Jangan pedulikan aku untuk saat ini

1K 49 0
                                    


Sofia mendapati suaminya tengah melamun dengan kaki menyilang di beranda setelah sholat maghrib. Ia duduk di sebelah Ario, mengingatkan lelaki itu untuk makan malam. Tetapi Ario menolak.

"Kamu sedang ada masalah?" tanya Sofia.

"Ada manusia yang tidak punya masalah?" Ario tersenyum masam. Ia mmenarik tangan Sofia dan mengecupnya. "Aku sedang tidak mood untuk bicara, Sayangku."

"Kenapa? Nenek sudah menunggumu di bawah. Ia mewanti-wantiku untuk mengingatkanmu makan. Kamu bisa sakit."

"Bisakah kamu melakukan sesuatu, yang tidak berhubungan dengan Nenek?" pinta Ario dengan suara serak. "Hari ini saja."

"Kamu sekarang lebih suka memendam daripada mengatakan apa yang kamu rasakan, Yo. Itu akan menyiksamu."

"Ya, aku tahu. Dulu aku pernah memendam rasa cintaku padamu dan aku hampir menyesal kalau kamu dan Alano tidak berpisah."

Pengakuan itu indah, tetapi tidak sekarang. Saat Ario bicara dengan nada datar dan tatapannya pun sama seperti nada suaranya. Membuat Sofia kewalahan mencari cara untuk memaksa Ario mengatakan yang sebenarnya.

"Sekarang masalahnya lebih besar daripada itu?"

"Tidak, masalah sepele. Masalah di kantor. Its not such a big deal."

"Kamu masih dimusuhi?"

"Kamu pintar meramal. Ya, Ranti. Aku masih dijauhi. Tetapi tidak apa-apa. Seperti katamu, mereka pasti berubah."

"Kamu tidak mencoba untuk meluruskan masalahmu?"

"Untuk apa?" Ario menghela nafas panjang. "Kata temanku, ada tradisi di kantor, di mana orang yang mau ulang tahun akan dikerjai dengan cara seperti itu. Aku harap temanku benar."

"Temanmu?"

"Iya, namanya Tony. Dia orang yang menurutku paling batu, ya maksudku dia yang tetap dekat denganku meski banyak yang menjauhiku. Tapi itu bukan hal yang buruk karena kukira dia tidak memandangku dari sudut pandang orang lain."

"Hm, begitu ya. Tapi kuharap apa yang dikatakan Tony itu benar. Ngomong-ngomong, kamu mau aku berikan kado saat ulang tahun?"

"Aku pernah menolak?"

"Sekali-kali aku ingin kita berargumen, tidak seperti ini. Kamu selalu mengatakan 'ya' dengan apa yang aku lakukan, Iyo."

"Sebenarnya aku tidak ingin kamu bertanya tentang aku. Aku ingin kamu melakukan sesuatu berdasarkan keinginanmu, bukan kata orang lain, termasuk diriku. O ya, mulai besok kamu pilih warna kemeja kerjaku sesuai dengan seleramu, jangan yang dipilih Nenek, oke?"

"Aku tidak tahu kamu tidak menyukai hal itu, Yo. Selama ini aku berusaha untuk beradaptasi dengan hal-hal yang kamu sukai. Aku minta maaf, Yo."

"Tidak apa-apa." Ario menyandarkan kepala istrinya di dadanya. Dikecupnya rambut Sofia. "Aku malah senang, kamu ternyata peduli padaku. Tetapi sekarang hal-hal yang aku sukai sudah berbeda. Semua yang kusukai adalah yang kamu sukai. Karena itu jangan terlalu bergantung pada Nenek, Sofia."

"Ini caramu agar aku setuju Nenek kembali ke New York?"

"Aku bahkan tidak tahu Nenek akan kembali ke NY. Kapan?"

"Aku tidak tahu kapan, tetapi Nenek sudah membeli tiket secara online. Kata Nenek, ia akan membatalkan niatnya jika aku dan kamu memintanya."

"Sebenarnya aku tidak keberatan Nenek tinggal di sini. Toh selama ini Nenek tidak merepotkan. Tetapi aku juga tidak ingin ia menghabiskan masa tuanya bukan di tanah kelahirannya."

That One Person Who Loves Me (COMPLETED)Where stories live. Discover now