Chapter 7

2K 223 22
                                    

"Za?" Panggil Brylian yang pertama mendapatiku sedang diobati lukanya oleh Zico.

Aku memang masih di hotel, masih dengan luka kaki kanan yang baru saja selesai Zico obati dengan obat merah. Sementara Bagas dan Bagus yang sibuk melihat adegan aku dan Zico lantas menoleh pada Brylian yang baru datang, diikuti Ernando yang tadinya sibuk dengan fans. Dia akhirnya cuek dan meninggalkan fansnya tanpa peduli.

"Za?" Panggil Ernando berlari mendekatiku. Wajahnya selalu dengan kekhawatiran. 

"Kak foto bentar dong," seorang fans ternyata membuntuti sampai ke dekatku, membawa ponselnya.

"Maaf, Mbak. Lain kali, nggak lihat ini lagi ngapain?!" Tekan Ernando yang bukan dia seperti biasanya.

"Sutar!" Bentakku karena dia justru membentak fansnya sendiri hanya karena aku.

"Nggak penting, Za!" Justru Brylian yang menyahut. "Maaf ya, Mbak. Besok datang ke sini lagi saja, maaf," kata Brylian pada fans yang cukup kecewa.

"Kamu kenapa, Za?" Tanya Ernando.

"Maaf tadi ketabrak sama gue," jelas Zico.

"Aduh lo jalan nggak pakai mata, Co?!" Lagi-lagi Ernando sedikit ngegas.

"Nando, Zico itu nggak sengaja, lagian cuma luka semacam ini kok. Ya perih sih, tapi nggak masalah, udah biasa kan waktu kita masih kecil?"

Ernando menghela napas saja.

"Perih pasti ya?" Brylian mengecek kedua lukaku.

"Maaf ya?" Ucap Zico padaku.

"Nggak apa-apa kok."

Tidak lama semua kembali mencair, semua karena si kembar yang dengan tingkahnya membuat Ernando dan Brylian tertawa lagi, tidak begitu khawatir padaku. Lagi pula cuma luka semacam ini, tidak perlu diperbesar dengan berlebihan.

"Supriadi mana?" Tanyaku dengan berbisik pada Brylian.

"Yaelah, sakit juga masih cari Supri!" Seru Brylian cukup keras.

"Ngefans sama Supriadi, Mbak?" Tanya Bagas.

Aku mengangguk.

"Wah nggak ngefans sama sahabat sendiri?" Bagus pun tidak mau kalah.

Tersenyum. "Tanpa ditanya mereka juga sudah menjadi kebanggaan saya. Ya nggak, Bry? Ya nggak, Sutar?"

Ernando dan Brylian tersenyum.

Sutan Zico membenarkan posisinya di sebelah kiriku. "Kalian bisa ya bersahabat sejauh ini. Besok tidak ada ketakutan sesuatu merusak kalian?" Tanyanya.

Aku menoleh pada Zico, Brylian dan Ernando mengangkat kepalanya ke arah Zico sementara Bagas dan Bagus malah berkedip-kedip, kode agar Zico tidak menanyakan itu mungkin.

"Dalam persahabatan antar lawan jenis, yang paling berbahaya diantara mereka adalah cinta. Kalian seharusnya mulai waspada dengan itu. Atau kalian sebelumnya bahkan belum mengerti risiko yang akan kalian hadapi nantinya?"

"Zico, aduh, lambemu," kata Bagas membungkam mulut Zico. Tapi Zico mungkin tidak tahu, apa yang dikatakan Bagas. Kudengar dia bukan orang Jawa.

Sementara si Kembar ingin membungkam Zico. Aku, Brylian dan Ernando masih terdiam. Kami bahkan menjalani persahabatan ini tanpa pernah berpikir hal lain. Yang tidak kami suka dan menjadi risiko dari persahabatan ini adalah jarak yang terkadang akan membentang diantara kami. Ketika kami berjauh-jauhan, rasanya seperti separuh hati yang hilang, rasanya seperti air laut yang tidak asin, rasanya seperti gunung tanpa pepohonan. Itu saja yang kami tahu, atau mungkin itu saja yang aku tahu.

TriangleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang