Parkinson

1.1K 60 4
                                    

Sofia terdiam sesaat di depan rumah Ario yang jauh dari pusat kota. Tidak tahu apa yang harus dikatakannya. Teman kakaknya itu ternyata benar-benar kaya!

Rumah besar bergaya Eropa berdiri megah di depannya. Di sekeliling halaman itu banyak pembantu-pembantu yang sedang memotong rumput, menyiram tanaman, dan ada juga yang mencuci mobil Bentley Ario.

Sofia pernah baca di sebuah majalah, hanya jutawan dan selebritis terkenal saja yang memiliki rumah di Hamptons.

Tiba-tiba saja Sofia merasa mual. Bukan karena kemewahan yang terpampang di depannya. Lantaran letak rumah Ario yang berada di dekat pantai. Tidak biasanya Sofia seperti ini. Ia menyukai pantai. Tetapi baru kali ini ia ingin muntah.

Seseorang menepuk pundaknya. Sofia menoleh. Bu Salina tersenyum padanya dan mengajaknya masuk ke rumah. Rupanya keterkejutan Sofia tidak sampai di situ saja. Begitu masuk, ia kagum sekali dengan rumah keluarga Ario. Meskipun sedang direnovasi, kesan Eropa yang ada di rumah itu masih terlihat kental dengan nuansa Allucard. Klasik.

Bu Salina mengajak Sofia ke ruang tengah. Di sana sudah ada Ario dan tukang-tukang yang sedang mendekorasi ruangan itu. Ario tersenyum melihat ibunya. Dipeluknya ibunya cukup lama.

Sofia baru tahu bahwa ibu Ario itu baru saja kembali dari Indonesia setelah prosesi penguburan ayahnya. Setelah melepas kangen dengan putranya, Bu Salina mengajak Sofia untuk meminum teh di pinggir kolam renang.

"Nenek Ario sudah lama tidak mendengarkan lagu klasik sejak kakek Ario meninggal. Musik klasik hanya mengingatkannya pada almarhum kakek Ario. Saya tahu sekali rasanya ketika ayah Ario meninggal. Semua yang disukai ayah Ario hanya membuat saya sedih, " Bu Salina menghapus air mata yang telah membasahi matanya, lalu tersenyum pada Sofia. "Maaf saya jadi banyak cerita. Kamu sendiri bagaimana, Sofia? Mengapa kamu tidak ada saat ayah Ario meninggal?"

Sofia menunduk, menggigit bibirnya. Tidak mungkin ia memberitahu bahwa saat itu penyakitnya kambuh. Tetapi Sofia tidak bisa membohongi ibu Ario. Bu Salina sangat ramah padanya.

Karena lawan bicaranya terdiam cukup lama, Bu Salina melanjutkan bicaranya, seolah tak pernah bertanya. "Kamu tahu, Sofia, sebenarnya saya dan ayah Ario itu awalnya tidak saling mencintai. Saya tidak pernah menceritakan ini kepada siapapun, termasuk Ario. Ayah Ario sudah mencintai orang lain. Tetapi karena almarhum kakek Ario ingin ayah Ario menikah dengan orang Indonesia, dan kebetulan saat itu ayah Ario bertemu dengan saya, maka ayah Ario menikahi saya. Awalnya saya keberatan. Tetapi saya tidak peduli karena saya mencintai ayah Ario." Bu Salina terdiam sejenak, lalu melanjutkan, "Belakangan saya baru tahu, ayah Ario ternyata mencintai saya. Ia menyembunyikan penyakitnya dari saya dan keluarga. Ia tidak ingin menyusahkan saya. Tetapi sekarang saya menyesal, Sofia. Andai saja saya tahu saat itu ia sedang sakit, saya akan melakukan apa saja untuk membahagiakannya."

Sofia menggenggam tangan ibu Ario ketika dilihatnya Bu Salina mengeluarkan air mata. "Saya sudah tahu semuanya tentang kamu, Sofia. Kamu menderita Parkinson, kan?"

Sofia tersentak. Genggamannya melemas mendengar ucapan Bu Salina barusan. Bagaimana ibu Ario tahu ia mengidap penyakit itu? Ario dan berharap tidak pernah mengenal keluarga lelaki itu.

Bu Salina tersenyum menyemangati. "Saya tahu dari Dokter Shermand. Dia adalah teman ayah Ario, karena itu ayah Ario ingin dirawat di sana. Karena selain rumah sakit itu bagus, di sana ada teman dekat ayah Ario. Saat ayah Ario meninggal, saya ke ruangan Dokter Shermand untuk memberitahunya. Di saat itiu seorang lelaki datang ke ruangannya dan membopong kamu. Saya tidak tahu siapa lelaki itu, dan sekarang saya mengerti mengapa kamu memilih menjauh dari Ario."

"Lelaki itu adalah kekasih saya, Tante," jawab Sofia dengan mata menerawang. Seolah-olah dia sedang mendeskripsikan pangeran berkuda putihnya. "Tetapi sekarang sudah tidak lagi."

That One Person Who Loves Me (COMPLETED)Where stories live. Discover now