Chapter 12 (Banyu)

1K 170 8
                                    

Gue sakit hati, khawatir, kesal dan luar biasa kecewa. Kecewa karena Arga dan Ayu memang terlihat saling membutuhkan satu sama lain, kecewa karena gue memang nggak selalu benar-benar ada untuk Ayu.

Arga dan Ayu sama-sama ngajak gue ngobrol. Tapi disaat semuanya panas begini, gue bahkan gak tertarik untuk ngobrolin apapun. Gue memutuskan kembali ke basecamp dan ngambil beberapa alat mendaki. Udin, Andi dan beberapa anak lainnya yang tadi mau makan-makan masih duduk di pekarangan basecamp. Begitu melihat gue, mereka sibuk nanyain Arga.

"Udah gue anter pulang. Sekarang sama Bang Taro sama Fajar." Sahut gue lemah. Pikiran gue sudah melantur, tubuh gue juga terasa jauh lebih lelah daripada balik hiking dari Rinjani setahun silam.

"Gue mau tidur deh. Lo pada kalo masih mau makan-makan, terusin aja."

Baru kali ini nggak ada anak mapala yang ngerecokin gue. Sedikit banyak, gue bersyukur. Setelah itu gue menggelar matras dan menutup tubuh gue dengan sleeping bag yang tersedia di basecamp.

*****

Masih jam setengah lima saat gue mengecek ponsel. Beberapa anak mapala yang semalam makan-makan kini tergeletak seperti ikan pindang di basecamp. Pelan-pelan gue mencari keril dan beberapa alat mendaki lainnya lantas buru-buru pergi.

Kabut tipis di sepanjang jalan masih ada. Becek sisa hujan semalampun masih basah. Gue kembali ke kosan untuk mengambil beberapa baju ganti, lalu meneruskan perjalanan gue ke daerah Solo. Gue butuh hiking, sendiri dan lumayan mendebarkan. Gue memilih Gunung Lawu.

Sesampainya di Pos Cemoro Sewu, gue kembali mengecek peralatan hiking gue dan berlagak sok kenal dan sok akrab dengan beberapa pendaki lain sampai akhirnya ada yang mau ngadopsi gue masuk ke tim mereka dan mulai nanjak.

Sejenak gue memang lupa bahwa di Jogja ada sekelumit masalah yang bikin gue pergi. Sweeper tim, Mas Heri, menepuk bahu gue. "Kenapa tho ngelamun terus, Mas Banyu?"

"Ah, nggak kok, Mas." Kilah gue. Mas Heri tergelak, "nggak ngelamun. Cuma bengong ya, Mas?"

Ganti kini gue yang tertawa kecil. "Nggak apa-apa, Mas. Hari ini sampai kita turun lagi, lupain aja dulu masalahnya. Toh kita kesini juga buat senang-senang dan bakar lemak, kan?" Canda Mas Heri.

Gue mengangguk kaku. Separuh membenarkan ucapan Mas Heri. Meski gue nggak benar-benar berniat membakar lemak. Gue kekurangan lemak soalnya.

Perjalanan post to post berjalan lancar-lancar sial. Cuma ya memang gue banyak berpikir selama di jalanan tadi. Berpikir apakah gue memang sudah seharusnya ngaku kalah dan merelakan Ayu buat si Arga, atau bertahan sambil nahan dongkol karena perasaan gue ke dia saat ini memang sudah berubah. Nggak bisa kayak dulu lagi.

Lawu kali ini memang nggak begitu bersahabat. Gerimis nyaris sepanjang jalan. Jalanan jadi licin dan becek. Sampai pos ketiga, Mas Heri memutuskan untuk membangun tenda karena memang nggak memungkinkan lagi.

Kami bersusah payah membangun tenda. Total ada dua tenda yang berdiri. Satu tenda buat dua orang, satu tenda lain buat empat orang, tapi cuma diisi oleh tiga orang. Mas Heri menginstruksikan kami untuk mengganti pakaian dan mencari tempat yang lumayan teduh untuk memasak air.

Setelah gue menemukan tempat yang lumayan teduh, gue memasak air dan menyeduh beberapa bungkus kopi untuk teman baru gue. Jadi babu, biar keliatan sibuk.

Sambil menunggu air matang, otak gue yang memang sejak tadi sudah bergemuruh tiba-tiba makin semerawut dengan sebuah keputusan,

Haruskah gue mulai merelakan Ayu?

******

NavyWhere stories live. Discover now