25 🏀 Takut Telat

1.1K 108 16
                                    

Rasanya melegakan sekaligus menyenangkan ketika Elin melangkah masuk ke kamar Guanlin. Bukan, sekarang itu juga kamarnya, kamar Elin dan Guanlin. Akhirnya Elin resmi pindah kembali.

"Kita perlu beli lemari lagi." kata Guanlin. Dia masih memegang gagang pintu kamar.

"Buat?"

"Gak mungkin selamanya baju-baju lo disimpen di koper kan? Lemari gue penuh, gak akan cukup."

"Pindah aja lemari gue yang dibawah, masih baru kok. Nanti kita panggil tukang angkut aja."

"Ato minta pegawainya ayah? Banyak yang nganggur kok."

"Ya boleh juga." 

Siang itu, pegawai ayahnya datang memindahkan lemari Elin.

Kamar Guanlin yang luas jadi agak sempit karena kedatangan lemari tersebut. Bukan hanya lemari, meja rias Elin juga ikut dipindahkan. 

Kamar itu jadi tidak bernuansa laki-laki lagi. Malah terlihat random karena poster pemain bola yang dipajang dimana-mana, namun terdapat meja rias di pojok ruangan.

Lembaran baru diantara mereka telah dimulai. 

Pada titik ini Elin mendapat semua yang dia inginkan. Keluarga, tempat tinggal, kehidupan yang berkecukupan bahkan lebih, dan teman-teman yang baik.

Selama tidak ada masalah ataupun konflik, hidupnya akan terasa sempurna selamanya. Tapi kehidupan tidak pernah luput dari masalah, bukan? Dan kali ini Elin akan menyiapkan diri, jika waktunya masalah itu tiba. 

Selamat datang kehidupan baru, batinnya.

🏀

"GUANLIN BANGUN!!!" 

Keadaan sudah normal kembali dan berarti, aktivitas sekolah mereka pun juga berjalan normal. Tugas pertama Elin setiap pagi, membangunkan Guanlin.

"BANGUN GAK? ATO GUE SIRAM?"

Elin telah menyingkirkan selimut Guanlin, juga menarik-narik kaki serta memukul punggung. Tapi lelaki tersebut tetap tidak bergeming. Guanlin justru menutupi wajahnya dengan bantal karena sinar matahari yang menyilaukan. 

"Guanlin ayo dong! Kita sekolah!" Elin sudah frustasi. 

Elin tidak benar-benar serius menyiram Guanlin. Kalau disiram, nanti kasur juga ikut basah. Harus ganti sprei, jemur kasur, menambah kerjaan itu namanya. 

Elin keluar, tak lama kemudian dia masuk membawa sebotol air. Elin menuangkan sedikit air pada tangannya, lalu dia memercikkannya tepat ke wajah Guanlin beberapa kali. 

 Akhirnya Guanlin bangun karena merasa terganggu. Dia kaget tiba-tiba mendapat percikan air suci di wajahnya.

"Eh! Apa ini--basah?"

"BANGUN! Tobat gue, bangunin lo sama kayak bangunin kebo. Mulai besok gue gak mau bangunin lo lagi!" kata Elin ketus dan cepat seperti sedang nge-rap.

Dia keluar kamar dengan kaki yang dihentak-hentakan, pertanda dia kesal.

Dia kembali ke dapur. Sedikit ekor matanya melirik jam yang menunjukan pukul enam tepat. Berarti 30 menit Elin habiskan hanya untuk membangunkan Guanlin. Dia bahkan belum sempat membuat sarapan.

Guanlin merepotkan sekali, batin Elin geram.

Di dalam kamar Guanlin masih mengumpulkan nyawa. Tapi walau otaknya setengah nge-blank, Guanlin paham kembarannya itu sedang marah. 

Guanlin baru menemui Elin setelah mandi dan memakai seragamnya, sementara Elin masih menggunakan baju rumah tapi sudah mandi. 

Ketika Guanlin duduk bersebelahan dengan Elin, dia dapat merasakan atmosfir jadi menegangkan karena Elin masih marah padanya. Marah besar.

Different - Lai Guanlin [COMPLETE]Where stories live. Discover now