“Hanin, Nin... Hanin...” Friska panik. "Berhenti!" kata Friska sedikit berteriak.

Mendengar teriakan Friska, Citra dan Ririn langsung mengalihkan pandangan mereka. Melihat Hanin jatuh pingsan, Citra dan Ririn bergegas membantu Friska membawa Hanin ke kamar.

Tidak lama kemudian, mereka bertiga berada di kamar menunggu Hanin siuman. Friska terlihat sedang mengoleskan minyak angin ke bagian pelipis Hanin, sementara Citra dan Ririn berdiri berdampingan, tapi saling diam seperti orang yang tak saling kenal. Hanin pun perlahan membuka matanya.

“Emh...” keluh Hanin sambil memegang pelipisnya.

Ririn dan Citra langsung mendekat ke tempat tidur, dimana Hanin terbaring.

“Syukurlah lo udah siuman,” kata Friska.

Hanin pun bangun dari tidurnya dan duduk.

“Nin... maafin gue ya,” kata Citra.

“Maafin gue juga, Nin... udah kasar sama lo,” kata Ririn merasa bersalah.

“Aku nggak apa-apa kok. Aku harap kalian jangan berantem lagi kayak tadi, ya...! Kalau lagi ada masalah, kita bisa kan omongin baik-baik. Aku yakin semua pasti ada jalan keluarnya.”

“Dia yang mulai duluan!” ujar Citra kepada Ririn.

“Kok gue, ya jelas elo lah,” bantah Ririn tidak mau kalah.

“Udah-udah, nggak kasian apa sama Hanin. Dia pasti tambah pusing kalau harus ngedengerin ocehan kalian,” ujar Friska sedikit membentak.

Citra dan Ririn pun diam.

Setelah kejadian malam itu, hubungan persahabatan Citra dan Ririn jadi kurang baik. Mereka malah jadi saling diam, bahkan saling menghindar satu sama lain. Hanin dan Friska pun mencoba untuk memperbaiki hubungan mereka seperti dulu lagi, tapi Citra yang keras dan Ririn yang egois membuat Hanin dan Friska mengalami kesulitan mendamaikan mereka. Hingga tidak terasa satu minggu pun telah berlalu.

“Sampe kapan kalian kayak gini?” tanya Friska.

Saat mereka berempat sedang berkumpul menonton TV, tapi Ririn dan Citra tetap saling acuh.

“Bener kata Friska, aku pengen kita kayak dulu lagi, Cit... Rin....”

Citra dan Ririn tetap diam tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.

“Kalau masalah uang itu, aku kan udah nggak permasalahin lagi. Aku ikhlas kok, aku cuma pengen kalian baikan lagi.”

“Bukan masalah itu, Nin... kelakuan dia, kelakuan dia udah kurang ngajar sama lo.”

“Maksud lo apa bilang ke gue kayak gitu!”

“Lagian lo mau sampai kapan abis-abisan buat cowok lo itu, dia nggak pantes buat lo."

“Ini nih yang gue nggak suka dari lo, lo tuh so baik, so alim, so paling bener. Lo nggak kenal dia, jadi lo nggak tau dia kayak gimana.”

“Terserah deh lo mau ngomong apa, yang jelas semua ini gue lakuin karena gue care sama lo. Gue cuma nggak mau sahabat gue jatuh ke tangan orang yang salah. Tapi kalau lo nggak suka, fine. Itu urusan lo. Setidaknya gue udah nyoba buat ngingetin elo,” kata Citra sambil pergi meninggalkan ketiga sahabatnya.

“Gue rasa omongan Citra nggak salah-salah banget deh, Rin. Citra nggak mungkin kayak gini kalau dia nggak peduli sama lo.”

Ririn hanya diam mendengar ucapan Friska kepadanya.

Dan benar saja apa yang Citra ucapkan. Tidak harus menunggu lama, pada akhirnya dengan mata kepalanya sendiri, Ririn mengetahui siapa laki-laki itu sebenarnya. Laki-laki itu menjadi pacar Ririn hanya untuk memanfaatkannya saja, menguras uang Ririn untuk membahagiakan wanita lain. Secara tidak langsung Ririn hanya dijadikan ATM berjalan oleh laki-laki itu tanpa rasa cinta sedikitpun. Ririn benar-benar merasa dipermainkan, hatinya terasa sakit. Kekecewaan pun sangat jelas terlihat, dan tanpa malu Ririn pun menghampiri Citra di Apartemen. Ririn langsung memeluk Citra sambil melepaskan kesedihaannya.

“Maafin gue, Cit... maafin gue,” kata Ririn menangis di pelukan Citra.

Citra malah merasa heran dengan sikap Ririn yang tiba-tiba masuk, dan langsung memeluknya sambil menangis.

“Lo kenapa, Rin?” tanya Citra tidak mengerti.

“Maafin gue, Cit... apa yang lo bilang itu bener. Laki-laki itu emang jahat, dia jahat, Cit. Dia jahat sama gue,” ujar Ririn tersendu-sendu.

Ririn benar-benar merasakan kekecewakan yang mendalam. Hanin dan Friska pun masuk menghampiri Ririn dan Citra. Mereka  mencoba menenangkan Ririn yang sedang bersedih, agar mau menceritakan apa yang sebenernya terjadi, sampai-sampai membuatnya menangis seperti sekarang ini. Setelah merasa sedikit tenang, Ririn pun menceritakan apa yang terjadi kepada ketiga sahabatnya itu. Bahwa apa yang Citra bilang tentang pacarnya itu semuanya benar, laki-laki itu sama sekali tidak mencintai Ririn, dia hanya memanfaatkan Ririn saja. Mendengar itu mereka bertiga pun ikut sedih, tapi mereka berusaha menenangkan Ririn bahwa Ririn tak sendiri. Dia masih punya sahabat yang akan selalu ada buat Ririn. Ririn pun meminta maaf kepada Citra, dan mereka kembali bersahabat seperti dulu. Mereka berempat berharap dengan adanya cobaan kemarin, akan semakin membuat persahabatan mereka lebih baik lagi.

***

Sunshine (ketulusan, cinta dan pengorbanan) REVISIحيث تعيش القصص. اكتشف الآن