Wattpad Original
Ada 3 bab gratis lagi

Empat: Perempuan Keras Kepala

122K 11.4K 318
                                    

Laksamana sibuk mengerjakan tugas yang diberikan oleh dosen di kampusnya. Laki-laki itu sudah menghabiskan satu setengah cangkir kopi hitam yang dibuatkan oleh Namita.

Mungkin sedikit membuat Laksa kesal saat Namita memutuskan memilih taman belakang di rumah Laksa, sebagai tempat mengerjakan tugas laki-laki itu. Padahal, Laksa tadi sudah memaksanya untuk pergi ke salah satu tempat yang biasa ia jadikan tempat nongkrong, di kedai kopi misalnya. Namun, tunangannya itu menolak mentah-mentah ide yang ditawarkan oleh Laksamana.

"Mas, jangan kebanyakan minum kopi. Nanti perut kamu sakit."

Laksamana menoleh sekilas, ia tak mengeluarkan sepatah kata pun untuk membalas larangan Namita. Kedua tangannya masih sibuk mengetik kalimat demi kalimat yang ia ambil dari buku referensi yang dirangkumkan oleh Namita tadi. Namita memang sering membantunya mengerjakan tugas, karena hobi membaca, Namita suka membaca buku-buku milik Laksamana, jadilah laki-laki itu sering meminta Namita merangkumkan buku untuk membuat makalah atau tugas lainnya.

"Mas, belum makan kan? Makan dulu gih, udah jam delapan."

Lagi, Namita mengeluarkan suaranya. Laksa menghentikan pekerjaannya, ia melihat Namita dengan kesal.

"Kalau tadi kamu mau kuajak keluar, aku pasti sudah makan," kata laki-laki itu setengah menyindir.

Namita memejamkan matanya. Ia tidak akan menunjukkan wajah kesalnya di depan Laksamana. Namita sudah menekankan berkali-kali, bahwa menghadapi seorang Laksa itu butuh ketenangan. Dan, ia selalu mempunyai trik jitu untuk itu.

"Mau dibuatin apa?"

Namita memberi tawaran. Ia sudah hafal tentang Laksa, kalau sedang merajuk, laki-laki itu bisa dirayu dengan berbagai hal, salah satunya, makanan.

"Nggak perlu."

Meski menolak, Namita tahu Laksa menahan rasa lapar. Bagaimana tidak, mengerjakan tugas itu butuh energi, dan Laksa sejak tadi hanya minum kopi. Bisa-bisa perut Laksa sakit jika diteruskan.

"Aku buatin nasi goreng apa ayam penyet?" tawar Namita, mengabaikan ucapan Laksa.

Laksa menatap perempuan itu sekilas. "Ayam penyet,"  katanya membuat Namita tersenyum kecil.

Selalu seperti itu, laki-laki itu akan menolak pada awalnya, namun menerima setelah ditawari kembali. Laksamana tidak akan pernah menolak masakan milik Namita.

"Ya udah, aku buatin dulu."

Namita berdiri dari duduknya, ia masuk ke dalam dapur di rumah Laksa. Kedua orang tua Laksa sedang menghadiri acara kondangan salah satu anak pejabat daerah, jadi Shinta—mama Laksa belum sempat memasak untuk anak laki-lakinya itu.

"Eh, Nami? Di sini?"

Seorang perempuan menyapa Namita, perempuan yang mengenakan pakaian kantoran berwarna biru muda itu adalah kakak kandung Laksa. Manda.

"Eh, Mbak Manda udah pulang?"

Nami tersenyum hangat pada Manda. Manda selalu membuatnya ingat dengan kakak perempuannya, Naira. Rasanya, sudah lama sekali Namita tidak bertemu dengan Naira, mungkin nanti di akhir pekan ia akan ke Malang mengunjungi kakak perempuannya itu.

"Iya nih, Dek. Tapi mau pergi lagi, Cuma mau ganti baju aja."

"Oh, nggak makan dulu Mbak? Sekalian aku mau masakin Mas Laksa. Mungkin Mbak Manda mau makan juga?"

Manda menggeleng. "Aku mau keluar sama Julian, nemenin dia nyari makan juga."

Julian adalah calon suami Manda. Namita pernah bertemu laki-laki itu beberapa kali, saat makan malam bersama di rumah Laksamana.

Ketua Senat ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang