Part 51 👀Tampan👀

3K 112 20
                                    

Jeng... jeng... jeng...
Author hadir kembaliiii😚😚😚
Maapin author ya teman2.... updatenya ngaret buanget!!! Maap seribu maap. Akhir-akhir ini, author emang lagi sibuk banget.

Udah, ya.. daripada curcol yg unfaedah, langsung cuuss dibaca! Monggo dinikmati😘😋 sebagai obat kangen sama author👋 eh gadeng! Sama Hasbia & Farras, maksudnya🙈

Bismillahhirrahmanirrahim

***
~Lagi-lagi, mata elang. Sungguhpun marah, tetap saja... dan terus saja... membuatku tergoda.~
-Hasbia-
👤👤👤

Untuk sementara waktu, Hasbia mengurungkan niat menginterogasi kedua orang tuanya akan lamaran Zidan. Lagi pula, saat ini mereka sedang tidak ada di rumah. Padahal, belum ada setengah jam yang lalu, suara Ali dan Kiai Mansur telah mampu mengocok isi hatinya.

Ingin sekali ia segera melayangkan protes kepada kedua orang tuanya perihal dua lamaran yang berhasil mereka sembunyikan hingga mengubah status lajangnya. Namun, ia urungkan. Toh, memang ini, kan, yang mereka inginkan? Menyembunyikan dua berita hati yang seharusnya ia ketahui.

Hasbia lebih memilih diam-diam mengetahui lewat waktu yang akan silih berganti membuka kunci dari alur kisah romansanya ini. Lewat hembusan angin yang menerobos tabir. Seperti, tadi yang seharusnya Ali sembunyikan tiba-tiba saja atas kehendak Allah, ia diizinkan untuk tahu lewat pembicaraan Ali sendiri dengan salah satu korbannya.

“Oh, iya! Kak Farras tau nggak, ya, soal ini?” gumamnya. Andai tahu, sungguh kejamnya dia telah merebut hak Hasbia untuk memilih dan menjawab. Andai tidak, “apa mungkin ada sangkut pautnya dengan....,” lanjutnya menggantung dan sekilas terngiang sebuah kalimat yang tadi pagi sengaja didengarnya. Dan itu menyangkut nyawa anak kami.
“Eh, si Non!” celetuk Imah dari balik pintu kulkas, “mau sarapan? Biar mbak siapkan,” tawarnya mengetahui keberadaan Hasbia di meja makan.

He’em... Bia udah lapar banget, nih, Mbak. Buruan, ya!” perintah Hasbia sambil memijat kedua keningnya.

Imah mengantarkan beberapa lembar roti bakar beserta selai cokelat, rasa favorit anak majikannya tersebut ke hadapan Hasbia. “Kenapa, Non? Yang tadi, bikin pusing, ya?”

Masih memijat kening. “Heemm... iya, nih, Mbak,” jawabnya lesu.

“Eh, yang tadi apaan, nih, maksudnya?” tanya Hasbia memastikan dengan nada cepat dan naik satu oktaf. Sepertinya, nyawanya baru pulih setelah nyaris menjalankan permintaan Farras yang baginya amat mendebarkan.

Detik berikutnya ...

“Diiikkk...”

Gubrak.

Terdengar layaknya kilat menyambar kaki langit. Lain dengan yang ini. Kilat tersebut menyambar jantung yang baru saja kembali normal. Hasbia. Ia kelimpungan mencari posisi yang aman.

Hasbia panik seketika. Suara ituuuuu.... oh, tidak!! Baru lima menit yang lalu, udah keluar aja....

“Duh, Mbak! Aduh, Bia harus gimana, nih?” Hasbia panik. Tengak-tengok mencari tempat persembunyian. Bagaimana pun juga, hari ini bahkan untuk besok hingga besok-besoknya lagi, ia berharap tak dipertemukan dengan Farras lagi. Oh, Allah.... lindungi hamba dari pria tampan itu....
Kepanikannya berimbas pada Imah. Ia memiringkan kepala untuk melihat Hasbia yang menjongkokkan tubuhnya di sana. Di bawah meja makan. “Gimana apanya, sih, Non? Non dipanggil sam-“

Hasbia memotong ocehan Imah dengan menempelkan telunjuk kanannya di bibir.

“Mbak?!”

Sosok jangkung yang seakan menjadi momok sesaat bagi Hasbia, kini telah berdiri santai di samping meja makan. Melihat bulu-bulu di kaki jenjang nan putihnya itu, membuat Hasbia susah payah menelan saliva. Jantungnya kembali berdebar tak karuan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 04, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Tuntutan CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang