23

660 83 67
                                    

"Mari kutunjukkan Jingga keemasan dengan semilir angin untukmu. Lalu berbincang tentang kita dan cinta. Yang belum sempat kukatakan padamu."
-Jingga-

☆☆☆

Jingga duduk di sofa ruang tamu bersama Redi. Laki-laki itu sengaja berkunjung ke rumah Jingga hari ini. Rindu katanya. Entah itu ungkapan tulus atau hanya rayuan semata. Jingga tidak terlalu memikirkan tentang hal itu. Karena yang ada di pikirannya saat ini adalah apa arti dari isi origami kemarin.

Jingga melirik Redi yang tengah fokus menonton acara di televisi sambil terus menautkan jarinya pada jari Jingga. Gadis itu ragu ingin bertanya, tapi dia penasaran. "Kak," Redi menoleh.

"Maksud dari puisi Kak Redi kemarin apa?"

Redi menunjukkan ekspresi yang sulit diartikan. Seperti sedang berpikir. Lalu Redi tersenyum tipis. "Yang mana?"


Jingga memberikan origami itu, lalu Redi membuka dan membaca isinya.

"Kak Redi lagi cemburu?" Lagi-lagi Redi hanya tersenyum. Lalu mengelus puncak kepala Jingga pelan.

"Kalau saya gak cemburu, berarti saya gak sayang kamu." Redi kembali melipat kertas origami itu, lalu mengembalikannya lagi.

Gadis itu menerima kembali origaminya dengan perasaan bimbang. Jingga merasa bukan itu jawabannya. Atau lebih tepatnya bukan itu jawaban yang Jingga inginkan. Entah jawaban apa yang dia mau, dia tidak tahu. Pokoknya Jingga menginginkan jawaban yang lebih dari yang Redi tuturkan tadi.

***

Jingga mengambil botol dari dalam kulkas, lalu menuangkannya pada gelas. Redi baru saja pamit pulang. Karena hari pun sudah mulai petang.

Setelah meminum air dingin, Jingga membenarkan ikatan rambutnya. Lalu berjalan menuju tangga, berniat untuk mengurung diri di kamarnya. Sekedar membaca novel atau mendengarkan lagu di ponsel.

Tok..tok..

Suara ketukan pintu membuat Jingga turun kembali dari satu anak tangga yang sudah ia naiki. Jangan-jangan tukang pos. Pikirnya. Karena dia kan baru saja mengikuti PO penulis favoritnya. Kalau dihitung-hitung, hari ini paket itu seharusnya sampai. Jingga senang bukan main, buku yang sudah lama ia tunggu-tunggu akhirnya datang.

Dengan sangat antusias gadis itu segera berlari ke arah pintu. Tidak memperdulikan hanya tank top dan hot pants yang ia kenakan. Padahal saat ada Redi tadi, Jingga menggunakan jaket untuk menutupinya. Karena Redi sudah pulang, jadi dia melepas jaket itu karena panas.

Dibukanya pintu rumah. Tapi, wajah berserinya berubah menjadi terkejut melihat seseorang di balik pintu itu bukanlah tukang pos. Melainkan...

"Biru?"

Biru terdiam sejenak. Memperhatikan Jingga dari atas kepala hingga ujung kaki. Raut wajah Biru sedikit terkejut melihat belahan dada Jingga yang terlihat jelas karena hanya memakai tank top. Jingga bersembunyi di balik pintu, guna menutupi tubuhnya. Risih dengan tatapan Biru.

"Cepat ganti baju! ikut gue!" Biru langsung memalingkan wajahnya ke arah lain. Wajahnya memerah seketika. Biru malu.

"Eh? Mau ke mana emang?" Tanya Jingga yang hanya melongokkan kepalanya dari balik pintu.

"Gak usah banyak tanya, buru!" Biru melangkahkan kakinya menuju kursi yang ada di teras rumah Jingga, lalu duduk di sana menunggu Jingga.

"Yaudah tunggu bentar."

Warna Warni Rasa (TERBIT)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora