13 🏀 Balapan

1.3K 118 4
                                    

Suara lagu EDM terdengar di seluruh sudut tempat ini. Banyak wanita berpakaian minim berlalu lalang, berjalan sambil menggoda beberapa lelaki yang terlihat seperti orang kaya. Tempat ini tidak pernah sepi, namun keramaian dan hiruk piruk tempat ini tidak membuat Elin merasa nyaman. Ini adalah salah satu bar--lebih cocok disebut club sebenarnya--termewah dan termahal di Seoul.

Tujuan Jihoon memilih bar ini tidak lain karena teman mereka, Woojin, bertugas menjadi DJ malam ini. Ketika melihat Jihoon melambai ke arahnya, Woojin tersenyum singkat, lantas kepalanya kembali bergerak mengikuti ketukan lagu.

Berbeda dengan Elin, dia justru merasa bosan. Sedari tadi, yang dia lakukan hanya bertopang dagu sambil sesekali meminum jus jeruknya. Tempat ini tidak cocok untuknya.

"Sampai kapan lo mau ngeliatin gue kayak gitu?" tanya Elin pada Jinsol yang sedari tadi menemaninya duduk di kursi. Jinsol juga terlihat tidak nyaman.

"Gue kan disuruh Guanlin jagain lo. Supaya lo gak minum alkohol, ataupun terjun ke lantai dansa yang laknat itu." kata Jinsol sambil menatap tajam sekumpulan orang yang sedang menari erotis.

"Tapi gak gini juga Jinsol. Lo udah kayak baby sitter gue, tau gak?"

Ya, ini juga salah satu hal yang membuat Elin risih.

Sedari tadi Jinsol terus memperhatikannya dengan tatapan tajam seperti burung elang. Layaknya body guard yang disewa untuk presiden.

Tapi Elin bukan presiden! Dia perempuan berusia tujuh belas tahun yang bisa menjaga dirinya sendiri. Guanlin tidak perlu se-over ini. Sekali dinasehati, Elin tidak akan melanggarnya. Elin juga tidak berniat terjun ke lantai dansa atau meminum alkohol.

Hal yang lebih membingungkan, kenapa Jinsol mau-mau saja disuruh oleh Guanlin?

"Jinsol, gue titip Elin. Pokoknya jagain supaya dia gak nyentuh alkohol sama sekali."

Begitu katanya tadi sebelum menghilang. Mungkin sekarang Guanlin sedang menyebat bersama teman-temannya.

"Kenapa lo mau diajak ke tempat ini?" tanya Elin untuk mengurangi rasa bosannya.

"Kita sudah SMA, memang gak boleh?"

"Bukan. Soalnya lo kan anak OSIS, perempuan baik-baik, kok mau diajak ke sini?"

"Mau gue jujur?"

"Hm." Elin mengangguk penasaran.

"Karena Guanlin yang ngajak. Selama itu bisa bikin gue dekat dengan Guanlin, akan gue lakuin."

"Ckckck... dasar bucin." Elin menggelengkan kepala, berpura-pura kaget.

Tidak mengejutkan lagi. Elin sudah menebaknya dari perilaku Jinsol saat dia bersama dengan Guanlin. Terlalu mudah ditebak bahwa dia gamon.

"Lo juga, kenapa?"

"Hah?"

"Kenapa mau ke tempat dugem ini, padahal lo bisa dikatakan polos."

"Entah. Gue ngerasa gue perlahan berubah." Elin menggerdikkan bahu.

Pandangannya tertuju pada sofa kosong di seberangnya. Sesekali ada orang yang berlalu lalang, atau bercumbu di dekat sana. Tapi Elin tidak mempedulikan itu semua. Pandangan Elin kosong.

Bagaikan ada badai yang menerjang otaknya. Dia tiba-tiba merasa hampa memikirkan pertanyaan Jinsol. Seberapa banyak pengaruh yang mulai mengusik hatinya. Seberapa banyak Elin merasa dirinya berubah.

Elin yang penyabar, berpemikiran dewasa, bijaksana, semua itu perlahan menghilang. Elin masih termasuk perempuan baik-baik. Dia masih bisa membedakan mana yang baik dan buruk, saat ini. Namun perubahan yang terjadi terlalu banyak. Banyak pengaruh dan hasutan yang membuat pendiriannya goyah. Elin belum siap menerima itu semua.

Different - Lai Guanlin [COMPLETE]Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora