Kisah Merpati Rapuh

1.5K 45 0
                                    


SUNGGUH miris hati pemuda itu, mencintai tanpa pengharapan. Hanya dalam diam, yang pada akhirnya, berakhir tragis. Ia yang diharapakan kini tak akan pernah bisa dijangkau. Pelaminan telah terpasang di rumahnya, orang-orang ramai memasak, sanak family berdatangan dari jauh-jauh hari, bagi rumahnya yang jauh di tanah rantau. Begitupun merawa (bendera berwarna hitam, kuning, merah sebagai tanda pernikahan kalau di Jakarta disebut janur kuning) yang merupakan kebesaran Alam Minang Kabau.

Siapalah tak miris dan bersedih hatinya, orang yang ia cintai dalam diam selama ini, justru akan menjadi bagian dari keluarganya, bukan sebagai istri tapi sebagai Kaka Ipar.

Mencintai dalam diam yang membuat ia menjadi orang yang sangat menderita. Hatinya hancur lebur, laksana kayu yang hangus menjadi arang, laksana kerang tak bermutiara. Inilah kisah merpati rapuh yang tak bersayap, namun hancur karena cinta. Berlari lantas ke mana? Mengadu lantas kepada siapa? Marah lantas untuk apa? Semua sudah terjadi biarlah terjadi, sebab semua sudah menjadi takdir dan rahasia Illahi.

Proses Ijab Kabul berjalan dengan lancar, kini sah lah Yuli menjadi Kaka iparnya. Ucapan Hamdallah berkumandang di Masjid tempat dilangsungkannya akad nikah. Keluarganya menangis seakan tak rela melepas putranya, begitupun dengan Hasan. Entah apa yang sedang ia tangisi? Menangisi kebahagiaan Udanya yang sudah tak serumah lagi dengannya, menangis karena ia terharu, atau menangisi wanita yang ia cintai, kini sudah berstatus Istri Udanya. Namun yang pasti ia harus ikhlas dan merelakannya.

Lidar yang hadir bersama Kunianganya Udin, melirik sekilas ke arah Hasan, untuk memastikan bahwa pria itu baik-baik saja. Entah kini siapa yang terlihat bodoh. Hasan yang menangisi Yuli, ataukah Lidar yang tetap ingin melanjutkan ta'aruf, sementara orang itu masih berharap Yuli, sedangkan hatinya mengatakan Surya. Namun inilah cinta dalam diam yang sama-sama mereka sematkan di hati. Menderita sendiri, menangis sendiri, menyesalpun sendiri. Namun di masing-masing hati mereka masih percaya akan adanya keajaiban, semua akan indah pada waktunya.

Sementara Lidar bermain-main dengan pikirannya "Inikah wanita yang membuatnya menjadi rapuh? Lantas apa aku bodoh menerima lelaki itu menjadi suamiku kelak, jika hatinya kepada wanita itu? apakah aku bodoh ya Rabb! seandainya Surya menyatakan cintanya padaku, tentulah aku akan lebih menerimanya. Astaghfirullah.... Lidar, ingat kamu sedang ta'aruf dengan orang lain." Ucapnya dalam hati.

Usai akad nikad, duduklah marampulai dan anak daro di atas pelaminan. Wajah mereka tampak bahagia, satu persatu tamu menyalaminya. Sementara Lidar yang tak sengaja matanya menoleh bertemu pandang dengan Surya, ia cepat-cepat membuang muka. Ada rasa getaran dan kecewa di hatinya ketika Surya duduk berdua dengan seorang wanita, sementara ia tau bahwa Surya adalah lelaki yang pandai menjaga pandangannya.

Begitu banyaknya setan membisikan dan mempermainkan hatinya, mulai dari Surya bukan lelaki baik, Surya bukan lelaki yang alim dan tidak se-sholeh yang ia harapkan selama ini. Hancurlah sudah hati gadis itu, bagaikan pecahan kaca yang tak mungkin bisa disusun kembali.

Udin menghampiri Hasan yang sedang duduk ditempat penyambut tamu, wajahnya muram tak seceria dulu. Sejak kebahagiannya direbut oleh cinta, sejak itu tak pernah lagi terlihat wajah bahagia, wajah teduh dari lelaki yang dijuluki dokter muda hebat itu. Cinta mampu menghancurkan seseorang dalam hitungan menit.

"Belum rela jugakah kamu San!"

"Maafkan aku Din, percayalah aku hanya butuh waktu."

"Baiklah, tapi ingat San kamu seorang laki-laki kamu harus tegas dengan perasaanmu, jangan sampai setan mempermainkanmu."

