14

446 71 75
                                    



Daniel menghela nafas saat melihat keadaan kamarnya yang berantakan. Ada dua koper yang berdiri di dekatnya, dan pakaian yang berserakan di atas ranjang.

Barang-barangnya yang lain juga masih berserakan di lantai. Kamarnya persis seperti kapal pecah.

"Apa yang kulakukan" desisnya sambil mengusap wajah, tampak frustasi. Ia terduduk di lantai.

Sejak setengah jam lalu, ia berencana untuk mempersiapkan barang-barangnya. Namun kenyataannya ia malah berdiam diri dengan ekspresi bodoh.

Daniel tidak tau, apa yang menyebabkan ia mendadak tertegun dan malah diam seperti itu. Fokusnya hilang begitu saja.

"Aish.." gerutunya, dilanjutkan dengan mengacak-acak rambut hingga kacau total.

"Kenapa jadi frustasi begini, heum?"

Daniel menoleh dan mendapati sang ibu tengah berdiri di depan pintu kamar. Menatapnya sambil tersenyum.

"Eomma.." gumam Daniel, lemah. Bibi Kang mendekati putranya lalu duduk disampingnya.

"Ada masalah apa?"

"Entahlah.. Aku bingung, kenapa hatiku merasa malas untuk mengepak barang-barang" keluh Daniel.

"Pasti ada alasannya"

"Entahlah, eomma"

"Jaehwan-ie?" tebak Bibi Kang. Refleks kepala Daniel berputar ke arah ibunya. Menatapnya kaget + takjub.

"Ku.. Kurasa benar"

Bibi Kang tersenyum.

"Kenapa? Kau tidak rela meninggalkannya?"

Daniel mengangguk, pikirannya terus teringat pada Jaehwan.

"Kalian berpacaran?"

Daniel kembali kaget. Dari mana ibunya tau??

"Eo.. Eomma tau dari mana?" tanyanya gugup.

"Feeling eomma mengatakan begitu" jawab Bibi Kang, lalu menatap Daniel serius.

"Sayang, apa kau sudah memikirkannya baik-baik?" tanya sang ibu. Daniel menelan ludah gugup.

"T.. Tentu saja eomma.."

"Kau yakin kau mencintai Jaehwan-ie?"

Daniel mengangguk mantap.

"Aku sudah mengenalnya sejak bayi, selalu bersama apapun yang kami lakukan. Dia yang paling mengerti aku, begitu juga sebaliknya. Aku menyayanginya eomma, aku mencintainya" jawab Daniel.

"Eomma khawatir sayang.. Pacaran tidak se-enteng yang kau pikirkan. Pacaran itu bukan untuk saling menyakiti, tapi tahap sebelum mereka pindah ke tingkat yang lebih serius. Jika kau tidak yakin dengan perasaanmu padanya, lebih baik putuskan sebelum semuanya terlambat" pesan Bibi Kang.

Ia menggenggam tangan lebar putranya, erat.

"Kalau kau mengajak Jaehwan untuk menjalin sebuah hubungan, berarti kau harus bisa melindunginya, ada saat ia membutuhkanmu, tidak membuatnya kecewa atau sedih terlalu banyak.. Eomma harap, putra eomma bukan orang brengsek, yang suka menyakiti hati pasangannya" lanjut Bibi Kang dengan mata berkaca-kaca.

Daniel tertegun, ia meresapi semua ucapan ibunya. Ia mengerti apa maksud sang ibu. Ia tidak ingin putranya akan bersikap sama seperti suaminya yang meninggalkannya bersama Daniel saat ia masih dalam kandungan.

"Eomma, percayalah. Aku bukan orang yang seperti itu" bisik Daniel.

Bibi Kang memeluk anaknya, lalu mengangguk-angguk.

Our MomentsWhere stories live. Discover now