Dua puluh sembilan

811 43 1
                                    

Happy reading! Menuju akhir nih. Ini drama banget aseliii, jadi siapin kantung, takut muntah. 😂

Sekali lagi Mahesa menghela napas panjang, "Aku nanti kesiangan," ucapannya terdengar putus asa. Tapi Mayang masih enggan melepaskan pelukannya, "bodo!" dia menyahut dengan posisi lima menit yang tak berubah, wajahnya menempel di punggung Mahesa dan kedua lenganya melilit lelaki itu. Sedari malam gadis itu terus meracau, takut akan sesuatu. Dia mampu merasakan sesuatu yang ganjil pada Mahesa.

"Biasanya gua lho, yang males-malesan ngampus, sekarang lo yang ngelarang gua pas lagi rajin-rajinnya."

"Makanya... sekali aja! sehari aja, stay here."

Mahesa berputar untuk menatap Mayang tapi gadis itu terus menempel di punggung, "Come on sweety, gua ada praktek ok?!" Mayang diam dengan tatapan mengiba. "Katakan, apa yang bikin lo parno?"

"Gak tahu," lirihnya.

Mahesa dapat melepaskan lilitan lengan Mayang, lalu menuntunya duduk di sofa. "Gak akan ada apa-apa. Aku bakal pulang. Kamu di sini, tunggu aku. Nanti kita pergi kemana pun yang kamu mau."
Mahesa mengusahakan suaranya agar terdengar begitu meyakinian, untuk mendapat kepercayaan ia juga menyertakan tatapan berharap. Namun Mayang masih bergeming menatapnya tanpa reaksi apa pun.

Setelah beberapa detik, menenangkan diri, akhirnya Mayang mengalah. "Oke. Tapi beres, langsung pulang! Jangan kemana-mana."

"Ya ampun sejak kapan jadi over sih sama gua hmm!" Mahesa memencet hidung Mayang dengan gemas. Sontak Mayang menepis tangannya karena sedikit sakit, dia mendelik lalu melengos ke balkon. Mahesa berdecak, ia tahu Mayang masih belum rela membiarkan dirinya pergi, itu artnya harus kembali harus membujuk.

Mayang cemberut, berdiri sambil menyanggah dagu, matanya tengah sibuk menatap burung-burung gereja yang hinggap di kabel listrik. "Tau gak, cerita tentang seekor burung."
Mahesa yang menyender di frame memulai, dan berharap bisa mengalihkan kemarahan Mayang. Cara ini biasanya paling efektif mendistraksi Mayang.

"Nggak!" Tapi Mahes sadar kali ini gadis itu agak kebal.

"Suatu hari, hiduplah seekor burung jantan." Mayang diam tak merespon atau pun menginterupsi. Bagus--pikir Mahesa. Karena biasanya kalau benar-benar tidak tertarik Matang akan menginterupsi bualannya "Burungnya jomblo." Perlahan Mahesa mendekati dan berdiri di sampingnya.

"Terus?
Nice! Sudah mulai teralih--pikirnya lagi.

"Terus, nembak betina spesial pake cara B aja."

"Terus?" Kali ini Mayang menatapnya.

"Anehnya si betina mau." Mayang mulai mengulum senyum geli, karena tersindir oleh cerita yang dibawakan Mahesa. "Burung itu kadang bertanya-tanya, apa yang membuat dia mau menerimanya."

"Karena burung jantannya ganteng," sahutnya Mayang.

"Emang apa bedanya wajah burung sama semua," Mahesa membantah dan terkekeh.

"Bulu burung nya bagus kali," timpal Mayang sudah benar-benar teralih. Sekarang Mahesa yang tertawa. Mayang yang menyadari apa yang tengah terlintas di pikiran Mahesa akhirnya melotot ke arahnya sambil mencubit perut Mahes.
"Apa?!" tanya Mahesa dengan sisa tawanya.

"Mesum kan?" Tanyanya kini sambil memukul lengan Mahesa.

"Eh! Kamu aja yang mikirnya nganu."

"Nggak! Kamu yang ketawa."

"Udah ah, burungnya mau ngampus dulu."

"Tcak!"

"Jangan manja deh, aku nanti balik."

BILURWhere stories live. Discover now