. Dulu dengan mudahnya aku berkata pada diriku sendiri untuk bersabar dan ikhlas, tapi aku sama sekali tidak sadar kalau aku sedang membicarakan tentang sesuatu yang memeras perasaan dan menguras air mata. Yang menekan jiwa dan menggemgam bara. Yang meminta tanpa meninggalkan sisa. Yang tanpa aku sadari aku sedang membicarakan sesuatu yang bernama cinta. Yang mampu menjadikan manusia bisa menjadi hamba yang kuat dan yang bisa menjadikan hambanya terlaknat. Yang bisa menjadikan si lemah menjadi si kuat. Yang bisa menjadikannya si baik menjadi si munafik. Dan yang bisa menjadikannya si adil menjadi si batil.

Sudahlah, biarkan perasaanku hanya menjadi urusanku dengan-Nya. Yang lebih aku fokuskan saat ini adalah perasaan Sonia yang kini masih berada di dalam kamar. Terbesit di benakku untuk mengetuk pintunya membiarkan tubuh hinaku ini masuk untuk menghiburnya. Namun aku terlalu takut, aku takut jika Sonia melihatku ia akan kembali teringat bahwa kini aku adalah istri suaminya. Aku takut jika ia malah bertambah sedih saat nanti melihatku. Sehingga kini aku yang telah berdiri di depan pintu kamarnya harus mengurungkan niat agar tidak membuat suasana di rumah ini semakin kacau.

Orang bilang hari ini aku mendapatkan sesuatu. Tapi bagiku aku telah kehilangan sesuatu. Aku kini telah kehilangan temanku, saudaraku, bahkan sahabatku. Sonia yang masih berada di dalam kamar dan Ilyas yang masih belum pulang dari masjid membuatku merasa sendiri karena dibenci. Dibenci karena telah merusak kedamaian di rumah ini. Rumah yang dulunya bisa aku rasakan sepucuk kenikmatan surga kini karenaku rumah ini telah memaksa penghuninya untuk selalu berurai airmata.

Sahabatku Istri SuamikuWhere stories live. Discover now