Delapan belas😍

963 66 0
                                    

Tujuh hari wafatnya Adam, di rumahnya pun digelar yasinan bersama. Semua teman-teman Adam dan Mayang berdatangan.
Namun sampai acara selesai Mayang masih mengurung diri di kamarnya.

Satu minggu sudah berlalu, tapi kesedihannya tak kunjung surut. Mayang merasa tak ada lagi yang tersisa di hidupnya. Semua keluarganya pergi. Ayahnya seorang pengacara yang selalu membela kebenaran, malah meninggal di tangan orang yang membenci sikap jujurnya itu. Ibunya, seorang malaikat bagi Mayang juga ikut terbunuh. Dan sekarang kakaknya. Menjadi orang baik ternyata tak membuat orang lain juga ikut berbuat baik kepadamu.

Pelakunya mungkin memang orang berbeda tapi Mayang yakin yang memerintah adalah orang yang sama. Seorang iblis tak berhati.

Polisi masih menyelidiki tapi jika sampai tidak ditemukan, Mayang yakin kasus ini akan berakhir seperti kasus kematian orang tuanya yang tenggelam.
.
.
.

Sisi lain Mahesa baru saja berpamitan kepada Bumi dan yang lainnya, beranjak ke kamar Mayang meninggalkan ruang tengah karena gadis itu tak kunjung keluar.

Menekan knop dan ia mendapati Mayang masih meringkuk sambil terisak. Mahesa duduk di sisi kasur, dekat punggung gadis itu yang masih masih bergetar. "Yang..." ujarnya.
"Gua gak bisa larang lo buat jangan sedih, karena itu hal yang manusiawi. Tapi, bukan berarti lo harus selamanya terpuruk."

Tak ada sahutan apa pun selain suara tangis. Mahesa cemas, tidak tahan melihat gadis kesayangannya begitu terluka. Tapi dia juga tidak tahu harus apa. Dia sudah berusaha melacak pelakunya, tapi belum juga menemukan hasil. Seperti Adam yang selama ini kesulitan mencari tahu informasi atau data pembunuh Ayah dan Ibunya. Kemungkinan orangnya adalah orang yang sama. Namun siapa dia, masih samar. Meski ada satu yang patut dicurigai. Dan Mahesa berharap kecurigaannya itu salah. Karena jika benar. Bukan hanya Mahesa yang akan hancur. Tapi Mayang juga akan kena imbasnya.

Mahesa mendekat, mencondongkan dirinya lalu mengecup bahu gadis itu. "Lo gak sendirian," ucapnya lirih di dekat telinga Mayang sebelum akhirnya kembali ke ruang tengah.

"Gimana?" tanya Bumi. Mahesa mengangkat bahunya menyerah.

"Mayang..." ucap Ruby dengan lirih pada dirinya sendiri. Sesak di dadanya menandakan bahwa gadis itu benae-benar merasa sangat sedih atas apa yabg terjadi pada Mayang.

"Kita harus hibur Mayang nih," ucap Zeva yang baru saja sudah mengecek kondisi Mayang dengan melongok ke pintu kamarnya.

"Setuju!!!" serempak, Bumi dan Reno menyahut.

"Kuncinya di elu man," kata Reno kemudian sambil merangkul bahu Mahesa.

Ingin sekali Mahesa mengajukan pertanyaan, memangnya ada apa sama gua, kenapa musti gua, tapi ia urungkan niat itu. Namun jawabannya jika bukan tempelengan dari Bumi maka cacian semua yang bakal ia terima, atau bahkan keduanya. Ya, rasanya tak perlu lagi bertanya. Karena dirinya pun tahu kenapa.

"Orang-orang yang Mayang sayang semua pergi. Sisanya cuma Eca." Penuturan Rubby membuat tekad Mahesa semakin bulat. Yap! Dia harus membuat Mayang merasa tidak sendirian. Membahagiakan gadis itu.
.
.
.

Satu minggu kemudian.

"Males ah!" ujar Mayang menanggapi rajukan Mahesa yang memintanya datang ke acar graduasi sekolah malam ini. Gadis itu menjatuhkan dirinya ke sofa dan kembali menatap kosong keluar jendela.

Mahesa yang duduk di nakas berdecak. "Bodo amat, harus ikut pokonya." Lelaki beralis tebal itu menghampiri Mayang dan menatapnya dekat-dekat, "nih titipan dari Jingga, see you soon." katanya setelah mengacak rambut Mayang. Ia pergi meninggalkan Mayang yang tercenung menatap bingkisan di meja. Tanpa membongkarnya ia tahu, pasti Jingga memberinya dress, gaun pesta yang tak pernah bersahabat baik dengannya.
.
.
.
Setelah sempat terpukau dengan penampilan Mayang dengan mini dress hitamnya. Mahesa kemudian harus berpikir keras agar gadis itu bisa menikmati moment dan melupakan sejenak kesedihannya.

Setengah jam yang lalu Mahesa dan Mayang sudah sampai di sekolah. Dan Mayang masih saja terlihat murung. Dia enggan bicara dan tatapannya selalu kosong, terlihat melamun. Bumi, Jingga Reno, Reina, Ali, Zaen terutama Mahesa sudah sangat cemas dan lelah harus bagaimana lagi membuat Mayang kembali ceria.

Sekarang gadis itu sedang mematung, bersandar di dekat pilar tembok. Ia tak peduli kecantikannya berhasil menarik beberapa perhatian siswa yang melintasinya.

Sementara Mahesa dari sebrang memerhatikan. Tatapannya makin intens ketika Elang menghampiri Mayang, mengajaknya sedikit berbincang dan ditanggapi Mayang sekenanya. Tapi tatapan lelaki itu membuat Mahesa tetap merasa was-was. Begitu terlihat bahwa Elang sangat tertarik pada Mayang. Dengan membranikan diri Mahesa menghampiri Mayang berdiri tepat di depannya setelah ia merasa benar-benar terganggu dengan kehadiran Elang.

Mahesa menyerahkan segelas jus kepada Mayang. "Your fav," ujarnya. Mayang menatap gelas yang disodorkan. Ia tak menyangka jika ternyata Mahesa tahu jus mangga adalah salah satu kesukaanya.

"Thanks," sahutnya. Senyuman di bibir Mayang membuat Elang kesal. Fix, Elang merasa harus bergerak cepat, ia harus mengungkapkan perasaanya sekarang juga. Dengan keberanian yang berusaha lelaki itu kumpulkan, Elang menghela napas hendak mengucapkan sesuatu.

"Ikut gua," Mahesa menarik Mayang meninggalkan Elang yang sekarang merutuk kesal habis-habisan. Mayang yang ditarik pun merengut. "Kemana?" ujarnya. Mahesa tak menjawab ia terus membawa Mayang sampai ke aula sekolah. Menaiki tangganya sampai mereka berdua berada tiba di rooftop.

"Liat," Mahesa menunjuk langit tepat ke salah satu bintang yang berpendar. Mayang ikut menatapnya. "Abang lo, dia masih jadi pengintai. Bedanya, sekarang dia gak butuh alat sadap atau apa pun. Dia bilang, dia gak mau liat adek kesayngannya sedih. Dia bilang gua harus jagain lo," Mayang melirik Mahesa yang masih menengadah ke langit bersama senyumannya. Diam-diam membuat Mayang ikut tersenyum dan merasa damai.

Lalu Mahesa menatap Mayang. Menarik kedua bahu gadis itu supaya lebih dekat. "Mungkin cara gua klasik, banyak terjadi di film-film, atau di buku-buku yang lo baca. Gua gak bisa sekreatif Bumi ke Jingga. Gua kaku. To the pont. Cuek. Apa pun penilaian lo, gua akui itu bener." Mahesa menghela napas untuk membuang kegugupan dan melanjutnkan ucapannya.

"Lo bebas May, sebebas diri lo sekarang. Gua cuma minta hati lo. Perasaan lo. Untuk terikat buat gua aja."
Mayang tertegun. Dia beku. Terkejut dan tak menyangka. Jantungnya berdebar dan desir darahnya lebih cepat. "Be mine Mayang..."

Mereka bertatapan sebelum akhirnya Mahesa luluh dan tak dapat menahan diri agar tidak memeluk Mayang. Perlahan tangan Mayang bergerak membalas pelukan Mahesa.
"Tadinya gua gak mau ada acara beginian, gua mau nikahin lo langsung. Cuma, gua risau sama cowok-cowok laen." Mayang tertawa mendengarnya.

Gadis itu melonggarkan pelukannya untuk menatap Mahesa. "Emang gua bakal mau?"

"Maulah. Pasti." sahut Mahesa.

"Yakin bener." Ledekan tersebut dibalas tatapan jahil oleh Mahesa.

"Because i can feel you. Hear your heart. She wants only and calls me,"

"Hahaha anjir ah!" Mayang menepis pipi lelaki itu. "But... btw, i think you true." Akhirnya perasaan itu sampai. Akhirnya dadanya yang sesak lega. Mayang tersenyum dan Mahesa tersunging.

"So... now  we're a couple?" tanya Mahesa menahan kekehan.

"I think... mmm yeah idiot couple, HAHAHA so weird!" sahut Mayang lalu tertawa. Mahesa sekarang bisa tersenyum lebar. Lega, karena matahari telah kembali terbit.

"Like that smile..." ujar Mahes menatap Mayang lekat-lekat. Mayang terkekeh dan kembali memeluk Mahesa.

"Udah ah so sweet-so sweetanya." Sergah Mayang.  "Iya, entar adam cemburu, haha." Ujar Mahesa, tapi mereka tak melepaskan pelukan masing-masing.

.
.
.
💖💖💖💖💖💖💖

Hai guys, baca yuk buku terbaru saya. Judulnya Homesickness. Apalagi yang ngefans sama Mahesa harus baca. Why? Karena itu buku perpuisian yang ditulis kolaborasi bareng Mahesa Inspirator a. k. a. #Alzheimer-world.
Yuk baca 😉 kisah tuan astronot dan putri alien yang bertemu di sudut-sudut tergelap antariksa. Wkwkwk. See you there. Give your appreciate! Vote and comment 😘😘😘😘😘😘

BILURWhere stories live. Discover now