Negeri Orang

1.4K 36 0
                                    


SEJAK seminggu kepergiannya meninggalkan Indonesia, ia begitu rindu dengan kampung halamannya, rindu akan masakan Amak, rindu akan suara mengaji Abak, serta rindu akan kedua saudaranya. Hilang sudah cintanya terhadap Yuli, hanya ada rasa sayang sebagai Kaka ipar yang kini tersisa di hatinya.

Awalnya ia mengira Cambridge adalah sebuah university yang terletak dipinggiran London, Inggris. Ternyata itu hanyalah sebuah kota tercantik di dunia baginya. Tempat tinggalnya tak jauh dari pasar sayur dekat dengan toko-toko kecil yang bertaburan di dalam gang-gang, sebuah tempat di belakang gedung tua di pojok pinggir jalan, di mana terdapat toko buku yang sudah berdiri sejak abad ke-16.

Usai jam kuliah, Hasan menyendiri seperti hari-hari biasanya. Jika tidak ke toko buku yang berada dekat tempat tinggalnya, maka ke jembatan Cambridge ia menghabiskan waktu. Jembatan di atas sungai Cam yang didirikan pada abad ke-9, menjadi tempat favoritnya. Melupakan semua kenangan pahit akan cinta yang membuatnya menjadi pemuda yang teramat rapuh.

Ia sangat menikmati kota itu, baginya suatu kebanggan bisa menapakkan kakinya di kota tua yang penuh sejarah. Disaat Negara lain berusaha membangun gedung-gedung baru, dengan menunjukkan kemajuan Negaranya, justru Negara ini malah bangga dengan gedung-gedung tuanya yang berdiri kokoh di sepanjang jalan.

Asik berjalan-jalan ke Kapel St Mary Magdalene tempat pertunjukan seni. Tiba-tiba dari kejauhan seorang wanita mendekat ke arahnya. Seakan menimbang-nimbang bahwa, pria yang ia lihat adalah seseorang yang ia kenal. Lama berdiri berhadapan dengan Hasan, ke duanya saling terpaku sambil mengacungkan telunjuknya.

"Ranai, Hasan." Ucap keduanya serentak.

Merekapun tertawa, seakan bernostalgia pada masa-masa SMA dulu. Ranai adalah teman semasa SMA nya yang juga merupakan sahabat Siti dan Udin. Ranai pernah menjadi salah satu informannya saat SMA, untuk mencari tau semua tentang Siti. Ranai yang berperan sebagai mak comblang, justru malah menaruh hati kepada Hasan. Namun ia sadar diri, ia hanya sebagai informannya, sementara Siti adalah wanita yang dicintai Hasan. Jadi tak pantas baginya untuk mengambil alih hati Hasan terhadap Siti. Kelas dua Ranai pindah sekolah ke Jakarta, sebab Ayahnya dipindahkan tugas di sana. Ranai dan keluarganya terpaksa harus berpindah tempat.

Tak disangka mereka dipertemukan ditempat yang menjadi salah satu tempat favorit Hasan dan juga Ranai. Ranai yang menempuh pendidikan di University Oxford yang merupakan rival dari kampus University Cambridge. Yang mana letak kampus Ranai jauh lebih ramai dan hidup, bisa ditempuh 1 jam perjalanan dari London jika naik kereta. Berbeda dengan kampus Hasan, yang suasananya jauh lebih indah dan tenang dengan nuansa bangunan bersejarah.

Ranai menatap Hasan dengan wajah malu-malu. Gadis berhijab merah jambu itu, terdiam beberapa saat, ketika terbayang akan perasaannya terhadap Hasan dulu. Namun hingga saat ini Hasan belum mengetahui perasaannya.

"Tidak disangka kita akan bertemu di sini? Berapa tahun kita tak bertemu Nai?"

"Sepertinya sudah 11 tahun lamanya, sejak kelas 2 SMA aku memilih pindah ikut Orang tuaku. Oh ya, bagaimana hubunganmu dengan Siti? Aku tidak mengikuti kelanjutan kisah kalian, sebab aku harus pindah."

"Dia menolakku, dengan alasannya ia tak ingin berpacaran Nai. Tak kusangka setelah enam tahun setelah penolakannya, ia kembali menemuiku dan mengatakan bahwa ia menyukaiku. Ia menolakku karena orang tuanya memang tak mengizinkannya menjalin hubungan denganku. Namun kini Siti sudah pergi, lebih cepat dari yang kukira."

"Maksudmu?"

Hasan hanya mengangguk kepala, Ranai terkejut ketika Hasan menceritakan tentang Siti sahabatnya itu. Ia tak mengira jika Siti terlalu cepat pergi meninggalkan dunia. Terbayang akan persahabatannya dulu dengan gadis berhati lembut itu, namun apa daya Allah lebih menyayangi Siti dari pada dirinya. Lama bercerita, menebar rasa rindu lama tak bersua. Hasan mengajak Ranai berkeliling Kapel St Mary Magdalene. Banyak hal yang ingin ia ceritakan, dan banyak hal pula yang ingin dia dengar, tentang Ranai selama menempuh pendidikan di University Oxford.

"Kapan kamu akan kembali ke Indonesia?" Tanya Hasan.

"Sekitar lima bulan lagi, aku akan menyelesaikan Masterku. Sementara kamu?"

"Aku baru sebulan di sini Nai." Ucapnya menghela napas.

Ada sesuatu yang ingin ditanyakan oleh gadis itu, namun hati menyulutkannya untuk tetap diam. Namun keinginan mendorongnya untuk mencari tau. Apakah pria yang pernah menggoyahkan hatinya ini, sudah berstatus sebagai seorang suami, atau masih lajang. Namun rasanya tak layak jika seorang wanita menanyakan itu, apa lagi ia seorang muslimah berhijab, baginya tabu menanyakan hal-hal yang dianggapnya sungguh sangat sensitif.

"Kamu sudah berkeluarga?" Tanya Hasan datar.

Berdegublah jantung Ranai. Baru saja terpikir untuknya menanyakan status Hasan, ternyata lelaki itu lebih dulu menanyakan statusnya. Lama menimbang, akhirnya wanita itu memberikan jawabannya.

"Belum, bagaimana aku terpikir menikah. Sementara aku masih kuliah San. Kamu bagaimana?"

"Belum."

"Mengapa, bukankah umurmu sudah cukup matang?"

Hasan tersenyum, kemudian melempar pandangan ke arah bangunan tua. Sambil menghela napas panjang, tiba-tiba tersenyum tipis.

"Hahahah...nah kamu sendiri!"

"Hahaha...aku sedang menunggu seseorang." Ucapnya pelan.

"Hmmm...hingga kini belum ada seorang wanita yang bisa menggoyahkan hatiku selain Siti dan Yuli." Ucapnya datar.

Ranai terdiam. Seakan hatinya kembali hancur, setelah kenyataan Siti berhasil mengambil tempat pertama di hati Hasan, kini ada nama lain berhasil bertenggek di hatinya. Apakah ada kesempatan cinta untuk gadis itu, setelah penungguannya selama 11 tahun ia masih belum bisa menggeser nama Siti di hati hasan.

"Jadi hingga kini masih adakah nama Siti di hatimu San?"

"Sejak ia menolak cintaku, sejak itu pula pupus sudah cintaku padanya."

Diam-diam gadis itu tersenyum. Namun ada rasa sedih ketika ia terkenang akan sosok wanita yang menjadi teman curhatnya, teman tempat ia berbagi. Siti sudah menjadi satu kesatuan hidupnya, namun itulah takdir semua yang bernyawa pasti akan kembali menghadap pencipta-Nya. Sekilas Hasan melirik gadis yang berdiri di sampingnya. Kemudian menengadah ke langit, sesekali menarik napas panjang. Sementara Ranai tersenyum simpul sambil melemparkan pandangan ke arah sungai. Melirik sekilas ke arah Hasan, untuk memastikan bahwa pria yang berada di sampingnya baik-baik saja.

Pria itu pernah bercerita tentang cinta, cinta yang tak dimengerti oleh panca indera

Cinta yang hakiki, cinta yang sempurna

Serta cinta yang tak menyakitkan

Sebab cinta bukan menyoal hati

Bukan pula menyoal rasa

Tapi cinta baginya menyoal bagaimana

Cinta datang dan pergi

dengan waktu yang telah ditentukan oleh-Nya.



nah lo, kalian maunya Hasan sama Lidar?siti?yuli? atau Ranai nih bingung kan 

Muaro Cinta di Ranah Minang (Sudah terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang