Aku tidak bisa menolakmu, Sayang.

1K 51 0
                                    

"Aku nikahkan engkau, dan aku kawinkan engkau dengan pinanganmu putriku, Sofia Asmaranti Agraprana dengan mas kawin berupa seperangkat alat sholat, tunai."

"Saya terima nikahnya dan kawinnya, Sofia binti Haji Adityo Agraprana dengan mas kawin berupa seperangkat alat sholat, dibayar tunai."

Ario menghembuskan nafasnya dengan lega. Dari tadi malam ia tidak tidur dan memilih menghafaslkan ucapan ijab kabul. Dan kini, semua penantian panjangnya usai. Ia menikahi perempuan yang ia cintai.

Semua orang mengatakan 'sah' disertai tangis haru-biru. Ario menatap Sofia yang duduk di sampingnya, dan mulai mengecup kening perempuan yang kini menjadi istrinya.

Mereka merasakan hal yang sama. Kecupan itu bukan kecupan yang pernah mereka lakukan sebelumnya. Kecupan itu kecupan halal. Kenikmatan yang diberikan oleh surga duniawi.

Cinta mereka tidak berhenti sampai di situ. Pernikahan adalah sebuah awal untuk hidup mereka, di mana mereka akan mengalami masa-masa sulit dan senang bersama.

Sofia menitikkan air matanya yang sendu. Ario tersenyum. Ia tahu, air mata itu berarti kebahagiaan yang tak terperi.

Ario tidak peduli jika mereka mengarungi lautan garam setelah menikah. Ia yakin, sesuatu akan hadir, jauh lebih baik dari ini, karena ia akan menjalaninya dengan cinta.

Sebagai hadiah pernikahan, Nenek Lily memberikan Ario sebuah pekerjaan di sebuah perusahaan arsitektur. Ario menolak, baginya rumah di Adityawarman sudah lebih dari cukup yang diberikan neneknya.

Kini Ario dan Sofia tinggal di rumah itu. Awalnya Ario ragu Sofia akan nyaman tinggal di rumah itu, mengingat rumah keluarga Agraprana jauh lebih besar daripada rumahnya.

Tetapi Sofia tidak menampakkan ketidaksukaannya pada rumah itu. Ia suka dengan beranda lantai dua yang dipenuhi bunga Bougenvil. Jika ia sedang bosan, ia pergi ke sana dan menghirup udara segar sambil melihat pemandangan halaman belakang.

Halaman belakang itupun ditanami bunga-bunga dari anggrek, tulip, sampai mawar. Ibu Ario yang menyuruh orang untuk menanamnya. Sebuah rumah tak cukup tanah yang besar, tetapi harus memiliki keindahan sehingga penghuninya nyaman berada di rumah.

Ario menemui Sofia yang duduk di beranda sambil membaca novel.

"Kamu pasti menolak." Sofia mendesah, ia menutup novelnya dan menaruhnya di meja yang menengahi antara dirinya dan Ario. "Kenapa?"

"Jadi kamu tahu Nenek memberiku pekerjaan?" sahut Ario dengan kesal.

Tidak, ia tidak kesal pada Sofia. Ia kesal dengan keadaan. Mengapa tak ada satupun orang yang mengerti dirinya, bahwa ia ingin memulai hidupnya dari awal?

"Tapi Nenek ingin yang terbaik bagimu, Iyo. Nenekmu pasti takut, jika kamu memulainya dari awal dan itu sama sekali tidak berhubungan dengannya, kamu akan lupa padanya."

"Bagaimana aku bisa lupa? Malam pertama kita batal karena Nenek."

Sofia mengangguk. Ia dan Ario belum berhubungan secara fisik karena kemarin nenek Ario mengeluh perutnya sakit dan ingin ditemani oleh Ario dan Sofia. Sofia tidak keberatan, karena minggu depan Nenek akan kembali ke New York, dan itu artinya waktunya bersama Nenek tidak lama lagi.

Berbeda dengan Ario. Suaminya justru menganggap Nenek mengada-ada. Nenek memang posesif terhadap dirinya. Dan itu membuat Ario kesal. Bayangkan saja. Ia sudah membayangkan mengecup kening sampai kaki istrinya, tetapi khayalannya yang membumbung harus ditunda karena Nenek sakit.

Dan sekarang Nenek menawarkannya untuk bekerja di sebuah perusahaan arsitek. Nenek juga menambahkan, Ario diterima di perusahaan itu karena rekomendasi dari Nenek. Sungguh menyebalkan!

That One Person Who Loves Me (COMPLETED)Where stories live. Discover now