(13) Past

193 47 40
                                    


Ji Ah hanya terdiam dan berhenti sejenak untuk memakan buburnya. Ia bimbang untuk bercerita atau tidak. Terlebih lagi di kondisi badan yang kurang sehat, ia tidak mau membuat moodnya semakin buruk.

"Neo gwaenchana?'', tanya Mingyu khawatir. Namun, Ji Ah tidak merespon dan hanya berkutat dalam pikirannya.

"Ji Ah'', panggil Mingyu, namun masih tidak ada respon.

"Ji Ah-ya'', kali ini ia memanggil sambil menggenggam punggung tangan Ji Ah.

Ji Ah pun langsung tersadar dari pikirannya. Dan menghadap Mingyu.

"Kalau kau tak mau bercerita tidak apa-apa. Namun, jika kau merasa lebih baik setelah bercerita, aku siap mendengar'', sambung Mingyu sambil tersenyum meyakinkan pada gadis di depannya yang berwajah sedih itu. Ia pun tanpa ragu tidak mau melepas genggaman tangannya sekedar untuk menguatkan Ji Ah. Ji Ah mengangguk tanda iya.

"Sepertinya sekarang bukan waktu yang tepat. Kau habiskan dulu makananmu'', ucap Mingyu memperhatikan mangkuk milik Ji Ah.

"Aku kenyang'', tolak Ji Ah singkat.

"Itu sisa sedikit. Habiskan'', suruh Mingyu sambil menatap mata Ji Ah serius.

Ji Ah pun tidak bisa menolak permintaan Mingyu dan langsung menghabiskan makanannya. Seusai makan, Ji Ah pergi ke ruang tengah, sedangkan Mingyu menetap untuk membereskan dapur dan meja makan. Kemudian, ia mendatangi Ji Ah di sana.

"Kau jadi bercerita?'', tanya Mingyu memastikan sambil menatap bola mata gadis di sebelahnya.

"Apa kau tidak pulang terlalu malam nanti?'', jawab Ji Ah menanya balik.

"Itu tidak masalah bagiku'', kata Mingyu tanpa ragu.

Ji Ah menarik napas sejenak sebelum memulai bercerita. Ia harus menguatkan dirinya karena ini serasa seperti menguak kembali masa lalu yang membuatnya depresi cukup lama. Mingyu yang menyadari hal itu pun menggenggam lagi punggung tangan Ji Ah yang hangat.

"Orang tuaku berpisah saat aku lulus sekolah dasar''

"Semua diawali dari appa yang selalu pulang larut malam, bahkan pernah tidak pulang beberapa bulan. Ia mengatakan pada kami bahwa ia melakukan pekerjaan di luar kota. Kami hanya berkomunikasi 2 minggu sekali, itu pun kalau aku yang menelepon duluan''

"Namun, appa pulang setelah beberapa bulan tidak pulang. Ia tidak memberitahu kami sebelumnya...'', ucap Ji Ah. Ia menghentikan ucapannya karena menahan bulir air mata yang hendak keluar dari ujung matanya.

"Gwaenchana'', balas Mingyu sambil mengelus punggung tangan Ji Ah untuk menguatkannya.

"Wajah appa sangat bersinar bagiku saat ia pulang. Aku sangat merindukannya. Sangat. Kami semua menyambutnya dengan hangat. Bahkan, malam itu meminta appa untuk tidur di kamarku''

"Esok paginya, sekitar jam 5 pagi, aku terbangun mendengar suara langkah kaki menuruni anak tangga. Aku juga menyadari appa sudah tidak ada lagi di sebelahku. Aku pun turun dan mendapati appa sudah berada di depan pagar....

Flasback on

"Appa, apa itu kau?'', tanya Ji Ah kecil memastikan sambil mengucek matanya yang baru saja bangun.

Appa pun berbalik badan dan mendatangiku dengan senyuman hangatnya seorang ayah. Appa berjongkok untuk menyamakan tingginya dengan tinggi Ji Ah.

"Ji Ah-ya. Appa akan pergi sangat jauh. Kau harus kuat ya'', ucapnya sambil mengelus-elus pucuk kepala bulat Ji Ah.

"Appa akan kembali?'', tanya Ji Ah penasaran dengan mata polosnya. Appa hanya tersenyum mendengar pertanyaan Ji Ah.

Give Me Hope, Give Me Hopelessness | Mingyu✔️Where stories live. Discover now