Kembali

1.4K 39 1
                                    


Lidar sudah tak menghiraukan lagi Lupus yang singgah di hidupnya. Entah apa yang kini ada dibenaknya, namun menikmati hidup adalah cara yang indah dari pada meratapi sesuatu yang belum pasti terjadi. Sebab ia percaya Takdir milik Allah.

Meski bayangan serta mimpi-mimpi buruk itu tak berhenti singgah mengunjunginya. Tidak akan sanggup merubuhkan pertahananya yang saat ini sudah mulai ikhlas akan jalan takdir-Nya.

"Selamat pagi tuan Putri!" Ledek Hasan, yang sedang melakukan pemeriksaan terhadap Lidar.

"Pagi." Ucapnya tersenyum hangat.

"Apakah malam ini mimpi buruk lagi?"

Lidar hanya menggelengkan kepala, meski mimpi itu selalu saja singgah. Ia tak mungkin bercerita intim tentang hidupnya, ia tak ingin melewati batas, curhat akan hidupnya dengan pria yang dulu hampir pernah menjadi bagian dalam hidupnya. Ia sadar dan tau batasan bahwa hubungannya kini dengan Hasan adalah sebatas hubungan dokter dan pasien.

"Bagus. Besok kamu sudah boleh pulang. Ingat jauhi paparan sinar matahari, dan nanti akan kubuatkan resep untukmu." Ucapnya tersenyum.

Lidar hanya mengangguk tak ada jawaban dari bibir mungil itu. Ia selalu pandai mengemas suasana hatinya dengan sangat rapi. Sementara Hasan, kemudian kembali membuka suara.

"Kamu mau jalan-jalan ke taman. Udara pagi sangat sehat?"

"Iya," Ucapnya menganggukkan kepala.

Hasan meminta tolong kepada suster untuk memindahkan tubuh lemah Lidar ke atas kursi roda, kemudian ia mendorong kursi roda Lidar ke arah taman. Pagi itu udara sangat segar, kabut di pagi hari melukis keindahan Kota Padang. Matahari belum juga datang, menyapa langitnya yang biru.

Lidar masih menikmati suasana pagi ditemani dokternya Hasan. Lelaki itu masih kikuk, entah apa yang kini ia rasakan? Apakah rasa iba terhadap gadis itu? atau cinta yang terlambat datang?

Namun yang pasti saat ini, hanya ada usaha Hasan mencoba mengikis nama Yuli di hatinya, meski itu sangatlah tak mudah.

Sosok berkaca mata, dengan baju koko yang selalu dipakainya muncul di depan ruangan Hasan. Sekilas lelaki itu terkejut, saat wanita yang pernah hadir dalam hidupnya kini berada di atas kursi roda, bersama dengan lelaki yang pernah ingin menikah dengannya.

Pikirannya spontan mengira-ngira bahwa Hasan dan Lidar akan memulai mengulang kisah lama yang belum usai. Udin yang baru tiba di rumah sakit, setelah semalaman bergantian bernjaga dengan Ibu Lidar. Membuatnya terkejut, karena secara tidak sadar Udin berada diantara cinta segitiga.

"Surya?" Sapa Udin, mendekat ke arah Surya.

Surya terhenyak, spontan sepasang mata kedua lelaki itu berpandangan.

"Udin. Apa yang terjadi dengan Lidar?" Suara Bass lelaki itu nyaring di telinga Udin, dengan tatapan ke arah Lidar dan Hasan.

"Lidar terserang penyakit Lupus dan Hasan adalah dokternya. Jangan salah paham dengan situasi yang kini sedang kamu lihat. Hubungan Lidar dan Hasan hanyalah sebatas hubungan Dokter dan pasien." Ucap Udin.

Surya terdiam, spontan wajahnya terarah kepada Udin. Mengapa Udin bisa berkata seperti itu, sementara selama ini ia tak pernah memberitau kepada siapapun tentang perasaannya terhadap Lidar. Bahkan ia selalu menutup rapi perasaannya, tanpa cela. Lantas apa yang membuat Udin bisa berkata seperti itu padanya?

Muaro Cinta di Ranah Minang (Sudah terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang