Part 37 💙Almira💙

1.9K 102 2
                                    

~Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. ...~
(Al-Baqarah : 286)
🌻🌻🌻

Mesir - Dani

Dua bulan lalu....

Malam yang sepi. Sekitar pukul sepuluh malam, aku berjalan keluar dari sebuah rumah makan Indonesia milik salah seorang MASISIR*. Aku baru saja menemui sahabat lamaku yang menjadi pemilik rumah makan tersebut sekaligus makan malam di sana.

Dalam langkahku menuju apartemen milik keluargaku di sini, kudapati seorang wanita muda sedang duduk sendirian di pinggir jalan. Mataku membelalak seketika tatkala melihat sesuatu yang diminum olehnya. Kupercepat langkahku untuk menghampirinya.

Sebelum bertanya, kuperhatikan dia dengan saksama. Ciri fisiknya mirip orang Asia Tenggara. Aku geleng-geleng kepala sambil mengelus dada saat kuketahui ternyata dia benar sedang mabuk, namun masih setengah sadar. Mulutnya meracau tidak jelas. Samar-samar terdengar di telingaku kalimat-kalimat yang keluar dari mulutnya seperti bahasa negara asalku, Indonesia.

Excuse me, Madam,” ucapku sambil membungkuk. Dia langsung berdiri dan memelototiku, “Madam.. Madam.. lo ngeledek gue?”

Kumundurkan kepalaku karena tanpa aba-aba dia langsung memakiku. “Ternyata Anda orang Indonesia?” tanyaku ngeri melihatnya kembali meneguk miras dari botol di tangannya seperti orang kehausan.

“Iya, gue orang Indonesia. Kenapa?” tanyanya ketus, lalu kembali ke posisi duduk.

Aku hanya beristigfar dalam hati. “Sudah lama di Mesir?” tanyaku ikutan duduk di sampingnya. Dia hanya mengangguk.

Aku diam sejenak sambil memikirkan pertanyaan selanjutnya yang akan kuajukan padanya karena menurutku dia sedang frustasi. Rambut dan pakaian yang acak-acakan menambah keyakinanku bahwa wanita itu benar-benar sedang frustasi. Aku merasa trenyuh sendiri melihatnya.

Udah,” jawabnya masih ketus sambil mengamatiku dengan tatapan kesal, “siapa, sih, lo, nanya-nanya gue mulu dari tadi? Dan ngapain juga lo ikutan duduk?”

Aku berusaha tersenyum, “Saya Dani. Saya pikir, Mbak sedang frustasi. Jadi, lebih baik saya menemani Mbak di sini. Takut kalau Mbak akan melakukan hal-hal yang nekat. Lagian, ini juga tempat umum. Saya mau duduk di mana saja itu terserah saya, bukan?”

Dia memutar bola mata tidak suka, “Mbak?! Sejak kapan lo jadi adik gue? Panggil aja gue Mira.”

Deg.

“Mira?!” gumamku pelan teringat akan Amira, istri yang telah kutinggalkan dalam kondisinya yang masih hamil muda demi mengambil beasiswa S2-ku di sini.

Sekarang, apa kabarmu, Mir? Bagaimana kondisimu dan anak kita setelah kamu melahirkan? Apakah baik-baik saja? Sungguh, aku mengkhawatirkan kalian.

Beberapa hari ini, kau membuatku frustasi saja, Amira. Saat kuhubungimu, nomormu selalu saja tidak aktif. Apa kau marah padaku?

Mira mengangguk, “Almira.”

Oh, Almira. Hanya beda satu huruf,” batinku manggut-manggut. Ternyata, dia mendengar gumamanku.

Hening sejenak. Mira melirikku, “Kenapa, diam?”

Aku menoleh ke arahnya dan segera membuang muka. “Dasar wanita! Nanya terus diprotes, diam juga sama aja,” gerutuku dalam hati.

Aku kembali membalikkan muka dan berdehem untuk menetralisir suasana hatiku karena kesamaan nama mereka yang membuatku sedih mengingat Amiraku di sana. “Mira, apa kamu sudah tahu peraturan di Mesir?”

Tuntutan CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang