-31- Keadaan Ferdy

45 2 0
                                    

"Atuh kasep, kenapa atuh bisa begini, pantes aja warung bibi sepi ngga ada kamu" ucap bi Edah sambil mengusap air matanya.

Bi Edah adalah wanita paruhbaya pemilik warung kopi yang sering didatangi Ferdy dan juga tempat bolosnya bersama Akbar dan kawan kawannya yang lain.
Bi edah datang bersama Akbar, Rusdi, Amat, Rio, Oji, dan Mail. Kata Akbar, Oji inilah yang ngajak bi Edah buat jenguk Ferdy. Dengan antusias bi Edah segera tutup toko dan ikut dengan mereka. Kata Akbar juga, bi Edah ini gabisa punya anak dan dia udah nganggep ferdy dan mereka semua yang sering nongkrong di warungnya itu udah kaya anaknya.

"Cepet sadar atuh, bibi mah cuma bisa doa aja" ucap bi Edah masih dengan tangisnya.

Karena melihat kondisi bi Edah yang terus terusan menangis, merekapun memutuskan untuk pulang. Namun Akbar masih disini, alasannya sih masih ingin menemaniku.

"Ferina kemana ay?" tanya Akbar.

"Yaelah nih anak ternyata masih sempet aja modus" jawabku.

"Yee kan tumben aja gituu, oiyah anak-anak gabisa dateng jenguk katanya. Tapi tenang aja mereka selalu mendoakan ferdy supaya cepet sadar" ucap Akbar.

"Tadi pas keluarga besar gua pulang, Rina ikut pergi. Mau ketemu ibunya. Yauda gapapa, kalem" jawabku.

"Ke kuburan?" tanya Akbar heran.

"Iyah bar, kemana lagii" jawabku.

"Sendiri?" tanya Akbar kembali.

"Sama ayahnya, nanya mulu ilaaah" jawabku yang akhirnya membuat Akbar diam dan cengengesan.

Kini Akbar menyuruhku untuk istirahat, karena ia yang akan menggantikanku menjaga Ferdy. Sambil menunggu Rina pulang katanya. Anak itu memang mencari kesempatan dalam kesempitan. Tapi tak apalah, aku lebih setuju jika Akbar yang bersama Rina dibandingkan yang lain. Karena memang Akbar adalah orang yang aku kenal sehingga ia lebih bisa dipercaya.

Aku memang belum istirahat dari tadi pagi. Karena begitu banyak yang datang menjenguk Ferdy. Yah, anak itu memang paling bisa mengambil simpatik orang.

Dimulai dari keluarga besarku yang membuat seisi ruangan menjadi gaduh, mereka tak kenal tempat. Namun pada saat itu Ika tak ada, ia sedang sibuk mengurusi kuliahnya diluar provinsi.

Tak lama setelah mereka pulang, datanglah Risa, Lia dan Anggi bersama bu Eko wali kelas kami. Belum lagi fansnya Ferdy 5orang. Mereka terlihat begitu sedih. Mereka ramah padaku. Mereka memperkenalkan diri satu persatu, Sela, Indah, Meli, Eka dan Indri.

"Terimakasih Aya udah jagain Ferdy" ucap Sela, seolah olah selama ini akulah yang telah menjaga Ferdy mereka yang berharga. Padahal sebaliknya, akulah yang dijaga.

"Terimakasih juga udah nyuruh Ferdy balesin chat dari kami" ucap Meli.

"Loh kalian tau dari mana?" tanyaku bingung.

"Udah gaperlu tau, kita pulang dulu yaa" ucap Indri lalu mereka pun pergi.

Nah setelah mereka pergi, barulah Akbar dan yang lainnya datang.

***

Aku tebangun pukul 7 malam. Didalam ruangan itu ada Ayah, Mamah, om Nata dan Rina.
Rina tengah duduk disamping ferdy. Sedangkan Ayah, Mamah, dan om Nata sedang berbincang bersama di sofa.

"Ayah kenapa ngga bangunin aku?" tanyaku seraya mengubah posisi menjadi duduk.

"Kasian kamu cape" jawab Ayah.

"Tadi si Akbar nitip salam aja katanya, mau bangunin kamu gatega" ucap Mamah.

"Iyah, Aku mandi dulu yah mah" ucapku lalu beranjak mandi.

Setelah mandi, Ayah beserta om Nata mengajakku makan malam, biar Ferina saja yng menggantikanku menjaga Ferdy, namun aku menolak.
Aku hanya meminta mereka membawakan untukku disini. Karena aku tidak mau meninggalkan Ferdy sebelum ia siuman.
Entah, aku tak ingat kapan terakhir kali aku meminum air putih dan makan dengan lahap.yang terus aku pikirkan hanya Ferdy, ya dia harus siuman.

Kini hanya tersisa aku dan Ferdy, ya hanya kami berdua. Namun Ferdy hanya membisu. Terbaring lemah diatas ranjang dengan kepala diperban, wajah dan lengan lecet lecet. Sering sekali kupandang wajahnya, membayangnya ia membuka matanya lalu tersenyum kepadaku.senyuman manisnya itu, aku rindu.
Dan benar saja lagi lagi aku membayangkan seolah olah ia membuka matanya lalu tersenyum melihatku. Aku sudah penuh halusinasi. Ku pukul kepalaku sekali. Namun senyuman itu masih tercetak di bibirnya. aku kembali melongo, dan kini ia menaikkan alisnya seolah oleh menyakinkanku. Yang benar saja. Aku sungguh bodoh tak bisa membedakan ini nyata atau tidak.

Kini tangannya meraik wajahku dengan penuh perjuangan, lalu kembali memberikan senyuman itu,senyuman yang aku rindukan, amat teramat sangat. Setelah yakin bahwa ini kenyataan, aku segera menggenggam tangan itu, air mata terjatuh begitu saja. Ya, Ferdy telah siuman, aku sungguh bahagia. Terimakasih tuhan kau telah mengabulkannya, mengabulkan doa doaku.

"Kok nangis?" tanya Ferdy.

"Ih bego, ini bahagia tauu, ihh bikin khawatir ajaa" ucapku sembari isak tangis.

"Maaf" ucapnya dengan wajah penuh rasa bersalah.

"Iyaa gua maafin, cepet sembuh mangkanya" ucapku sambil memeluk lengannya.

"Ihh pengen meluk, kangen deh. Udah berapa hari emang gua disini?" tanya Ferdy.

"Udah 3hari fer, banyak yang jengukin elu kesini ucapku" masih dengan isak tangis.

"Sinisini pengen meluk" ucapnya.

"Emang badanlu gasakit?" tanyaku memastikan.

"Ngga, yang sakit Cuma kepala, sisanya Cuma ngilu pegel pegel doang, obatnya Cuma elu. Udaa sini" ucapnya sambil menarikku kedalam pelukannya.

Ya dia sukses membuatku menangis sejadi-jadinya.

"Nangis terus dari tadi udah 10 menit lebih loh" ucap Ferdy.

"Ferina sama yang lainnya kemana?" Tanyanya usai aku meredakan tangisku.

"Lagi beli makan, bentar lagi sampe mungkin" jawabku.

"Lu ga makan?" tanya Ferdy.

"Dibungkusin sama om nata" jawabku.

"Ada papah?" tanya ferdy sedikit terkejut.

"Iyahh, dia khawatir banget fer sama lu" ucapku.

Ferdy hanya terdiam.

Pintu kamar terbuka, Ferina, Ayah, Mamah dan om Nata telah kembali. Mereka terkejut melihat Ferdy sudah siuman. Ayah mengajakku untuk keluar bersama mamah. Biarkan Ferdy bersama dengan keluarga kecilnya.

---------------------------------------------------------

8 Juni 2019
PeronaT 👸🏻

Thanks Ferdy!Where stories live. Discover now