Ikhlas

1.7K 61 0
                                    

LIDAR asik berkomunikasi dengan Ayahnya, berulang kali ia merengek minta kembali ke Jakarta. Namun sesekali ia mengintip dari balik tirai kamarnya, terlihat Ibunya sedang menganyam daun mangga dengan keringat bercucuran dari dahinya, termenunglah ia ada rasa tak tega di hatinya jikalau harus berjauh-jauhan dengan Ibu yang melahirkannya.

"Nasib gadis simalakama..." Ucapnya kepada dirinya sendiri. Ia melempar ponsel ke atas kasur dan membaringkan tubuhnya. Kemudian ia teringat akan perjodohan itu, dengan penuh tanda tanya dan penasaran pergilah ia ke rumah mandenya untuk bertemu Kuniang (abang sepupu) yang tak jauh dari rumahnya. Hanya berjarak sekitar melewati empat rumah dari mande-mandenya yang lain.

"Mak ada Kuniang di rumah Mak?"

"Kuniang pai Dar, keceknyo ka Lepau muko. Manga Dar!"

"Ndak apa-apa Mak, ada yang ingin Lidar tanya ke Kuniang. Pinjam sepedanya ya Mak!"

"Pakailah."

Pergilah Lidar menuju Lepau dengan sepeda yang tertenggek di depan rumah Amak Lis. Saat ia mengayuh sepeda ke labuah, tak sengaja ia melihat Kuniangnya yang berjalan menuju Batang Aia (sungai) disusuli lah Kuniangnya dengan kecepatan sepeda yang dikayuhnya.

"Kuniang!" Panggilnya dengan wajah penuh kekecewaan.

Kuniangnya paham bentuk wajah yang diperlihatkan Adik sepupunya, ia tetap berjalan kemudian terduduk pada pohon kayu yang menghadap ke sungai. Lidar yang kesal diacuhkan kemudian menyusul dan duduk di sampingnya.

"Kenapa, pastilah kamu ingin marah pada Kuniangkan?"

"Tentu, apa maksud Kuniang bicara ke Ibu, untuk menjodohkan Lidar dengan teman Kuniang? Niang, ini bukan zaman Siti Nurbaya, Lidar tidak suka dengan perjodohan itu."

"Kuniang tau dan mengerti. Tapi Dar umurmu bukan umur anak-anak lagi, 25 tahun bagi wanita itu sudah matang untuk berumah tangga. Kamu mau seperti anak Amak Inah umurnya sudah 35 tahun hingga kini ia belum juga menikah!"

"Aku tau Niang. Akan tiba saatnya nanti aku pasti menikah. Tapi tidak untuk perjodohan ini, aku bukanlah gadis kanak-kanan yang masih harus dicarikan pasangan."

Kuniangnya berdiri kemudian berjalan menuju air sungai terus berjalan hinggalah ia ke tengah sungai yang airnya tidak terlalu dalam, hanya sepinggang kuniangnya. Lidar hanya menatap lurus ke depan, melihat apa yang ingin dilakukan oleh Kuninganya itu. Tapi sungguh gadis itu sangatlah kecewa dengan perjodohan yang diam-diam, Kuniangnya lah dalang dari semuanya.

"Dar, apakah seburuk itu perjodohan bagimu?" Teriaknya dari tempat ia berdiri di tengah sungai.

Ia terdiam sesaat, matanya masih menatap tajam aliran air sungai yang mengalir entah bermuara di mana. Diliriknya Lidar sekilas, ciut nyalinya saat semburan wajah Lidar penuh kekecewaan. Kemudian ia melanjutkan ucapannya.

"Aku yang salah akan semua yang terjadi ini," Ucapnya bersedih, kemudian menepi dan meratapi dirinya.

Lidar yang terduduk pada pohon besar, kemudian menghampiri Kuniangnya yang terdiam cukup lama. Dengan hati yang pilu, jikalau perkataannya tadi membuat hati Kuninganya terluka ia sangatlah menyesal, maksudnya hanya ingin Kuniangnya tau bahwa ia hanya protes dengan perjodohan yang dilakukan Kuniang, Ibu dan Ongganya itu.

"Jika kamu tak sudi dijodohkan dengan teman kuliah Kuniang tak apa Dar. Kuniang akan bilang padanya jikalau kamu tak menginginkan jika perjodohan ini berlanjut."

"Jikalau boleh tau, apa maksud Kuniang melakukan itu kepada Lidar?"

"Kuniang boleh cerita sedikit!"

"Silahkan."

"Kuniang seperti buah simalakama. Sahabat yang Kuniang sudah anggap saudara, menyukai dua perempuan yang berbeda. Yang satu bernama Siti teman semasa SMA Kuniang, yang satu lagi bernama Yuli teman satu kampus Kuniang. Hasan pernah menyukai Siti saat SMA, tapi Siti menolak cintanya, berlalunya waktu hilanglah rasa cintanya kepada Siti. Hingga saat kuliah bertemulah Hasan kepada Yuli, hatinya yang mati dan membeku seketika cair. Pria itu jatuh cinta kepada Yuli, namun sayang demi menjaga hati dalam istiqamahnya, yang tak disangka-sangka, orang tua Hasan menjodohkan Udannya dengan orang yang ia cintai yaitu Yuli. Hancurlah Hati Hasan saat ia tau bahwa gadis yang ia cintai akan menjadi Kaka Iparnya. Di tambah Siti teman saat SMA nya yang pernah menolaknya mengejar-ngejar Hasan, yang kini sedang sekarat. Kuniang tak tau jikalau Siti jatuh cinta kepada Hasan, setau Kuniang dulu ia pernah menolak Hasan maka untuk menghilangkan rasa sedih dan kecewa hasan yang jatuh sakit, Kuniang berniat membantunya menata hati yang baru, dengan cara menjodohkanmu dengannya. Dar ia sudah menghadapai rintangan terjal dalam hidupnya, kesengsaraan, fitnah, penderitaan dan air mata. Jikalau ia kembali jatuh ke dalam jurang, tentulah Kuniangmu ini, yang harus bertanggung jawab atas semuanya," Ucapnya dengan air mata berlinang.

Lidar terdiam cukup lama saat mendengar kisah Hasan yang diceritakan Kuniangnya. Hatinya pun saat itu ikut menangis, jikalau itu terjadi padanya sungguh ia tak sanggup menahan dan menerima ujian seberat itu. Tak ada kata lagi untuknya mengelak, hanya kata pasrah yang kemudian keluar dari mulutnya, sebab teringat akan kata Cuniangnya bahwa cinta itu dicari bukan sebelum menikah, tapi setelah menikah.

"Sungguh kisah yang menyayat hati," Ucapnya dengan penuh penekanan.

"Dia pemuda hebat, lulusan dari Universitas ternama di Sumatera Barat. Ia mendapatkan predikat dokter muda, dan prestasinya yang sangat membanggakan di kampus. Namun sayang cinta menghancurkan hidupnya, ditambah lagi ujian yang ia hadapi belum usai. Jikalau kau bertemu dengannya, ku yakin kamu akan terkagum-kagum dengan ketegarannya Dar. Namun sayang kali ini ia sedang rapuh dan sekarat. Kasihan ia harus menahan beban dan penderitaan yang teramat kejam."

"Jikalau begitu, aku sudi ta'aruf dengannya!"

"Bukan dengan hati terpaksa dan karena iba?"

"Entahlan mungkin karena kemanusian. Bukankah cinta itu dicari setelah menikah." Ucapnya datar.

Lidar terdiam tak melanjutkan kata-katanya kemudian ia pamit untuk pulang dan meninggalkan Kuniangnya di tapi Aia. Lidar berjalan pulang dengan sepeda yang ia iringi. Ia menangis hatinya hancur seperti seakan harus memaksa ikhlas dengan apa yang sudah ditakdirkan dalam hidupnya. Akan banyak yang kecewa jika perjodohan itu dibatalkan, itu berarti akan banyak hati yang tersakiti, Ibunya, Kuniang, Ongga, Keluarga Hasan, dan pemuda itu sendiri.

Ia menyandarkan tubuhnya di batang pohon kelapa, ia terduduk dan menangis. Ia kagum dengan kisah pemuda itu, namun dilain sisi hatinya hancur harus menerima pemuda yang tak ia inginkan. Ia tau jikalau setan sedang bermain-main dengan hatinya, untuk membantah perjodohan itu dengan alasan cinta, padahal cinta memang tak seharusnya ada sebelum menikah.

Hanya ikhlas yang bisa menenangkan hatinya. Lagi pula perjodohan itu tidak seburuk yang ia bayangkan. Kebahagian dan takdir Allah-lah yang mengatur. Bisa jadi orang yang tadinya tak cinta, setelah halal, dalam sekejap Allah gerakkan hatinya menjadi cinta. Seseorang yang ia dambakan dan ia cintai sudah lama, hingga cinta mati, setelah halal, Allah buat cinta itu hambar. Jangan pernah terbujuk oleh rayuan setan, yang mengatas namakan cinta, jika pada akhirnya kita lah yang sedang dipermainkannya. Setan selalu punya banyak muslihat, untuk menjerumuskan manusia.

Lidar menghapus air matanya, kemudian ia berdiri dan kembali ke rumah. Di tatapnya mata Ibunya dengan seksama. Ibunya yang bingung kemudian mendekat sambil memegang kedua pipi puterinya dengan penuh tanda tanya.

"Ada apa Nak?"

"Lidar Ikhlas dengan perjodohan itu. Tapi dengan syarat ta'aruf, jika dirasa saat-saat ta'aruf dan dalam istikharah, Lidar tak menemukan rasa kepada lelaki itu. Lidar ingin perjodohan itu dibatalkan. Sebab perjodohan yang baik adalah menyerahkan semuanya kepada Sang Khalik. Benarkan Bu?"

"Benar," Ucap Ibunya dengan senyum penuh kebahagian.


Catatan Kaki:

Kuniang pergi Dar, katanya ke warung depan. Kenapa dar!

Muaro Cinta di Ranah Minang (Sudah terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang