LS.10

15.1K 787 0
                                    

Dania duduk di meja belajarnya. Matanya terus membaca buku pelajaran itu. Dia ingin juara di kelas. Agar dia bisa mendapatkan beasiswa.

Padahal dia masih kelas XI. Masih ada satu tahun lagi dia lulus. Tapi dia tidak ingin membuang waktu.

Sebenarnya, dia ingin seperti gadis lainnya. Bersenang-senang bersama teman. Tapi, jika ia lakukan itu dia tidak akan bisa meraih mimpinya.

Tak terasa waktu sudah malam. Ia menutup bukunya. Kemudian naik ke kasurnya.

Ia menarik selimutnya hingga sebatas leher. Lalu ingatan masa kecilnya muncul.

Flashback on

"Bu, dingin." Rengek Dania kecil. Ibunya datang dan memeluknya. "Sabar, ya, sayang. Nanti kita beli selimut, biar kamu gak kedinginan." Kata Ibunya.

Dania hanya memeluk Ibunya erat. Lalu perlahan ia tertidur.

Pagi harinya saat ia bangun, ia melihat Ibunya sedang menyuci pakaian.

"Bu, Dania lapar." Kata dia.

"Sabar ya sayang. Abis Ibu nyuci, kita beli makanan. Sekarang Ibu gak punya uang buat beli."

Dania hanya duduk memperhatikan Ibunya. Karena rasa laparnya tak kunjung hilang, ia pergi keluar untuk mencari makan.

Saat sedang berkeliling ia melihat kedai kecil. Disitu ada roti yang di jual. Entah kenapa dia jadi punya keinginan untuk mencuri.

Dia mengambil roti itu diam-diam. Tapi saat dia akan lari, penjual itu menahan tangannya.

"Kau mau mencuri ya!" teriak penjual itu.

Dania ketakutan setengah mati. Dia tidak tau harus apa. Saat dia sedang ketakutan, ada seorang gadis datang menghampiri mereka.

"Maaf ya, Buk. Dia adik saya. Dia memang usil. Jadi ini untuk ganti rugi rotinya." Kata gadis itu sambil memberikan uang sepuluh ribu.

"Oh. Lain kali jangan lakukan ini lagi ya." Ketus penjual itu.

"I-iya." Sahut Dania terbata-bata.

Saat penjual itu tidak ada, Dania memberikan roti tadi pada gadis itu. "Ini. Maaf ya aku mencuri. Tapi aku lapar." Ujarnya.

"Ini untuk kamu. Aku ikhlas kok. Lain kali jangan mencuri lagi ya." Kata gadis itu sambil tersenyum.

Dania senang mendengarnya. Tapi saat dia ingin menanyakan siapa nama gadis itu, ada yang memanggilnya pergi.

"Ra. Ayo pulang." Panggil seorang pria.

Gadis tadi mengangguk lalu pergi.

Dania menatap kepergiannya. Dia senang bisa bertemu dengannya.

Beberapa hari kemudian, dia sedang berjalan-jalan. Lalu dia mendengar suara berisik.

Saat dia mencari asal suara itu, dia kembali melihat gadis kemarin. Tapi keadaannya berbeda. Gadis itu sedang ketakutan, dan BERDARAH!

Dia melihat ada orang diujung gang sana. Orang itu hendak mendekat. Ia langsung membawa gadis tadi pergi. Dia membawanya ke rumah gubuknya.

Luka ditubuh gadis itu banyak. Dari pergelangan tangan, kaki dan kepalan tangannya berdarah. Dia sepertinya habis melakukan perlawanan pada orang bersenjata.

"Tunggu di sini ya. Biar aku ambilkan air hangat." Ujarnya lalu pergi ke dapur. Saat kembali, dia membawa seember air.

Dia membersihkan luka itu perlahan. Setelah selesai dia membalutnya dengan kain.

"Makasih ya." Ucap gadis itu tulus.

"Seharusnya aku yang bilang makasih. Kamu kemarin udah bantuin aku, saat aku ketauan mencuri." Balasnya.

"Nama kamu siapa?" tanya gadis itu.

"Nama aku Dania. Kalo kamu?" tanya dia balik.

"Aku Aurora. Senang bisa kenal sama kamu." Balas Aurora.

"Aku juga."

Lalu mereka mulai akrab. Dari situlah dia dan Aurora berteman. Dia rela melakukan apa saja demi Aurora. Begitu pula sebaliknya.

Flashback off.

"Makasih ya, Ra, untuk semuanya. Lo temen gue paling baik. Bahkan gak akan ada temen yang sebaik lo di dunia." Ucapnya. Lalu tidur.

Dia senang. Semenjak bertemu dengan gadis itu, hidupnya berubah. Dia tidak lagi kekurangan makanan. Bahkan, dia bisa membeli rumah yang lumayan bagus. Dan lagi dia bisa bersekolah di SMA elit yang ada di jakarta. Itu pun berkat Aurora. Cewek itu lah yang membiayai semuanya.

Aurora ikhlas membantunya. Tanpa pamrih sedikit pun. Bahkan, selama ini cewek itu selalu melindunginya dari orang yang selalu mengganggunya.

Dalam tidur ia tersenyum. Tersenyum karena bersahabat dengan cewek itu.

☆★☆

"Aurora! Bangun sayang! Ini udah jam berapa? Kamu mau telat?"

Mendengar teriakan Ayahnya, Aurora makin menarik tinggi selimutnya.

Tapi itu tidak bisa mencegah Nathan membangunkannya. Pria itu menarik selimutnya kasar.

"Bangun sayang!! Papa guyur baru tau rasa kamu." Katanya.

Secepat kilat Aurora bangun. Ayahnya ini selalu saja mengancamnya.

"Untung sayang." Gumamnya.

"Iya, Pa. Aurora udah bangun kok." Sahutnya.

"Cepat mandi. Papa tunggu di bawah. Jangan lama. Ini udah telat." Perintah Nathan.

Aurora hanya bergumam. Lalu pergi menuju kamar mandi.

Saat mandi, ia melihat bekas luka di paha kirinya. "Kalo lo gak ada waktu itu, apa gue masih hidup?" dia bermonolog.

Tiba-tiba pikirannya tertuju pada Dylan. Entah kenapa tadi malam ia bermimpi tentangnya cowok itu. Karena itu dia malas bangun. Mimpinya belum selesai. Jadi dia penasaran. Apa yang akan di katakan oleh Dylan di mimpi itu.

"Bikin penasaran aja lo, Lan." Gumamnya.

☆★☆

#liza

Lussy Smith [Segera Terbit]Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu