Prolog

8.1K 228 7
                                    

Mayang baru saja bangkit lalu membersihkan jeansnya yang kotor karena terjatuh menimpa debu di lantai lapangan.

"Akhirnya gua bisa memilikinya!" Seru Mahesa sambil memungut papan skate berwarna merah hitam milik Mayang.

Gadis itu lantas mendengus lalu meletakan kedua tangannya di pinggang, mendekati Mahesa dengan langkah kaki menyentak. Enak saja! pikirnya. Dia memang menantang cowok dingin itu melakukan sebuah trik, dan menjanjikan jika Mayang kalah maka Mayang akan menyerahkan papan skatenya, tapi bukan si Tumo kesayangannya.

"Mimpi dulu deh sono!" Mayang merebut barang kesayangannya dari tangan Mahesa, sejurus langsung mendapatkan tatapan kesal dari Mahesa.

"Hey! Your promise me? Inget!!"

"Amat! sangat! inget! tapi maksud gue bukan benda ini." Kata Mayang memberengut memelototi Mahesa sambil memeluk papan skatenya erat-erat.

"Fuck! Lo mengingkari perjanjian."

"Nggak! Gue punya yang lain." Mayang melangkah ke tepi lapang, mendekati kursi besi, lalu mengeluarkan papan skate yang lainya, berwarna pink. Ha Ha Ha sepsial disiapkan untuk Mahesa. Skate itu pemberian hadiah dari Kakaknya tiga tahun yang lalu saat ia belum kehilangan memori ingatan dan masih menyukai warna itu.

Mayang menyimpannya di lantai semen, lalu mendorong benda pink itu dengan kakinya ke arah Mahesa yang sudah terlihat semakin kesal. "Here you are!" seru Mayang lalu tertawa.

Mahesa menghentikannya dengan kaki lalu mendengus dan menginjak skatenya hingga patah. Menandakan jika papa skatenya sudah lapuk.

Tapi Mayang tak peduli. Ia malah meluncur di atas Blind sakte miliknya, bersiul dan meninggalkan lapangan beserta Mahesa yang merutuk.
"Gua sumpahin lo kena batunya!" katanya.

Tanpa sepengetahuan Mayang Mahesa berlari mengkiuti lalu menarik skate yang sedang Mayang gunakan. Gadis itu jatuh dan hanya bisa melongo beberapa detik saat melihat Mahesa mendorong skatenya dengan kaki ke tengah jalan.

"Goblok Ecaaaaaa!" teriaknya lalu beringsut mengejar sakte yang menggelinding di jalanan.

Breeeek! Langkah Mayang terhenti seketika.

"Whaaaaaaat the?! Heuuuu! Mama!" Teriaknya lalu berlari kecil dan memungut kedua belahan Red-black Blind skatenya. Baru saja sebuah mobil mematahkannya menjadi dua bagian.

Mayang kesal namun Mahesa tertawa terbahak-bahak di pinggir lapang. Mata gadis itu menyalang menatap Mahesa. "Gue akan bikin lo sengsara!!"

"Bodo amat!" semprot Mahesa. Lalu melambaikan tangan dan berlari menjauh sambil tertawa-tawa.
.
.
.

Sabtu malam, saat santai biasanya Mayang bersantai. Tapi kali ini ia sibuk, amat sangat sibuk.

"Baaaaang! Abangkan janji mau kasih apa yang aku mau kalau aku ikutan les privat." Mayang berlari menuruni tangga, menghampirinya menarik ujung kaus bagian belakang abangnya. Tapi orang yang bersangkutan berpura-pura tidak mendengar dan menganggap gadis itu tidak ada. Adam terus saja meneruskan aktivitas mondar-mandirinya sambil menulis pesan di handphonenya.

"ABAAAAAAANG!" jerit Mayang lebih keras lagi dan berhasil membuat dia menggeram kesal sambil menjambak rambutnya sendiri.

"Lupa kan gua mau nulis apa." Adam merutuk lalu menatap adiknya dengan kesal, "don't scream you hurt me!" Mayang mengerutkan dahinya, ia merasa jika ia memang sedang mengganggu kakaknya, tapi sisi aktivitas yang dibilang menyakiti kakaknya, Mayang tidak tahu. Meski tidak terima tapi Mayang tidak mau mendebat demi keinginannya dikabul, akhirnya ia kembali merengek.

"Beliin skate baru..." tuturnya malah membuat mimik kesal kakaknya menjadi terecoki kernyitan ketidakpercayaan.

"Kalau gak salah kamu sudah beli skate impianmu sebulan yang lalu?" Lalu Adam kembali fokus menatap ponselnya.

"Patah..." sahut Mayang dengan lemas tanpa melepas cengkraman tangan di ujung baju kakaknya.

Adam menghela nafas lalu menatap Mayang malas, "nabung lagi aja, terus beli lagi. Gampangkan? gak usah nangis-nangis segala." Katanya sambil berusaha melepaskan pegangan tangannya.

Mayang pasti menjambaknya, jika saja rambutnya tak ia pangkas sampai nyaris botak. "Terus janji abang?"

"Emang lo udah ikut les?" Mayang mengangguk dengan yakin atas kebohongangnya.

"Siapa nama guru les Fisika lo?"

Anjrit! rutuk gadis itu dalam hati.

Mayang melirik ke sebalah kanan dan mencari sesuatu, tepat dimana ia menatap meja dapur yang membentang saat itulah ia tersenyum.
"Err ... Karen," jawabnya ragu. "Entahlah aku gak enalan dulu!"

Adam memicing menatap adikknya yang sekarang sudah jongkok karena pegal, akhirnya Adam terkekeh. "Lain kali cari nama karangan asli dari otakmu, yang lebih bagus! merk roaster roti kamu pake nama. Hahahaha!" Dia menggelengkan kepalanya lalu berhasil melepaskan tangan Mayang di kakinya dan pergi melengos ke luar rumah. Mayang berdiri untuk mengejarnya tapi bunyi klakson di sana memblokade langkahnya. Akhirnya Mayang kembali menghempaskan diri di lantai sambil merengek.
"Ecaaaaaa ganti skate gua brengsek!"

♡♡♡

BILURWhere stories live. Discover now