(26) Apart

152 20 36
                                    

Ji Ah pov

Gadis putih bermata hitam bulat itu tengah tersenyum manis, memperlihatkan guratan bahagia di wajahnya. Ia menunggu kekasihnya di balik pintu kelas 1-2.

"Oh, Tae Hee-ya. Wasseo?", Mingyu tersenyum berjalan menuju gadis itu.

Pemandangan ini sudah biasa dilihat sejak 5 bulan terakhir. Aku harus bisa menerima apa yang terjadi. Segalanya berubah. Aku tidak lagi dekat dengan Mingyu, hanya berbicara seperlunya. Entahlah, mungkin menjaga jarak karena telah memiliki seorang kekasih. Gelang milikku yang biasa Mingyu kenakan tidak pernah muncul di pergelangan tangannya lagi. Tangisanku telah kering, tapi sakit hatiku tidak pernah hilang.

Insiden yang kulihat di stadion itu tidak pernah kuceritakan kepada siapapun, kecuali Hye Ri. Aku rasa Mingyu juga tidak akan pernah tahu aku pernah melihat kejadian itu. Sungguh menyakitkan untuk diingat kembali, tapi memori itu selalu teringat.

Kenyataan mengenai mereka berdua pacaran juga sudah terdengar ke seluruh penjuru sekolah. Orang-orang sibuk bergosip ria membicarakannya termasuk tentangku.

"Sejak kapan mereka dekat?"

"Kenapa bukan kau yang jadian dengannya?"

"Kirain kalian tuh yang bakal jadian. Malah kukira udah jadian"

Kira-kira begitulah komentar yang sering kudapat saat awal Mingyu dan Tae Hee berpacaran. Aku hanya membalasnya dengan senyum terpaksa dan menjawab seadanya.

Hidupku di sekolah seakan berubah drastis -kecuali nilai masih sama aja. Tidak ada lagi yang menggangguku di kelas, ikut tidur di sebelahku sambil mendengarkan lagu dalam satu earphone, ataupun makan bersama di kantin. Seakan warna-warni pemanis itu hilang begitu saja.

"Ji Ah! Yuk pulang"

Ah, tapi si warna-warni itu tidak hilang. Hanya berganti orang. Aku pun berdiri dan tersenyum pada orang itu, Vernon.

Sekarang sudah jam pulang sekolah. Kami sengaja pulang lebih lama karena kami tidak suka menjadi pusat perhatian orang.

"Ji, ada yang lupa"

"Apa?"

Tiba-tiba, Vernon langsung mendekatkan wajahnya padaku. Aku berusaha memundurkan kepalaku, tetapi ia berusaha mendaratkan bibirnya di bibirku.

"Ah, andwae... andwae-"

"ANDWAE!!!"

Aku berteriak sekencang mungkin dan mendapati diriku berada di atas kasur. Mataku menjelajah sekitar, ah aku di kamar.

Ah cuma mimpi

Ini pasti gara-gara pembicaraan dengan oppa kemarin. Aku mengacak rambutku, kesal dengan diriku sendiri. Kulihat di kaca, mataku sembab, wajahku seperti tak terurus, rambut kusut tak terarah. Aku hampir merasa jijik dengan diriku sendiri.

"Bagaiamana aku bisa menghadapinya hari ini....", kuusapkan tanganku di wajahku.

"Ah molla!"

Aku pergi meninggalkan kamarku menuju kamar mandi. Aku harus bersiap hari ini. Untuk sekolah. Ya, sekolah.

*******

Aku sedikit terlambat dari biasanya hari ini, pasti Hye Ri sudah terlebih dahulu di kelas. Sesuai dugaan, ia telah menungguku di bangku kami. Bedanya, bukan dengan tatapan ceria, tetapi tatapan prihatin, khawatir dengan keadaanku.

Kulirik bangku Mingyu, ia sudah berada di sana. Bercengkerama ria dengan teman sekitarnya.

"Hai", sapaku tersenyum sambil menaruh tas di bangkuku dan Hye Ri.

Give Me Hope, Give Me Hopelessness | Mingyu✔️Where stories live. Discover now