Chapter 25 (Ning)

1.1K 169 10
                                    

Aku berusaha meyakinkan diri bahwa keputusan yang kuambil telah benar. Dara bercerita soal Banyu yang kini ikut kerja dengan Om Haryo di Semarang. Kupikir inilah caranya untuk pergi. Dariku dan permasalahan kami yang sebenarnya telah selesai. Hanya saja, aku memaksa. Memaksa untuk menyelamatkan puing-puing hubungan kami yang hancur.

Aku mulai menyusun kembali hidupku. Fokus pada skripsiku yang kini rupanya sangat menyita pikiran dan waktuku. Selama nyaris hampir sebulan ini aku tak lagi menghubungi Banyu maupun Jati. Aku berusaha untuk tetap menjalankan hidupku  tanpa keduanya. Mama dan Dara berulang kali memintaku pulang untuk istirahat sejenak. Bahkan Ayah sudah nekat hendak menjemputku di Yogya.

"Mbak nggak apa-apa, Yah. Nanti juga pulang kok. Sekarang lagi skripsi. Mbak minta doanya saja." Ucapku saat Ayah memaksa untuk menjemputku. Akhirnya mereka semua luluh dan membiarkanku hidup di Yogya.

Hari-hariku kini berjalan sangat lambat. Tidak ada kegiatan penting yang kulakukan selain menyelesaikan skripsi dan bimbingan. Tidak ada Jati maupun Banyu. Hanya aku, skripsi dan kehidupanku yang sangat datar.

Aku mendengar segelintir informasi soal Banyu yang kini sama sibuknya denganku untuk mengerjakan skripsi, lepas itu aku tak tahu bagaimana kabarnya lagi. Lain lagi dengan Jati yang beberapa saat lalu masih gencar menghubungiku dan kerap kali mengirimkan makanan kecil untuk menemaniku mengerjakan skripsi, sampai akhirnya Jati juga pergi karena aku tak benar-benar menganggapnya ada. Well, aku tak menyalahkan Jati soal hancurnya hubunganku dan Banyu, ini kesalahanku. Tapi aku kini tak ingin memberi kesan bahwa aku memberi harapan lebih pada Jati lagi dengan terus meladeninya.

******

Awal semester baru menjadi pengingat bahwa waktu kami sebagai mahasiswa akhir harus lekas menyelesaikan segala persoalan skripsi yang membuat kepala pening.

Pada minggu kedua semester baru, aku tak sengaja menjumpai Banyu di kantin. Ia duduk sendiri dengan laptop di hadapannya. Karla, temanku yang kebetulan bimbingan hari ini menyenggol pelan lenganku untuk memberi kode.

"Udah tau." Balasku.

"Samperin, Yu. Ajak ngobrol bentar."

"Hah? Ngapain?" Karla berdecak, "selesein masalah kalian. Jangan kayak anak kecil deh."

"Udah selesai, Kar. Harus ngapain lagi sih?"

"Say hi, tanyain kabar aja." Aku tergelak, "yakali. Penting banget."

"Udah sana samperin." Karla mendorong bahuku sampai akhirnya aku menyeret langkahku untuk menghampiri Banyu.

"Bay ..." panggilku kikuk.

Banyu kelihatan kaget. Ia buru-buru menekan beberapa tombol di laptopnya dan mematikannya.

"Eh, Ayu. Duduk." Ujarnya sambil menyimpan laptopnya kedalam tas.

"Sori, aku ganggu?" Banyu melongo sebentar, "nggak kok. Ada apa?"

"Gimana kabarmu?" Tanyaku spontan. Banyu tersenyum, "baik. Sebaik yang kamu lihat. Kamu gimana?"

"Baik juga. Skripsi kamu gimana?"

"On progress. Baru sampe bab dua. Skripsi kamu?" Tanyanya.

"Sama." Sahutku. Banyu mengangguk. "Udah makan?" Tanya Banyu lagi, aku mengangguk. "Udah."

"Oh, oke." Ujar Banyu. Hening beberapa saat.

"Bay, aku minta maaf."

"Buat apa?"

"Semuanya. Soal Jati juga." Banyu diam sesaat sebelum mengangguk, "aku juga minta maaf, Yu. Kita sama-sama salah. Aku kabur duluan sampai bikin kamu bingung."

Gantian aku yang diam-diam mengangguk. "Kita mulai hidup baru sebagai teman?"

Banyu tersenyum. Ia mengulurkan tangannya.

"Halo, teman." Candanya. Aku ikutan tergelak.

"Aku duluan ya, Bay. Udah ditungguin sama Karla."

"Oh, oke. Hati-hati ya." Aku mengangguk pasti.

Tiba-tiba aku merasa bahuku menjadi amat ringan.

*****

End of Ning Chapter

NavyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang