Luka 4 : Keluarga Baru

4.3K 238 2
                                    

Keluarga yang kini aku miliki tetap
tidak cukup untuk menyembuhkan
luka yang terlalu dalam dan lama
bersemayam.

-o-

INI hari minggu, Alvaro tengah sarapan dengan hati tak sabar menunggu kedatangan Okta dan Ibra yang akan mengajaknya ke timezone di salah satu pusat perbelanjaan terkenal sesuai dengan janji Kala kemarin.

"Pagi, Varo!" sapa Ibra dan Okta bersamaan saat mereka sampai di ruang makan rumah Kala. Alvaro yang terlihat sedang menyuapkan makanannya hampir tersedak karena kaget.

"Pagi amat lu pada," ucap Kala seraya duduk di kursi ujung meja yang biasanya diduduki oleh kepala keluarga.

"Kan biar banyak waktu sama Varo-nya, ya, gak, Varo?" tanya Ibra. Alvaro mengangguk sambil menyuapkan sesendok nasi.

"Gua titip ya, awas kalo adik kesayangan gua ini lecet."

"Lah, lu gak pergi?" Okta mengoles selai coklat pada roti yang dia rebut dari Kala. Kala menggeleng bersamaan dengan matanya yang tajam menatap Okta karena telah merebut rotinya.

"Ada kerjaan."

"Lu sebenernya kerja apaan?" tanya Okta penasaran.

"Hu'uh. Lu bisa beli mobil lagi. Anjir gua juga mau," tambah Ibra. Kala hanya tertawa tanpa berniat untuk menjawab.

"Serius gua," desak Okta.

"Lu gak macem-macem kan?" tambah Ibra lagi dengan nada penasaran.

"Kepo, lu!" Ibra dan Okta memutar bola matanya.

"Jangan lupa makan siang, awas aja kalo Varo bilang gak di kasih makan. Mati lu pada!" ancam Kala dengan intonasi bercandanya.

"Santai, brother!"

"Nih," Kala memberikan beberapa lembar uang pecahan seratus ribu kepada Ibra.

"Wait, apaan nih?"

"Gak perlu, Ka."

"Gua gak enak aja, nyusahin mulu."

"Najis."

------

Kala duduk di single sofa. Kepalanya menyandar, matanya terpejam. Entah untuk keberapa kalinya ia merutuki dirinya sendiri. Bodoh! Mengapa dengan mudahnya Kala masuk ke dalam dunia seperti ini. Kala menyesal tapi terlambat, ia sudah tidak dapat keluar. Ingin sekali Kala berubah, ingin sekali Kala hidup seperti remaja lainnya. Ah, bodoh!

"Tuh, alamatnya udah gua kirim ke lu." Seorang lelaki berbadan gembal menaruh sesuatu berbungkus kertas coklat ke meja di hadapan Kala. Kala menghela napas panjang. "Kalo udah, lu hubungin gua, ntar gua transfer." Kala mengecek handphone-nya dan melihat alamat yang akan ia datangi itu.

"Oke." Kala berdiri dan keluar dari rumah yang tak seharusnya ia kunjungi itu.

Kala serba salah dibuatnya. Jika Kala memutuskan berhenti, ia akan di hajar habis-habisan oleh bos-nya itu seperti beberapa temannya. Jika Kala terus melanjutkan pekerjaannya itu bukan hal tidak mungkin jika suatu saat nanti ia akan tertangkap juga oleh polisi. Mati atau di penjara. Tidak ada pilihan lain. Mati maupun di penjara, Kala tetap akan meninggalkan Alvaro. Meninggalkan adik kecilnya itu sendirian tanpa orangtua yang bisa menemaninya.

Luka (Completed)Where stories live. Discover now