Bagian 58 (Menyambung Tali Yang Terputus)

En başından başla
                                    

***

 Enam bulan sejak Yunan tinggal bersama Erika dan Farhan.

Pagi itu Farhan sedang sarapan sambil membaca surat kabar. Yunan masih mengunyah roti bakarnya, dan Erika sedang mencuci tangan di sink dapur.

"Yunaaaannn!!"

Suara anak laki-laki yang bervolume keras itu membuat Farhan menurunkan surat kabar yang sedang dibacanya. Dia beradu tatap dengan Yunan. "Tuh, temenmu di depan," ucap Farhan pada Yunan.

Yunan entah kenapa nampak segan menyahuti panggilan itu. "Iya, Yah. Aku keluar dulu," katanya sebelum berdiri dari kursinya dan keluar rumah. Tak lama, Yunan sudah kembali ke ruang makan.

Farhan mengamati ekspresi kurang nyaman di wajahnya. "Kok cepat? Siapa yang barusan datang?"

"Oh ... em. Itu tadi Revan," jawab Yunan gugup.

Revan adalah salah satu anak komplek yang rumahnya tak jauh dari rumah mereka. Hanya selisih satu blok saja.

Farhan masih merasa penasaran. "Dia ngajakin kamu main?"

"Iya, Yah. Dia tahu aku hari ini sekolah cuma sebentar. Jadi dia ngajakin main nanti setelah siang."

Penjelasan Yunan terasa seperti belum tuntas. Jadi Farhan bertanya lagi. "Trus? Kamu bilang iya?"

Yunan terdiam sejenak, sebelum menjawab dengan ragu. "Aku bilang, nanti aku gak bisa ke rumahnya. Ada tugas yang harus kukerjakan."

"Ooh," gumam Farhan meneguk sisa kopinya yang sudah tidak panas lagi. Dia menyadari ada yang disembunyikan Yunan, tapi Farhan tidak bertanya lagi.

***

Siang itu saat jam istirahat, Farhan seperti biasa menjemput Yunan ke sekolahnya. Karena tempat kerjanya tidak terlalu formal, dia bisa melakukan ini. Hal yang biasanya dilakukan ibu-ibu. Menjemput anak pulang sekolah. Sementara kantor Erika begitu kaku dan memiliki peraturan ketat. Untuk izin sekalipun, terkadang agak sulit. Maka jadilah Farhan berperan ganda. Ayah sekaligus Ibu.

Mobil sudah berhenti sempurna di tempat parkir di luar gedung sekolah. Anak-anak berseragam baju koko putih, berhamburan keluar dari gerbang sekolah. Setelah menunggu beberapa menit, Yunan muncul diantara anak-anak itu. Dia sedang berjalan sambil mengobrol dengan teman akrabnya yang dikenalinya bernama Sonny. Farhan tersenyum melihat anak angkatnya itu. Hanya perasaannya sajakah, atau dia memang nampak berbeda diantara teman-temannya? Kulit wajah Yunan aslinya agak kecoklatan. Tapi entah bagaimana, wajah Yunan kelihatan lebih cerah, bahkan dibandingkan dengan anak-anak lain yang berkulit putih.

Saat melihat Farhan sudah menunggunya, dia segera berpamitan dengan Sonny dan mempercepat langkahnya menghampiri mobil Farhan.

Saat sampai di samping pintu kemudi, Yunan berbicara dengan napas tersengal. "Apa aku terlalu lama? Maaf ya, Yah," ucap Yunan dengan ekspresi merasa bersalah.

Farhan tersenyum geli. "Enggak, kok. Ayah baru nyampe. Ayo naik."

Yunan duduk di samping Farhan dan menutup pintu mobil. Seperti biasa, tanpa disuruh, Yunan memasang seat belt-nya.

Farhan memperhatikan gerak-gerik Yunan.

"Ada apa Yah?" tanya Yunan.

"Lain kali, kalo kamu lihat ayah udah dateng, gak perlu buru-buru kayak tadi. Jalan santai aja. Ayah 'kan bisa nunggu."

"Hah? Oh. Aku cuma khawatir. Soalnya setelah nganter aku ke rumah, ayah 'kan harus ke kantor lagi. Aku gak apa-apa kok, Yah. Gak kecapean," kata Yunan. Namun pernyataan bahwa dia tidak kecapean itu disampaikannya dengan napas tersengal ala Senin-Kamis.

ANXI (SEDANG REVISI)Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin