"Bagaimana kalau aku memasak saja?" kata Jinae dengan bola mata yang berbinar saat menatap Yoongi. Sedangkan pemuda itu malah mengerutkan sedikit keningnya, lantas menarik tangannya menjauh dari sisi wajah Jinae.

Mendengar kata memasak, agaknya membuat Yoongi sedikit tercengang. Teringat kembali saat dimana Jinae mencoba melakukan pekerjaan yang satu itu. Oh, jangan ingatkan Yoongi karena ia tidak pernah lupa rasa sakit yang ia rasakan setelah menghabiskan seluruh hasil masakan yang Jinae buat dengan tangannya sendiri. Sungguh, Yoongi tidak bohong kalau masakan Jinae memang sangat buruk sampai membuatnya sakit perutㅡkendati demikian, ia tetap menghabiskannya tanpa sisa. Menghargai usaha gadis itu.

"Kau yakin?" tanya Yoongi yang mendapat anggukan antusias dari Jinae. Bahkan beberapa helai rambutnya ikut bergerak dan jatuh mengenai pipi saking antusiasnya. Hei, seharusnya itu pertanyaan untuk dirinya sendiri. Apa Yoongi yakin akan memakan masakan Jinae lagi?

"Kali ini aku akan memasak apa yang biasa aku masak, Yoon. Jadi, tidak perlu khawatir akan membuatmu sakit perut lagi. Yang jelas bukan masakan Korea, aku sangat payah dalam hal itu. Bahkan rasanya melihatmu mengolah bahan-bahan masakan sampai menjadi sesuatu yang sangat lezat, membuatku iri. Bagaimana aku memasak untuk suamiku nanti? Ah, aku sangat payah."

Jinae sedikit menundukkan kepala. Dalam hati merasa bahwa ia adalah wanita payah yang pernah ada. Kenapa ia tidak bisa memasak seperti kebanyakan gadis di luar sana? Bahkan, kadang ia merasa malu pada Yoongi. Pemuda itu jelas bisa mengolah bahan masakan apa pun menjadi sesuatu yang terasa enak di lidah. Berbeda sekali dengannya.

Agaknya Yoongi mengerti bagaimana perasaan Jinae sekarang. Ia tersenyum kecil, lalu mengusap pelan pucuk kepala Jinae.

"Jangan memaksakan dirimu hanya demi memuaskan orang lain. Kalau memang saling mencintai, seharusnya saling melengkapi satu sama lain. Bukannya malah memaksakan kehendak."

Pun membuat Jinae segera mengangkat wajahnya lagi lalu menemukan presensi Yoongi yang terlihat berbeda. Ia terlihat sangat dewasa. Sungguh, Yoongi dengan kata-kata bijaknya itu terlihat sangat berbeda dari pada Yoongi yang biasanya membuat Jinae merasa kesal. Kalau seperti ini jadinya, Jinae percaya jika pemuda itu memang lebih tua darinya. Namun, tetap saja, untuk memanggilnya dengan sebutan Oppa, itu sungguh menggelikan. Jangan pernah paksa Jinae untuk itu.

"Wah, Min Yoongi.. aku pikir kau hanya bisa mencela dengan mulut tajammu itu. Aku tidak pernah menyangka kalau kau bisa berkata bijak seperti itu."

Setelahnya Jinae malah terkikik geli sambil memegangi perut. Ia tidak bisa menahan tawanya saat mendapat perubahan ekspresi yang signifikan pada wajah Yoongi. Pemuda itu menatapnya datar dengan bibir yang membentuk sebuah garis lurus. Oh, ayolah, padahal Yoongi sungguh-sungguh dengan ucapannya tadi. Sial. Ia jadi merasa menyesal.

"Dasar Jinae gadis bodoh," umpat Yoongi. Kemudian bangkit dari duduknya setelah melirik Jinae melalui ekor mata. "Cepat bangun. Mau sampai kapan kau di situ, hah? Kau bilang lapar? Tadinya sih, aku sudah berniat baik ingin mengajari memasak, tapi melihat kau terus-terusan tertawa mengejekku begitu, tidak jadi."

"Apa?" gelak tawa Jinae terhenti detik itu juga. Segera menilik Yoongi yang sudah melengos menuju pantry lengkap dengan wajah datar seperti biasanya. Hei! Jinae tidak salah dengar kan? "Yoongi, kau serius?"

Sepersekon kemudian Jinae meluruskan punggungnya. Lantas mengekori Yoongi seperti anak itik. Menatapnya penuh dengan kedua mata berbinar. Namun, pemuda itu justru mengabaikannya, dan malah mengambil panci berukuran sedang lalu menuju keran wastafel, mengisi hingga separuh.

Sementara Jinae, ia cemberut. Yoongi benar-benar menyebalkan. Apa dia tidak mengerti kalau ucapan Jinae tadi hanya lelucuon? Ia tidak sungguh-sungguh kok. Ah, apa di kehidupan sebelumnya Yoongi iti seorang kakek tua yang tidak memiliki selera humor sama sekali?

Fall in Love with Sweet DevilWhere stories live. Discover now