Permintaan Siti

1.7K 51 0
                                    

USAI ia membaca surat dari Siti tubuhnya kembali rapuh. Namun sebisa mungkin ia terlihat kuat. Diambillah surat itu kemudian dilipatnya, ia mencari-cari tukik (korek api) dan membakar surat itu agar tidak ada yang tau bahwa Siti mengirimkan surat itu padanya. Jikalau kedapatan oleh Amak dan Abaknya hancurlah hati ke dua orang tuanya, sebab Abaknya telah mengikrarkan bahwa tak boleh dari keluarganya berhubungan dengan keluarga Datuak Labai.

Hasan membersihkan diri, ia berusaha bangkit dari keterpurukannya. Amak dan Abaknya begitu bahagia ketika putra bungsunya kini sudah kembali sehat. Namun mereka tampaklah bingung ketika Hasan meminta tolong kepada Nel (Adik sepupu) untuk ditemani jalan-jalan mencari udara segar. Sementara tubuhnya belum sehat betul untuk dibawa keluar.

"Hendak ke mana kamu San?" Tanya Amak.

"Hasan lelah Mak, tidur terus, jenuh mata ini. Hasan ingin ke pantai melihat laut lepas, dan butuh udara segar."

"Biarkan lah Mak, dia baru saja sembuh dari sakitnya. Biarkan ia pergi sebentar." Ucap Abak Hasan.

"Nel, Ande titip Uda Hasan."

"Iyo Nde."

Pergilah Hasan dan Nel dengan sepeda motornya. Tujuannya adalah rumah Siti, ia hanya ingin melihat kondisi Siti saat ini, bukan karena rasa cintanya kepada gadis itu, sebab cintanya telah mati bersama dengan penolakannya saat itu, sejak Yuli masuk dalam kehidupannya. Jikalau lah ia hendak ke rumah Siti tentulah hanya bentuk rasa prihatin sebagai sahabat.

Motornya melaju melewati Lubuak Ipuah, Simpang Kalalang, Koto Gadih, hingga tibalah ia di Kampung Kandang. Nel yang bingung saat motor itu berubah haluan ke Kampung Kandang bukannya lurus menuju pantai. Ditepuklah punggung Abangnya itu, hingga tersentaklah ia.

"Bang hendak ke mana kita? Pantai itu lurus, tidak belok ke arah sini."

Di parkirnya-lah motor itu pada tepian jalan setapak, tak jauh dari rumah Siti, sekitar 300 meter. Di bujuknya lah Nel untuk bisa bekerja sama dengannya, untuk tidak melaporkan pertemuannya dengan Siti. Sebab jika tau Abak dan Amaknya, ia pergi ke rumah Siti akan ada perang ke tiga antara keluarganya dan keluarga Siti. Ia tak mau jikalau itu terjadi. Dengan penuh pengertian, dijelaskannya kepada Nel dengan penuh pengharapan.

"Nel tujuan Abang sebenarnya bukan ke pantai tapi ke rumah Siti, terpaksa Abang membawamu agar tidak curiga Abak dan Amak jika Abang pergi ke mari."

"Tapi Bang, ini dosa. Abang membohongi Apak jo Ande."

"Abang tau ini kebohongan besar. Tapi percaya Nel, Abang tak cinta lagi dengannya. Abang ke sini hanya karena rasa kemanusian saja, tak lebih. Siti sedang sekarat, sudah lima hari ia tergolek lemah tak berdaya. Hanya nama Abang saja yang ia sebut-sebut, jikalau ia pergi menghadap Illahi maka Abanglah yang salah Nel. Kumohon, jangan beritau kepada Abak dan Amak!"

"Baiklah, tapi berjanjilah Bang hanya sebentar. Sebab akupun tak sudi berlama-lama di rumah itu."

"Baiklah."

Pergilah Hasan dan Nel melanjutkan perjalanannya menuju rumah Siti, yang sudah terlihat dari jauh sejak ia berhenti menepikan motornya. Rumah besar dengan atap runcing, halaman yang luas tampak asri dengan keelokan model rumah bergaya lama. Sampailah Hasan dan ditepikan sepeda motornya di depan halaman rumahnya.

Keluarlah Ayah Siti Datuak Labai dengan wajah garangnya penuh amarah, namun ditahanlah oleh Amak Siti dengan penuh pengharapan. Sebab Siti sangatlah butuh Hasan, jikalau Abaknya berniat macam-macam terhadap Hasan, maka jangan tengok lagi Siti bisa bernapas seperti semula.

Muaro Cinta di Ranah Minang (Sudah terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang