Chapter 4 (Ning)

1.7K 239 23
                                    

Aku tahu ia bukan Ekalaya seperti yang ia kagumi.
Aku tahu ia bukan pula Arjuna yang melesatkan panahnya dengan gagah berani.

Permintaan maaf Banyu membuatku terdiam untuk beberapa saat. Banyu memohonnya dengan suara lirih, dalam dan tulus. Aku tak bisa berkata-kata sampai Banyu bilang dia ingin tidur karena kepalanya tambah pusing.

"Bay, tolong jangan minta aku menjauh dari Jati." Ucapku lirih,

"Kenapa?"

"Karena aku nggak ingin kesepian. Aku takut kehilangan."

Banyu kian meneluspkan kepalanya ke leherku, "aku lebih takut kehilangan kamu, Yu."

Setelah itu Banyu tak berkata-kata lagi. Ia hanya mengeratkan pelukannya padaku. "Jangan pergi kalau kamu memang nggak harus pergi." Lanjutnya setelah hening beberapa saat.

Kini aku benar-benar diam.

****

Subuh tadi, Banyu buru-buru pulang meski aku sudah mencegahnya karena tubuhnya masih lemah dan wajahnya yang pucat. Tapi Banyu yang keras kepala itu hanya menyunggingkan senyum sambil berkata bahwa ia akan baik-baik saja.

"Yang, sarapan dulu aja. Kamu pulangnya nanti habis sarapan." Ujarku setengah merengek. Banyu hanya tertawa sambil mengacak rambutku. "Nggak apa-apa, Yang. Nanti aku sarapan di kosan. Aku balik ya, jangan nangis."

Aku nyaris menangis. Banyu benar-benar keras kepala dan menyebalkan. Akhirnya aku hanya cemberut sambil terus memandanginya sampai ia menghilang di pertigaan jalan.

Kini aku berjalan gontai ke kampus karena kurang tidur dan memikirkan banyak hal yang sepertinya tak harus kupikirkan. Jati dengan riang gembira memamerkan novel Drupadi karya Seno Gumira Ajidarma sambil bercerita kalau dia menyukai novel ini karena Drupadi banyak mengalami kesusahan sebelum bisa bahagia.

"Ti, astaga. Ini baru jam delapan!" kesalku. Jati tertawa lebar, "kenapa lagi sih, Ning?" tanyanya dengan cengiran jahil.

"Habis dapet jatah dari Banyu kok malah cemberut terus."

Oh Tuhan, aku ingin sekali menimpuk Jati dengan batu. "Kurang puas, Ning?" tanyanya sekali lagi. Kini dengan ekspresi serius yang sangat amat menyebalkan.

"Diem, Mati."

Jati malah terbahak sampai nyaris seisi kantin melirik kearah kami. Setelah aku menimpuk kepala Jati dengan buku dan menyunggingkan senyuman canggung, mereka kembali fokus pada piring mereka.

"Ih, Ning serem banget deh." Ledeknya. Aku hampir saja ngamuk mendengarnya.

"Udah deh, Ti." Jati akhinya mengalah dengan tidak mengolokku lagi. Sebagai gantinya, ia sibuk memainkan ponselnya.

"Eh, Ning. Banyu ada bilang sesuatu nggak ke kamu?"

"Bilang apa?"

"Katanya anak MAPALA mau hiking bulan depan."

Aku melotot kaget, "LAGI?!" Jati nyengir garing. "Kalian kapan sibuk rapatnya? Kok nggak ngasih tahu?"

"Lah, tadi pagi jam delapanan. Banyu yang mimpin rapat. Kata dia Bang Taro nggak bisa dateng, soalnya lagi riset."

"Ini kamu nggak lagi manas-manasin aku, kan?"

"Nggak. Ngapain lagi, emangnya kamu kepanasan?" tanya Jati polos. Aku memukulnya menggunakan makalah sampai ia meringis.

"Lagian, ngeselin banget sih."

"Sana marahnya sama cowok kamu. Jangan ke aku."

****

Kali ini aku benar-benar marah pada Banyu. Bukan karena dia akan pergi hiking atau entah apapun ia menyebutnya, aku marah karena ia memaksakan kondisi fisiknya. Banyu sering anemnia. Kalau ia sampai kurang tidur, ia bisa tiba-tiba datang ke kosanku dengan wajah pucat seperti mayat dan minta ditemani tidur sampai lelap.

"Bay, nggak usah ke kosanku ya. Aku lagi ngambek!" Banyu memasang wajah bersalah lalu menciumi tanganku.

"Yah, kok gitu sih?"

"Sana tidur aja di hutan!" sahutku sadis. "Nanti aku diperkosa sama simpanse, Yang. Kamu tega?"

"Bodo amat!"

"Kalo aku digigit anconda gimana, Yang?"

"Sana pergi. Sana. Aku gak peduli." Banyu mendekatiku dan berbisik, "aku sayang kamu. Kamu juga sayangin aku dong."

"Percuma kalo aku sayangin kamu kalo kamunya juga nggak sayang sama diri sendiri." Balasku dengan berbisik juga. Banyu nyengir lebar, "iya. Aku jaga kesehatan, nggak bakal kurang tidur lagi kok. Kita summitnya siang."

Aku hanya berdeham, yeah. Memangnya aku akan percaya? Jati sering cerita kalau anak MAPALA sering summit selepas ashar sampai subuh karena tujuan utama mereka biasanya sunset dan sensasi dingin-dinginannya di gunung. Aku sering mengomel pada Jati mengenai hal tersebut. Maksudku, kenapa sih mereka banyak sekali yang rela mempertaruhkan nyawa? Hobi sekali membuat orang khawatir!

****

uda aku lope2in aja kalian y syq <3 :*

NavyDonde viven las historias. Descúbrelo ahora