"Tentu, saya juga akan melupakan uang lima puluh ribu itu," goda Bryant sambil mendudukkan dirinya di atas sofa kamar hotelnya.

"Bagaimana bisa tahu?" tanya Wanda.

"Saya akan mengatakannya jika kita bertemu lagi, dan jika saya tertolong lagi." Bryant menaikkan kedua alisnya sebelum terkekeh.

Wanda berdeham berusaha mengurangi kegugupannya, "Saya juga tidak penasaran."

"Baguslah jika Anda tidak penasaran. Kalau begitu Tony akan mengantar Anda pulang." Bryant memberi arahan kepada Tony agar mendampingi Wanda keluar dari kamarnya.

"Tidak perlu, saya bisa pulang sendiri," tolak Wanda secepat kilat. Ia segera meraih tas tangannya dari Tony kemudian berjalan sendiri ke arah pintu.

"Lebih baik lagi." Bryant mengangkat kedua tangannya, seperti membiarkan Wanda untuk mengikuti keputusannya sendiri.

Wanda berjalan keluar dari kamar Bryant lalu turun menggunakan lift diikuti Tony, "Saya kira saya sudah meminta Anda untuk tidak perlu mengantar saya sampai rumah. Bukannya sebaiknya kita punya privasi masing-masing agar tidak ada pihak yang untung maupun rugi secara sepihak?"

"Tentu, saya hanya akan mengantar Anda sampai lobi."

Wanda menganggukkan kepalanya pasrah lalu segera berjalan keluar dari lift ketika pintu terbuka. Dilangkahkan kakinya dengan lebar menuju salah satu taksi yang berhenti di depan pintu lobi.

Tidak lama setelah taksi yang ditumpangi Wanda menghilang dari pandangan, Tony mendapati seorang pria dengan pakaian tertutup dan kamera yang tergantung di leher masuk ke dalam van hitam yang langsung melesat cepat mengejar taksi yang ditumpangi Wanda.
Itu tidak boleh terjadi!

Ponsel Bryant berdering, membuat Bryant menggerakkan tangan meraih ponsel yang terletak di atas nakas. Tony. Ada apa hingga Tony meneleponnya? Bukannya langsung datang menemuinya di kamar? Bryant menerima telepon hanya dengan gumaman sebagai jawaban.

"Nona Wanda diikuti oleh seseorang yang saya duga sebagai wartawan." Kalimat singkat itu seketika membuat sebelah alis Bryant terangkat tinggi. Diikuti wartawan? Bagaimana bisa?

"Bagaimana bisa? Bukannya kau yang mengantarnya pulang?" tanya Bryant agak takjub, ini pertama kalinya Tony lalai dalam menjalankan tugas.

"Saya tidak mengantar Nona Wanda pulang," jawab Tony agak keras karena suara kendaraan lain yang begitu kentara. Ia bahkan kesulitan mendengar suaranya sendiri, apalagi Bryant.

"Jangan bilang kau sedang mengejar mereka?" Bryant memilih untuk keluar dari kamar menuju balkon. Kamar mendadak terasa pengap, ia butuh udara segar untuk mengatasi masalah yang lagi-lagi terjadi.

"Tentu, saya sedang mengejar taksi yang dinaiki Nona Wanda serta van hitam yang mengikutinya," jelas Tony. "Maaf, saya harus memutuskan sambungan telepon ini terlebih dulu."

Saat itu juga sambungan telepon Tony dan Bryant terputus. Bryant menyerahkan semua hal kepada Tony. Bukan karena ia pria yang terlalu santai dan tidak bertanggung jawab, namun Tony lebih bertanggung jawab dari dirinya. Jadi, biarkan Tony melakukan tugasnya.

Ia harus memikirkan tindakan lanjut untuk pernikahannya dan Wanda. Ia tidak boleh dengan sukarela menggali kuburannya lebih dalam lagi. Ia benar-benar harus mendapat jalan keluar terbaik.

***

Tony segera menerima telepon lain setelah memutuskan sambungan teleponnya dengan Bryant. Ia harap itu berasal dari pihak taksi yang ditumpangi oleh Wanda. "Ya," jawabnya sambil memutar setir mengikuti kedua mobil di depannya. Ia tidak berusaha untuk mendahului mereka karena ia masih belum tahu tujuan Wanda.

Weddings' SmugglerWhere stories live. Discover now