22

429 57 27
                                    

Daniel baru saja selesai mandi saat menemukan ponselnya berbunyi nyaring. Tanpa minat ia meraih ponselnya itu dan melihat siapa yang menghubunginya.

Nomor itu lagi..

Daniel menghembuskan nafasnya dengan tangan mengepal erat. Ekspresinya terlihat dingin dan matanya menatap layar ponselnya dengan tatapan tidak suka.

Ia menerima panggilan telepon itu dan mendekatkan ponselnya ke telinga.

"Sudah kubilang, jangan menghubungiku" desisnya dingin.

"Kenapa tegang sekali, hm?"

"Bahkan untuk mendengar suaramu saja aku jadi ingin membunuhmu" ucap Daniel, tidak ada nada bersahabat setiap ia berbicara.

"Mau apa lagi kau menghubungiku? Bagian mana dari kalimat 'jangan menghubungiku lagi' yang tidak kau mengerti? Apa sesusah itu untuk memahaminya?"

"Hahahaha..." terdengar tawa dari seberang sana membuat raut wajah Daniel semakin dingin.

"Kau tertawa? Apa ini lucu bagimu?"

"Hei, apa dia tidak mendidikmu tentang sopan santun, hm? Kau dan ibumu memang sama saja"

"Jangan membawa-bawa ibuku"

"Apa Kang Seo Jin hanya memikirkan pekerjaannya? Ah, tidak kau jawab pun aku sudah tau jawabannya. Wanita itu memang-"

"Jangan menyebut nama ibuku dengan mulut kotor sialanmu itu!!" teriak Daniel emosi.

Si penelepon kembali tertawa. Daniel susah payah menahan emosinya yang makin memuncak saat mendengar tawa itu.

"Anakku, jangan terlalu kasar pada ayahmu-"

"Jangan menyebut dirimu sebagai seorang ayah, dan jangan menyebutku sebagai anakmu. Kau tidak cocok menjadi seorang ayah dan aku tidak akan pernah menerimamu sebagai ayahku!!"

"Jaga ucapanmu, Kang Daniel!"

"Kenapa harus? Kau bukan orang penting bagiku"

Daniel mendudukkan tubuhnya di tepi ranjang. Matanya terpejam, mencoba menetralkan nafasnya yang sedikit memburu.

"Untuk apa kau muncul dihadapanku? Untuk menghancurkan hidupku? Kalau begitu, selamat. Kau sudah berhasil. Kau menghancurkan kebahagiaanku, menghancurkan harapanku!! Membuatku kehilangan penyemangatku. KAU BERHASIL SIALAN!!"

Emosi Daniel meledak, tidak bisa ditahan lagi. Air matanya menyeruak, membasahi wajahnya.

"Kau puas? Setelah kau menghancurkan kehidupan ibuku, kau menghilang hingga bertahun-tahun. Sekarang kau muncul dan juga berhasil menghancurkan hidupku. Apa lagi yang kau mau?"

"Jangan mengatakan seolah aku-lah yang salah dalam semua hal" ucap si penelepon, yang tak lain adalah ayah kandungnya sendiri.

Lelaki yang pergi meninggalkan ibunya sejak ia masih dalam kandungan ibunya.

"Oh begitu? Lalu semua ini salah siapa? Ibuku? Jangan bercanda kau" dengus Daniel.

"Ya, ibumu yang salah. Salahnya karena terlalu memiliki banyak teman laki-laki padahal dia sudah bersuami. Dia salah karena bersikap seperti gadis yang belum menikah, pergi kemanapun ia suka tanpa peduli bagaimana perasaan suaminya yang ditinggal sendirian"

Daniel tertegun. Ia belum pernah mendengar hal itu sekalipun dari ibunya. Memang, ia sering melihat ibunya menerima tamu yang kebanyakan adalah laki-laki, tapi menurutnya itu wajar-wajar saja.

"Kau yang salah. Berpikir dengan otak sempitmu dan menghilang seenaknya. Jangan menjelek-jelekkan ibuku seenaknya, sedangkan kau lebih buruk darinya" ucap Daniel.

Our MomentsWhere stories live. Discover now