Lihat sendiri bagaimana dia bisa memerintah gue dengan sebegitu santainya?

Dan apa yang akan gue lakukan?

"Yaudah, tunggu bentar."

Pada akhirnya gue bakal tetap melakukan itu.

Gue keluar dari kamar, menuruni setiap anak tangga dengan langkah tergesa biar Lucas gak menunggu terlalu lama, lalu membukakan pintu buat dia.

Gak seperti gue, Lucas kelihatan bahagia. Wajahnya ngelukisin semua perasaannya, I guess.

"Mel, buruan! Ya ampun, gue uda gak sabar buat ceritain semuanya ke lo!" katanya setelah melihat gue muncul dari pintu, hendak membuka pagar.

Senyum gue otomatis terpasang saat melihat Lucas senang. Entahlah, gue suka sama senyumannya.

"Oh ya? Ada apaan nih?" tanya gue setelah pintu pagar tertutup kembali.

"Bentar, cerita di dalam aja. Gue pengen nunjukin sesuatu ke lo," katanya semangat tanpa mempedulikan ekspresi wajah gue yang sedikit terganggu.

Mungkin cuma firasat, tapi gue rasa setelah ini gue akan menjadi jauh lebih kecewa dari sebelumnya.

"Mana?" tanya gue setelah menggiring Lucas masuk ke dalam rumah gue dan duduk di ruang tengah.

Jujur aja, gue gak seberapa penasaran sama hal itu. Sebaliknya, gue malah takut hal itu akan membuat mood gue hancur seketika.

Lucas ngeluarin hp dari sakunya dan mencari sesuatu dari sana. Setengah menit kemudian dia mengulurkan benda tersebut kepada gue.

"Lihat, Mel. Gue seneng banget!" serunya saat gue melihat layar.

Yang gue lihat adalah foto dia bersama Lami di salah satu tempat makan berkonsep vintage.

Tuh, 'kan? Sejak awal gue uda punya firasat jelek soal kedatangan Lucas.

Dia bahkan gak membahas soal gue dan Kak Johnny sedikit pun, seolah kejadian di kedai ramen waktu itu emang gak berarti apa-apa. 

Wajah kesal Lucas yang gue lihat waktu itu adalah wajah di saat gue gak bisa melakukan apa yang dia minta atau butuhkan.

Mel, lo harus nyerah mulai dari sekarang.

"Gue akhirnya berhasil ngajak dia keluar, Mel. Keluar bareng temen-temennya, lalu foto berdua. Gila, ini kemajuan sih. Soalnya kemarin-kemarin komunikasinya kita agak renggang gitu karena dia jarang balas chat. Tapi gue seneng banget karena bisa keluar sama Lami," jelas Lucas yang membuat luka di hati gue semakin menganga.

Gue ketawa. Menertawakan diri sendiri.

"Wah, selamat! Lumayan dong kemajuan. Semoga bisa ada kejelasan deh lo sama Lami," ucap gue biasa aja. Gue takut Lucas bisa nyadar sama perubahan ekspresi gue.

Lucas ngambil lagi hp miliknya terus dia lihatin lagi foto itu sambil senyum-senyum. "Gue seneng banget sih. Belum gue post ke Instagram, soalnya gue tadi buru-buru ke sini buat nunjukin ke lo, Mel. Temennya dia yang ngefotoin baru kirim tadi pagi soalnya," katanya dengan wajah sumringah.

Gue bahkan gak berani membayangkan bagaimana rasanya jadi alasan Lucas bahagia kayak sekarang.

Stop, Mel! Lo bukan Lami.

Gue lagi-lagi cuma bisa senyum aja. Dia sampai belain ke rumah gue cuma buat nunjukin foto berdua sama Lami? Bukannya gue harus bangga karena dia mau berbagi kabar gembira sama gue?

Iya, gue harusnya seneng karena bisa jadi orang pertama yang dikasih unjuk fotonya.

"Mel, ngelamun lo?" tanya Lucas yang langsung menyadarkan diri gue dari lamunan tak berujung gue.

Ngomong apa tadi dia? 

"Hah? Tadi lo ngomong sesuatu? Maaf gak fokus gue," ujar gue sambil nyengir.

Dia juga senyum, mungkin mood dia saat ini sangat baik hingga senyumnya itu gak pernah luntur dari wajahnya. 

"Gak fokus mikirin joni joni itu, ya? Lo mah, ada kecengan baru gak cerita ke gue. Sekarang gimana? Lanjut LDR lo nanti?" tanya dia yang bikin hati gue semakin sakit.

Sekarang dia mikir gue sama Kak Johnny beneran?

Harusnya, gue menyangkal mati-matian karena gak mau terlihat seperti menyukai orang lain di depan Lucas. Tapi karena sudah terlanjur begini, ditambah dengan perasaan kecewa akhirnya gue mencoba untuk mengikuti alur yang dibuat oleh Lucas sendiri.

"Kenapa harus cerita ke lo? Belum jadi apa-apa juga kok, hahaha," jawab gue sambil ketawa. 

Dia langsung merengut dengernya. "Wah, parah lo. Gue nunggu cerita selanjutnya dari lo padahal. Belum jadian? Gue kira uda dari kemarin-kemarin," katanya lagi yang entah kenapa bikin gue kesel.

Dikira gue apaan coba? Langsung pacaran sama orang yang baru aja gue temui lagi setelah sekian lama?

"Gue 'kan gak mau buru-buru juga, Cas. Lagipula Kak Johnny sibuk kerja, gak yakin mikirin soal ini juga," kata gue asal, padahal gue tau kalo Kak Johnny juga ada gebetan sendiri.

Ya, anggap aja gue cuma pinjam namanya dia biar gak terlihat menyedihkan di depan Lucas. Biar gue yang menyelesaikan cerita gue sendiri.

Dia ngulurin tangannya buat nepuk bahu gue beberapa kali. "Kalau ada yang ganggu pikiran lo, cerita aja ke gue kayak biasanya gue cerita ke lo, ya."

Gue terdiam. Entah kenapa kalimat manis dan penuh perhatian yang baru aja dilontarkan Lucas itu seperti menyayat hati gue sendiri. 

Gue senang karena dia mulai nunjukin rasa peduli dan perhatiannya kepada gue, tapi bukan pada momen yang tepat.

Kenapa membuang perasaan gue terhadap Lucas begitu susah?

Kenapa ngelupain semua kenangan yang tercipta selama ini begitu sulit?

Pada akhirnya gue harus sadar kalau semua ini emang harus diakhiri.

Gue beneran harus nyerah sama semuanya.

But it's too hard for me.



Tbc.

Makin greget bos! Lucas kurang ajar sumpah pengen gue banting!

Yaampun, bikin ginian pas subuh. Ide keluarnya lancar, tapi semoga aja kalian bisa ngerasain feelnya ya!





Head Over Heels ; Lucas (Book 1) ✔Where stories live. Discover now