Part 30 💖Nungguin 2💖

2K 117 1
                                    

***
~Sebisa mungkin, jatuh cintalah dengan biasa-biasa saja. Sebab, jika nanti kehilangannya, kamu jadi tidak terlalu mencari.~

~Namun, jika sudah terlanjur, buanglah perasaan itu sebisa mungkin. Karena belum tentu perasaan yang kau rasakan itu benar dan untuk orang yang benar.~
***

"Assalamu'alaikum," salam Nurma setelah mengetuk pintu kamar asramanya.

"Wa'alaikumussalam," jawab Hasbia seraya meletakkan ponselnya di meja. "Kok udah pulang, Mbak? Katanya, agak sorean?" tanya Hasbia.

Nurma tersenyum sambil berjalan ke gantungan baju untuk meletakkan tas slempangnya. "Nggak jadi, Bia. Ceritanya mbak bilang pulang agak sorean itu karena masih harus ngelatih silat para mahasiswi. Dan mbak lupa kalo jadwal ekstra silat itu udah diganti. Untungnya, diingetin sama teman mbak," Nurma cengengesan mengingat ia tadi sampai rela merasakan sengatan sinar matahari sore demi menanti kedatangan para anggota silat di pinggir lapangan. Padahal, ternyata jadwal sudah dirombak.

Nurma mendudukkan pantatnya di pinggiran kasur. "Jadi, gimana?" tanya Nurma melepas kerudungnya. Ia menggerai rambut hitam panjangnya dan mengibas-ngibaskan kipas tradisionalnya ke leher untuk meredakan gerah yang merajai tubuhnya.

"Gimana apanya, Mbak?" bukannya menjawab, Hasbia malah tanya balik. Nurma menghela napas lelah, "Janji ketemuan sama mas Farras."

Hasbia menghela napas berat. Sebenarnya, ia tak ingin mengikutcampurkan Nurma dalam masalah ini. Cukup Anisa, kakaknya, dan abinya saja yang tahu.
Ia tak ingin mengumbar aib dirinya dan juga Farras jika nanti mereka benar-benar bertemu dan ternyata Hasbia tak bisa menahan ledakan emosinya. Pada akhirnya, hal itu akan sangat mencemarkan nama baiknya di mata Nurma. Makanya, tadi ia meminta Anisa saja yang menemaninya untuk bertemu dengan Farras. Akan tetapi, ternyata Anisa sudah ada janji dengan orang yang katanya adalah masa lalunya.

"Bia nggak pernah bilang janji mau ketemuan, tuh," jawabnya malas sambil berjalan mendekat ke kasur bertingkatnya dan ia menengkurapkan dirinya di kasur bagian bawah yang diduduki Nurma.

Nurma menatap ke arah Hasbia yang kepalanya tak mau membalas tatapannya. "Hasbia, selesaikan permasalahan kamu dengan sebaik-baiknya, bukan memperpanjang seperti ini. Penyesalan itu datang di akhir, bukan awal," tutur Nurma.

Tak mendapat tanggapan, Nurma berucap istighfar dalam hati. Lalu, ia berdiri sambil mengenakan kerudungnya kembali. "Ya, udah, kalo nggak jadi ketemuan. Mbak mau shalat di mushalla dulu," pamitnya.

"Assalamu'alaikum," salam pamit Nurma setelah mengambil seperangkat alat shalatnya dari meja.

Hasbia masih tak menyahut. Sampai Nurma benar-benar menutup pintu dan berjalan menjauh dari kamarnya, Hasbia menjawab salamnya dengan lirih, "Wa'alaikumussalam."

***

Semakin sore, matahari semakin ganas saja sengatannya. Andaikan ini sudah senja, pasti langit akan bertambah indah dengan polesan salam perpisahan sang matahari yang akan bertemu lagi di esok hari. Di mana ada pertemuan, pasti akan ada perpisahan.

Mata Hasbia mengeriyip dalam peredarannya mencari sosok yang dipikirnya sudah menantinya sejak tadi di taman kota yang asri ini. Tak kuat menahan silau, tangan kanannya bergerak menempel tepat di depan kedua alisnya.

"Mana orangnya, Bia?" tanya Nurma. "Entahlah, Mbak. Bia lihat dari ujung kanan sampai ujung kiri, depan-belakang, nggak kelihatan juga batang hidungnya," dumel Hasbia.

Iya, Hasbia berubah pikiran. Ia patuh pada nasihat Nurma agar segera menyelesaikan masalahnya dengan Farras. Dan keputusan akhir, ia merelakan Nurma menemaninya dan ia berharap tidak ada kejadian yang dapat mengumbar aibnya nanti.

Tuntutan CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang