11 🏀 Forgot

1.2K 133 2
                                    

"Kak... waktu kita ketemu kapan hari, kok kakak bisa tau aku lagi capek?"

Pertanyaan ini sudah lama terpikirkan oleh Elin. Mencurigakan, karena Elin tidak mengenal Minho.

"Waktu itu, di toko bunga ada pesanan buket 630 buket, kan? Pesanan dari CEO Lee."

"Ingat." Elin ingat, betapa kagetnya dia waktu mendengar jumlah total pesanan. Bahkan Elin sempat berpikir mungkin CEO Lee berniat membuka toko bunga sendiri dengan buket sebanyak itu.

"Itu pesanan ayah gue. Malam itu gue mampir buat nge-cek pesanan, terus ngeliat lo sama temen lo."

"O-Ooo itu ayahnya kakak? Pesan sebanyak itu buat apa kak?"

"Bakti sosial, acara selamatan, dan dekorasi event kantornya. Banyak banget ya?"

"Iya. Aku sampai kaget."

"Ngomong-ngomong, lo bukan asli dari Seoul ya? Logat bicaranya agak beda."

"Kakak kerasa? Aku dari Pyeongchang."

"Oooo..."

Usai percakapan singkat tersebut, suasana di mobil mendadak jadi canggung. Elin kan masih belum terlalu dekat dengan Minho. Tapi dia tidak tahan berada dalam situasi seperti ini. Dia berpikir keras untuk mencari topik pembicaraan.

"Um, kakak belum tau nama ku, kan?"

Minho berkedip dua kali. "Oh iya, kapan hari cuma gue yang ngenalin diri ya? Hehehe, nama lo siapa?"

"Lai Gwenlin, panggilannya Elin. Kelas dua SMA, kakak?"

"Gue baru semester dua. Di sekolah mana?"

"Di Youth HS."

"Wah... gue alumni sana. Tapi, maaf, bukannya itu sekolah mahal? Kebanyakan disana anak pengusaha."

"Ah, iya sih. Kakak pikir aku dari keluarga menengah, ya?"

"B-Bisa dibilang begitu." Minho tersenyum kikuk. Sedikit merasa tidak enak.

"Orang tua ku juga pengusaha. Cuman aku pingin hasilin uang jajan sendiri, makanya kerja sambilan."

"Wow, keren."

"Ke-Keren kenapa?" lagi-lagi, Elin merasa gugup padahal Minho hanya memujinya.

Elin sendiri sudah sering mendapat pujian. Diantaranya ada yang lebih terdengar membanggakan. Tapi pujian dari Minho menimbulkan gejolak paling besar dalam hati Elin.

"Lo anak orang kaya, tapi ingin berusaha mandiri. Masih sekolah, tapi menyempatkan diri untuk kerja. Buat gue itu keren, karena waktu gue seumuran sama lo, yang gue lakukan malah bantuin ngabisin uang ayah."

"Harus ya, pake kata 'ngabisin'?"

"Lho, beneran! Dulu itu gue boros banget, tiap bulan pasti habis minimal satu juta won. Tapi sekarang udah tobat."

"Wkwkwk."

"Jadi, di depan sana ada perempatan. Belok mana?"

"Belok kanan, kita udah sampai."

"Oke, kakak tetap ditraktir atau bayar sendiri?"

"Gak, pokoknya aku yang traktir. Kakak gak perlu ngeluarin satu sen pun!"

🏀

Terjadi lagi.

Guanlin berjalan mondar-mandir di depan kamarnya, sesekali melirik jam dinding. Dia tidak menyangka lagi-lagi Elin pergi sampai larut malam tanpa memberi kabar. Kali ini Guanlin tidak tau Elin berada dimana. Terlebih Elin sedang bersama dengan laki-laki.

Different - Lai Guanlin [COMPLETE]Onde histórias criam vida. Descubra agora