"Aku paham Din, maaf!"

"Untuk apa?"

"Untuk Lidar adikmu."

"Jangan pernah kecewakan aku maupun Lidar. Ia tulus kepadamu, jika kamu hancurkan hatinya, maka kelak kamu akan menyesal. Aku pamit pulang dulu, jaga kesehatanmu," Ucapnya kemudian meninggalkan Hasan.

Di perjalanan pulang, Lidar mengajak Kuniangnya ke pinggiran pantai. Rasanya ia sudah tak bisa menyembunyikan perasaannya terhadap Hasan maupun Surya, yang selama ini ia tutup-tutupi. Sampailah mereka di pinggiran pantai, menepilah motor Udin. Sementara Lidar masih terdiam di atas motor dengan wajah murungnya.

"Apa yang sebenarnya hendak kamu katakan Dar! Lalu mengapa wajahmu tampak murung?"

"Bolehkah Lidar bertanya Niang!"

"Silahkan."

"Jika kuniang mencintai seseorang, lalu Kuniang dijodohkan dengan orang lain, namun Kuniang menyetujuinya sementara hati Kuniang hanya menginginkannya yang tak lain bersepupuan dengan wanita yang sedang dijodohkan dengan Kuniang. Apa yang akan Kuniang lakukan?"

Kuniang tampak bingung, sesekali ia mengerutkan dahinya. Lama mencerna, maksud dan arah ucapan Lidar, ia terkejut dengan matanya setengah keluar, menatap lekat manik-manik bola mata Lidar.

"Jangan gila kamu Dar!"

"Tapi itulah yang terjadi, Lidar lebih dulu mengenal Bang Surya dibandingkan Bang Hasan. Kuniang tau apa yang membuat Lidar selama ini mati-matian menolak perjodohan itu? karena Lidar selalu berharap dalam do'a akan tiba saatnya nanti Allah mempertemukan Lidar dengan Bang Surya. Namun semua terlambat, justru di saat hari pertama pertemuanku dengan Bang Hasan, akupun bertemu kembali dengan Bang Surya. Takdir rasanya tak adil denganku, bertahun-tahun aku menjaga hati, agar tak mudah melabuhkan cinta kepada seseorang yang belum tentu ditakdirkan kepadaku. Namun ini hikmah yang kudapat setelah hati yang terjaga, namun luka yang kudapat."

"Dar kamu sedang menjalankan proses ta'aruf dengan Hasan, mana mungkin kamu menginginkan proses yang sama dengan Surya. Mereka bersaudara, kamu jangan menghancurkan mereka Dar."

"Aku memang jatuh hati pada Bang Surya, tapi aku sadar diri Niang. Lantas apa yang diperbuat oleh Bang Hasan, ketika ia sedang denganku? Ia justru menangisi wanita lain. Jika memang ia tak bisa tegas dengan hatinya. Maka dengan tidak dilanjutkan itu jauh lebih baik. Aku sudah berusaha menerimannya, namun tetap tak ada namanya di hatiku Niang. Lantas apa aku harus tetap menjalankan pernikahan, yang pasti akhirnya berujung dengan air mata!"

"Kini, apa yang ingin kamu lakukan? Kamu ingin menjalani proses ta'aruf dengan Surya? Kamu sadar Dar, kamu tak bisa seenak dan kehendak kamu. Di sini adat Minang semua ada aturannya, sesuai dengan aturan Agama. Jikalau memang sudah tidak bisa dilanjutkan perjodohan ini bicara baik-baik, lalu kamu dibebaskan untuk melakukan proses ta'aruf dengan orang lain. Namun diputuskan dulu satu-satu. Kuniang rasa kamu akan mengerti, karena kamu lebih paham agama."

"Iya. Itu yang ingin aku lakukan. Ini tak adil untukku, sungguh tak adil. Aku diminta untuk mengerti keadaan Bang Hasan, namun tak ada satu orangpun yang mau mengerti tentang perasaanku."

"Baiklah, kita bicarakan semua ini di rumah."

Kuniangnya hanya menatap dengan wajah penuh kecewa, ia hanya takut apa nanti yang akan ia jelaskan kepada sahabatnya itu, tak tega rasanya membuat hati Hasan menjadi hancur. Ia tau mula-mula mengapa Hasan menjadi seperti sekarang, jikalaulah adiknya membatalkan perjodohan ini apakah yang akan terjadi selanjutnya dengan lelaki itu? Bahkan membayangkan saja rasanya tak sanggup.


bagaimana????masih mau lanjut gak? kalau mau mohon krisan nya makasih reader

Muaro Cinta di Ranah Minang (Sudah terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang