01. Awal yang Buruk

Mulai dari awal
                                    

"Baiklah, baiklah. Akan kucoba, yang jelas kebiasaan itu tidak bisa hilang dalam sekejap loh, Ma." Jinae tertawa kecil. Ah humornya memang agak rendah. Jinae gampang tertawa, dan ia gadis yang friendly, jadi maklum saja kalau di kampusnya Jinae lumayan terkenal. Bahkan sempat berpacaran dengan pemuda nomor satu di kampus. "Ma, anak teman Mama adalah anak yang baik kan? Dia tidak menggunakan narkoba atau semacamnya? Bagaimana dengan apartemennya? Kami memiliki kamar yang berbeda kan? Aku sungguh tidak bisa berbagi kamar dengan orang lain, Ma."

"Hush! Jangan bicara sembarangan. Dia anak yang baik. Dan oh, tenang saja. Kau bahkan akan tahu ketika melihat gedung apartemennya nanti."

Setelah semua barang-barangnya telah rapi di dalam bagasi, Jinae kembali melempar senyum pada bapak tua yang menjadi pengemudi. Jinae melambaikan tangannya sebagai tanda bahwa ia meminta pria itu untuk menunggu beberapa menit. "Oke, aku percaya pada Mama. Kalau begitu, sudah dulu ya, Ma? Mama jaga kesehatan, jangan sampai sakit. Papa juga. Sampaikan salamku pada Papa, bilang padanya jangan banyak pikiran. Aku tidak mau Papa semakin sakit. Kalau sudah liburan nanti aku akan pulang ke Daegu. Aku sayang kalian."

Panggilan itu berakhir ketika Mama mengucapkan kalimat manis yang Jinae rasa akan membuatnya tidur nyenyak malam ini. Kembali melihat layar ponselnya, senyum Jinae belum hilang jugaㅡharusnya begituㅡkalau saja seseorang tidak menabrak bahunya dan membuat ponsel dalam genggamanan jatuh ke atas lantai sampai menimbulkan bunyi yang cukup keras.

"Oh, shit!" umpat Jinae selagi orang itu buru-buru mengambilkan ponsel Jinae yang terjatuh. "Please, watch your step, Sir."

Oh, masih muda.

Harusnya Jinae marah, kalau saja orang itu tidak terlihat sedang terburu-buru. Ah, Jinae memang terlalu baik. Mungkin pemuda di hadapannya ini sedang bertarung dengan waktu sebelum tertinggal penerbangan. Jinae menghela napas berat saat orang itu menyerahkan ponselnya. Dan mau tau sialnya apa? Layar ponselnya retak.

"Maafkan aku. Aku benar-benar tidak sengaja, tapi bisakah kita bicara lain waktu? Aku sedang terburu-buru sekarang. Aku janji akan mengganti layar ponselmu itu. Bisa kau memberi nomor ponselmu? Aku akan menggantinya, sungguh."

Jinae sempat berpikir untuk bilang 'Ah tidak perlu, aku masih bisa membeli yang baru. Kau pergi saja, sepertinya sedang buru-buru' sebelum gadis dalam batinnya berteriak, dan membuatnya kembali berpikir bahwa membenarkan layar ponsel ini pasti mahalㅡapa lagi membeli yang baruㅡdan ia harus menggunakan uang simpanan yang bahkan tidak tahu cukup atau tidak untuk biaya hidupnya beberapa bulan ke depan. Oke, Ji, jangan boros seperti dulu. Kalau saja dia masih menjadi Janeㅡnama panggilannya di Californiaㅡyang banyak uang, mungkin tanpa pikir panjang Jinae akan membeli ponsel baru. Tetapi semua sudah berbeda danㅡoh, lupakan, Jinae sedih lagi. Jadi, Jinae memutuskan untuk bertukar nomor ponsel dengan orang itu, dan membiarkannya pergi setelahnya.

Lumayan, tidak perlu mengeluarkan uang untuk sesuatu yang tidak seharusnya, batin Jinae.

Pun setelah itu Jinae masuk ke dalam taksi, dan memberikan alamat yang Mama bilang pada si pria tua. Kemudian ia menghembuskan napas panjang selagi melempar pandangan ke luar jendela. Sebentar lagi malam, dan Jinae harap ia bisa beristirahat dengan tenang setelah ini. Seperti yang Mama bilang, anak itu adalah anak yang baik, bukan? Oh! Jinae menepuk dahinya. Ia baru ingat kalau ia belum tahu nama anak itu! Ah, biarlah. Kata Mama, dia sudah mengenal Jinae. Jadi, Jinae pikir tidak apa-apa langsung datang saja, lagi pula dia sudah menunggu. Jinae memejamkan kedua matanya, tidur sebentar untuk mengisi energi adalah hal yang paling ampuh. Semoga saja setelah ia bangun nanti, tidak ada hal yang lebih menyebalkan dari ini. Ya, semoga.

Ketika Jinae sampai di depan gedung apartemen yang akan ia tempati, gadis itu bisa menghela napas lega. Setidaknya dari kesialan yang sedang menimpanya kali ini, Jinae pikir tidak semuanya berjalan dengan buruk. Contohnya tempat ini. Oke, Jinae akui kalau anak dari teman Mama itu cukup kaya. Keluarganya pasti kaya seperti keluarga Jinae sebelumㅡah, lupakan. Lagi-lagi Jinae ingin mengeluh saja kalau ingat itu. Ia kembali menatap gedung pencakar langit di depannya. Cukup mewah. Jinae pikir ia pasti akan betah di sini. Semoga saja anak teman Mama bukan seseorang yang anti sosial, dan Jinae harap orang itu bisa bersahabat dengannya.

Fall in Love with Sweet DevilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang