Pernikahan

1.6K 45 5
                                    


MALAM yang dinanti telah tiba, sebelum esok hari akad nikahnya. Lidar dirias, dengan berbusana Bundo Kanduang berwarna merah. Ia diiringi menuju pelaminan, duduk seorang diri dengan hati harap-harap cemas. Tibalah prosesi adat malam bakalompok (di hadiri dari urang kampuang, untuk mencarikan dana) mulai dari bako, Ninik-Mamak, Kelompok dari masyarakat kampuang, anak sumando, Kaka-Kaka, serta keluarga besar Lidar mulai memberikan besar kecilnya uang sesuai kesanggupan dari pihak yang memberikan. Malam itupun dijamu dengan makanan, musik dan pengantin wanita yang duduk manis di atas Singgasananya.

Tibalah hari besar yang membuat jantungnya berdebar. Tak hanya ia yang merasakannya, keluarga dan sanak saudaranya harap-harap cemas sebelum ijab Kabul di mulai. Keluarga laki-laki sudah memasuki rumah anak daro, sementara Lidar duduk manis di dalam kamarnya, sambil menunggu ucapan SAH bergemuruh di dalam ruangan itu. Barulah ia keluar dari kamarnya.

Lelaki yang kini akan menjadi suaminya duduk berhadapan dengan seorang laki-laki separuh baya, yang sebentar lagi akan menjadi Ayah mertuanya. Acara akad nikah di mulai, Hasan beserta keluarga besar juga merasakan hal yang serupa. Lelaki yang akan segera menjadi suami Lidar, menjabat tangan Ayahnya. Dalam tarikan satu napas dengan lantang. Pria itu membacakan Ijab qabul, yang kemudian disambut dengan ucapan SAH dan hamdalah. Terurailah air mata Lidar membasahi pipinya.

Lidar dibawa keluar dari kamarnya, untuk menemui laki-laki yang kini sudah SAH menjadi suaminya, dan pertama kalinya Lidar mengecup tangan Muhammad Surya Al Fatih yang kini menjadi suaminya, tak lain adalah sepupu dari Hasan Pendekar Sakti. Rasa haru, bahagia menyelimuti dua keluarga itu.

Sesuai permintaan dari Lidar dengan mengajukan mahar yang akan disedekahkan untuk anak yatim, serta menghadirkan anak yatim di saat akad nikah. Usai ijab Kabul berlangsung, kedua mempelai melakukan shalat Dhuha untuk pertama kalinya. Diimami oleh Surya, sementara Lidar menjadi makmumnya. Bertujuan agar rumah tangga yang mereka jalani diawali dengan kebaikan agar Allah meridhai setiap langkah dalam mengarungi bahtera rumah tangga.

Hasan menatap haru wajah Surya. Teringat jelas, saat sebulan yang lalu ia tak sengaja mendengar percakapan antara Udin dan Surya di rumah sakit. Belum lagi jawaban yang Udin katakan, mampu merobohkan pertahanannya, namun lama ia berpikir akan ketulusan Surya yang rela mengalah dengannya, membuat Hasan memberikan kebahagian itu kepada Surya. Diam-diam ditemuinya kembali Hasan, untuk meminta tolong memberikan CV Ta'aruf Surya kepada Lidar. Meski berat melabeli hati, namun ikhlas jauh lebih indah apa lagi menyaksikan kebahagian dua orang yang kita sayangi.

"Sudah saatnya kamu bahagia dan memikirkan dirimu sendiri, ini hadiah dariku untukmu." Ucapnya dalam hati.

Usai akad nikah, Surya pulang ke rumah. Akan kembali dihari resepsi besok sore saat proses manjalang, barulah nanti mereka duduk bersanding di pelaminan. Ketika malam harinya bergiliran Lidar pergi ke rumah Surya dan diberilah berbagai macam hadiah dari mande-mande dan keluarga Surya dan Hasan, barulah Lidar pulang.

Malam hari sekitar jam 01.00 WIB setelah pesta, diantarlah Surya oleh para pemuda termasuk Hasan ke rumah Lidar. Setelah memastikan Surya sudah berada di kamar Lidar, menunggulah Hasan dan yang lainnya di Pasar Kurai Taji, biasanya pasar itu memang selalu menjadi tempat tongkrongan, para pemuda yang menghantarkan marampulai ke rumah anak daro. Sudah lima jam lamanya menunggu, saat subuh Surya kembali lagi dijemput untuk di bawa pulang. Barulah siang harinya Surya pergi sendiri ke rumah Lidar. Tiga hari setelah pesta Lidar kembali di dandani dengan menggunakan gaun dan sunting kecil di kepalanya, untuk melakukan prosesi manduo jalang (ke rumah mertua) dengan berbagai makanan salah satunya makanan wajib di adat Minang yaitu juadah.

Surya menatap bahagia wajah Lidar yang kini menjadi istrinya, duduklah mereka berdua di tepi ranjang. Lidar masih tertunduk malu, wajahnya merona merah. Tak kala ia ingin bicara, mulutnya sangat sulit dibuka, seperti terkunci. Demi mencairkan suasana, mulailah Surya membuka pembicaraan.

"Assalamuallaikum ukhti?" Candanya menggoda Lidar.

"Wa'allaikum salam Akhi."

"Terima kasih sudah menerima saya, menjadi suamimu. Alangkah lebih baiknya, kita shalat dulu sebelum tidur."

Lidar mengangguk, diambilnya wudhu. Shalatlah mereka, Surya yang mengimami berderailah air mata Lidar, dibalut kebahagiaan. Tak pernah ia berpikir akan sebahagia ini, tak pernah ia terpikir akan menjalani kehidupan yang tak terbayangkan oleh Lidar sebelumnya. Sebab jodoh itu baginya sangat unik, setelah ikhlas menghantarkan kembali kepada fitrahnya, Allah kembalikan cinta kepadanya.

Maka tak ada yang tak mungkin jika Allah berkehendak, sulit bagi manusia, namun mudah bagi Allah. Sebab apa yang ada di dunia ini atas kuasa-Nya, sehebat apapun engkau pertahankan, sekuat apapun engkau berlari. Jika memang tak jodoh, ya tak jodoh. Seperti ibarat pasir, jika kau genggam pasir teralu kuat, ia akan jatuh berderai. Begitulah cinta jangan dipaksakan sebab jika dipaksakan akan saling menyakiti bukan mengobati.

Hasan menyendiri di sudut ruangan. Matanya menatap lurus ke langit-langit atap kamarnya. Terbayang dirinya akan perjodohannya dulu dengan Lidar, dua bulan lamanya bermeditasi, memperbaiki diri dengan niat mencoba kembali berta'aruf dengan Lidar, ternyata Surya Sepupunya juga memiliki perasaan terhadap Lidar. Ia termenung akan takdir yang terus datang silih berganti. Ketika ia mulai menata hidupnya kembali, justru cobaan semakin hebat. Namun ia berusaha untuk bertahan, ia tak ingin jatuh dalam jurang yang sama. Ia tak ingin cinta mempengaruhi kesehatan, pekerjaan serta hidupnya sebagaimana dulu ia ditinggal Siti, Yuli dan kini Lidar. Apakah ini muaro cintanya, atau akan ada Muaro lain yang sedang menunggunya dengan sabar di sana?



sudah tinggalkan jejak belum, biar semangat nih nulisnya :)

Muaro Cinta di Ranah Minang (Sudah terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang