Chapter 2

2.9K 299 31
                                    

"Za, ada Brylian sama Ernando tuh di depan," kalimat Ibu mengguncang tubuhku lembut.

Aku membuka mata begitu berat, tapi kembali tertutup lagi. Semacam ada lem China yang merekatkan kelopaknya. Berat sekali untuk membuka, nyawa pun belum sepenuhnya pulih kembali.

"Sayang, eh, malah tidur lagi!" Suara Mama lebih meninggi sedikit.

"Hah? Sudah pagi ya, Ma?" Mengucek mata yang masih sama beratnya.

"Jam setengah 9 tuh," kata Mama menarikku untuk duduk.

"Hah? Jam setengah 9 pagi, Ma? Astaga, nggak masuk sekolah dong aku," lonjakku membuka mata cukup bulat.

"Jam setengah 9 malam, Sayang. Ya ampun, perawan juga diapelin dua cowok malah tidur kaya kebo gini!"

Jam setengah 9 malam? Itu artinya aku baru tidur setengah jam. Astaga, sepertinya aku sudah bermimpi bisa foto bareng dengan Bambang Pamungkas, ternyata oh ternyata.

"Sudah sana keluar, mereka maunya ketemu sama kamu, nggak mau sama Mama," kata Mama sebelum beliau kembali ke ruang tamu untuk menonton TV sekaligus menunggu Papa pulang.

Menghela napas panjang lalu berjalan gontai menuju ke teras rumah. Sudah aku duga mereka berdua ada di sana, nggak mungkin masuk, karena kalau malam mereka lebih suka di teras sama burung hantu Papa.

"Euyy, kaya singa habis bangun tidur, tapi tidurnya kaya kebo," celetuk Brylian yang menatapku seperti orang jijik.

"Kebo berkepala singa," sahut Ernando sambil mengacak-acak rambutku.

Aku hanya memanyunkan bibir lalu duduk di kursi teras, bersama dengan kedua sahabatku dan burung hantu Papa yang memandangi gelapnya malam laksana sinar di siang bolong.

"Mau ngapain malem-malem gini?"

Berusaha mengembalikan nyawaku, tapi sedikit sulit, masih ngantuk sekali aku ini.

"Pertama, kita besok kan mau TC, ya paling enggak gunain waktu sedikit buat quality time bertiga lah. Kedua, emang kamu nggak pengen kita pamitan baik-baik? Ketiga, kita mau nitip tugas sih sebenernya, he he he," jelas Brylian.

"Nah, itu tuh. Paling enggak tugas yang dikumpulkan Minggu ini sudah kita selesaikan, besok berangkat TC nggak mikirin Ibu Siti lagi," sambung Ernando.

Ibu Siti itu guru yang paling sering ngasih PR dan tugas, kalimat-kalimatnya ketika memberikan tugas laksana backsound film horor. Ha ha ha.

"Oke, Bry. Oke, Sutar. Siniin tugas kalian!" Menengadahkan tangan kananku pada mereka berdua.

Brylian justru tiba-tiba mendekat, menyentuh kedua alisku dengan jempolnya, lantas turun, dan dia menarik kedua kelopak mataku untuk terbuka.

"Aaakkk!" Teriakku berontak.

"Buka mata dulu kek!"

"Ya habisnya kalian datangnya nggak tepat. Sudah tahu aku nggak betah tidur malam-malam malah jam segini baru datang!"

Ernando sekali lagi mengusap kepalaku, aku suka jika itu yang melakukan adalah Ernando, mungkin karena dia yang selalu melakukan itu sejak aku masih kecil.

"Yaelah, kita kan nggak sama kaya kamu, Za. Ngerjain apa sekali jadi, butuh perjuangan dari kemarin ini ngerjain semuanya, emang baru selesai tadi," jelas Ernando.

"Lagian kamu tuh ya, cewek juga disamperin dua cowok gini penampilannya kucel banget. Iler tuh kemana-mana," giliran Brylian.

Bibirku kembali maju beberapa milimeter. "Enak aja ileran!"

TriangleWhere stories live. Discover now