Changes

3.7K 227 81
                                    

Tata's POV

Aku menarik nafas dengan tersengal, aku melangkah menuju pintu kamar dan melewati Lyra begitu saja, kuputar kunci dan segera meletakkan segala jinjinganku di lantai kamar.

Dengan segera pula aku mengunci pintu itu kembali.

Ku genggam pergelangan tangan Lyra, dan kutarik ia menjauh dari sana untuk menuju ke luar kos.

"Ta!" ia menghempas genggamanku pada tangannya secara kasar.

Langkahkupun jadi terhenti, matanya menatapku begitu penuh amarah.

"Lyr, lo harus balik, gua anter.. K nungguin dan nyariin lo dari tadi Lyr.." bentakku kesal.

"Gua nggak akan balik, selama sikap lo kaya gini" ia maju selangkah mendekatkan wajahnya padaku.

Aku mengatupkan rahangku, menahan diriku sebisanya.

"Bukannya kita udah baikan ya waktu di panti? Sebenernya apa sih masalahnya Ta?? Gua males juga kalo harus mulai duluan ngajakin lo baik-baik.." dengan nada datar dan wajah dingin itu, nampak jelas kejujurannya dalam berucap.

Tak bisa juga kupungkiri, akupun merasa tak biasanya Lyra mengalah demi lebih dulu memperbaiki suasana.

"Apa?? Kalo baik-baik aja nggak perlu pake acara tersinggung juga kaya kemaren malem kali Lyr!" aku meninggikan suaraku dan menekan pinggang.

"Apa?? Lo yang tadi pagi juga kenapa sensi banget? Ngediemin gua dan nggak seasik biasanya?" ia semakin melawanku dengan pembelaan dirinya.

Tak ingin ribut, aku meraih lagi tangannya, segera kuseret paksa ia ke luar menuju pintu kos.

Ia memberontak dan melawan arah tarikanku padanya. Namun aku juga tak menyerah untuk mengikuti pikiran warasku.

Tak pernah kutemui Lyra yang demikian.

Dan ia berhasil kembali melepas cengkramanku pada tangannya.

Aku menarik nafas dalam. Aku terpejam sejenak, merasakan sedikit oksigen dari angin yang bertiup di luar sana.

Aku berbalik padanya perlahan.

Dengan nada merendah aku bicara.

"Jadi mau kamu apa?" tanyaku yang sudah kelelahan.

Kini justru ia terpaku menatapku dengan sadisnya.

Segera ku tarik lengan bajunya untuk mengikutiku menuju kamar.

Segera kuputar kunci dan kubuka pintu. Kutarik ia dengan begitu kasar, kusandarkan Lyra pada dinding kamarku.

Ia memberontak, namun aku tak mau kalah lagi darinya, aku berupaya menyentuhkan bibirku pada bibirnya.

Ia berusaha menghindar dengan menunduk. Namun tanganku mendapatkan dagunya, dengan mudah saja kuangkat wajah Lyra, dan kudapati bibirnya itu.

Yang terdengar hanya suara teriakan yang tertahan dari bibir yang terkunci, sembari melawanku. Bibirku telah bersentuhan dengan bibirnya.

Ia mendorongku dengan sekuat tenaga yang masih ia miliki, aku kini masih berupaya membuka kancing kemeja putihnya itu.

Ia berhasil membuatku sedikit melompat, didorongnya tubuhku dengan dibantu lutut kakinya.

Aku terengah, begitu pula dirinya yang nampak sangat berantakan.

"Sekarang.. Lo ngerti kan Lyr? Semakin lo maksa gua buat bersikap kaya kemarin-kemarin, semakin gua menginginkan yang lebih dari lo.." aku melangkah mendekatinya.

The KeyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang