Kamu masih ingat padanya rupanya

1.8K 84 3
                                    

New York masih menjadi salah satu wilayah terpadat di dunia begitu Sofia menginjakkan kakinya di sana. Kenangannya yang singkat bersama Ario terbayang di benaknya ketika ia berada di taksi yang membawanya ke rumah.

Telapak tangan Ario yang kasar menyentuh tangannya. Rangkulannya yang masih terasa hangat di tubuh Sofia. Dan dadanya yang bidang, yang aman untuk Sofia jadikan tempat sandaran.Sofia mengeluh dalam hati. Pantaskah ia membuka lembaran baru bersama lelaki itu?

Perasaan trauma itu belum hilang dari hatinya. Sofia belum bisa membuang kesakitannya. Gagal nikah. Perempuan mana yang tidak trauma gagal menikah? Perempuan mana yang tidak sakit hati ditinggal lima hari sebelum hari pernikahan? Perempuan mana yang tidak marah ketika kekasihnya meninggalkannya karena perempuan lain?

Ponsel Sofia berbunyi. Ada pesan dari email yang tak ia kenal.

How's New York, Sofia? - Ario

Lelaki itu sudah kembali ke Paris bersama Adrian seminggu sebelum Sofia kembali ke New York. Sofia tidak menyangka, lelaki itu akan mengirimkannya pesan. Ketika mereka berpisah di stasiun kereta, Sofia tidak memberitahu alamat email maupun nomor teleponnya pada Ario.

Pasti tahu dari Adrian, gumam Sofia.

Sofia membalasnya:

Good. I just reached here. How's Paris? Still being a romantic city, huh?

Sayang sekali begitu pesan itu terkirim, ponsel Sofia mati karena kehabisan baterai. Selama di Monaco Sofia memang tidak mengisi baterai pada ponselnya. Dia lupa karena di sana ia sama sekali tidak menggunakan ponselnya.

Ia sampai di rumahnya yang di depannya terdapat plang Sofia Piano Course. Di kota metropolitan ini ia tinggal sendiri. Orangtuanya tinggal di Indonesia.

Sofia disambut oleh pembantu setianya, Bik Ira ketika masuk. Ayah memang tidak ingin menggunakan orang bule sebagai pembantu. Bik Ira ini pengasuh Adrian dan Sofia sejak mereka bayi, sejak ia tinggal di Indonesia.

Awalnya Ayah Sofia keberatan Sofia tinggal di New York setelah lulus kuliah di sana. Apalagi Sofia menolak menerima fasilitas dari ayahnya. Sofia memutuskan untuk hidup mandiri. Dari kecil ayah Sofia memang mendidiknya untuk tidak manja namun tidak juga bersikap otoriter pada Sofia. Akhirnya Ayah setuju, dengan syarat ia yang membelikan Sofia rumah. Karena bagaimanapun, Sofia adalah putri kesayangannya. Tidak pernah sekalipun Ayah membuat Sofia sedih. Pernah sekali Ayah marah karena putrinya gagal menikah. Tetapi Sofia tahu, Ayah marah bukan karena membencinya, melainkan untuk menutupi rasa sedih yang dirasakan putrinya.

Sofia langsung ke kamarnya dan nge-charge ponselnya. Karena tidak sabar balasan Ario, ia bergegas menyalakan komputer yang ada di kamarnya dan mengecek inbox email-nya.

Yeay! Ada balasan lagi dari Ario. Kali ini lebih panjang.

Yupp, it's still the most romantic city.. Tapi percuma, Sofia, jika tidak ada pasangan untuk kamu ajak ke sini. Apalagi statusmu yang baru ditinggalkan kekasih. Ups! Keceplosan. Jangan marah ya. Oh iya, bagaimana dengan konsermu? Aku bisa book tiket dari sekarang?

Sofia hendak membalas ketika pembantunya datang sambil membawa telepon wireless. Telepon dari salah satu muridnya, katanya. Rupanya muridnya itu marah karena ia terlalu lama pergi liburan.

Dengan tenang Sofia meminta maaf. Ia siap jika sore itu muridnya datang untuk belajar piano.Bahkan tidak usah membayar.

Sebenarnya basa-basi. Sofia sedang letih sekali. Perjalanannya dari benua lain sangat menguras tenaganya. Tetapi muridnya ini seperti tak sabar. Sore itu ia datang ke ruang depan, tempat Sofia mengajar.

That One Person Who Loves Me (COMPLETED)Where stories live. Discover now