2

1.6K 557 657
                                    

"Rindu menyeruak ketika senja menantikan malam"

***

Rasa itu datang lagi.
Rasa yang sudah dengan susah payah ia kubur dalam-dalam. Tapi tetap saja masih bersarang hingga kini.

Rasa yang mengganggunya selama ini. Rasa yang selalu membuatnya harus sakit ketika mengingat itu semua.

Kenapa?

Ia benci ketika wajah gadis manis itu selalu ada di pikirannya. Menari-nari di sana tanpa permisi. Mengganggu konsentrasinya untuk bermain game di ponsel.


"Biru, ada Jingga," seru seorang wanita paruh baya dari ruang tamu rumahnya.

Lelaki berperawakan kurus tinggi itu diam sejenak. Mencoba mengartikan dengan jelas kata-kata sang Ibu barusan. Tadi ibunya bilang apa?

Jingga? Mau apa?

Biru pun bergegas melompat dari kasurnya dan segera meraih benda pipih yang sedari tadi menganggur di samping tempat tidurnya.

Dengan perasaan tidak karuan Biru membuka pintu kamarnya lalu segera menghampiri sang Ibu yang kini berada di ruang tamu, sedang berbincang dengan seorang gadis yang sudah Biru kenal betul siapa dia.

Jingga? Dia beneran ada di sini?

Gadis berambut kecoklatan itu memberi senyuman manis pada Biru. Namun dengan angkuh laki-laki itu mengacuhkannya.

Biru malah melangkahkan kaki pergi menuju ruang televisi yang agak jauh dari ruangan tempat Jingga berada. Namun masih bisa terlihat karena hanya ada lemari penghalang antar ruang.

"Loh Biru kok ke situ? Bukannya di sini nemenin Jingga," seru Ibunya.

"Males...," jawab Biru sambil memencet remote televisi.

"Dasar anak itu."

"Oh iya Tante, kalo Jingga boleh tau, ada apa ya Tante nyuruh Jingga mampir ke sini?" Tanya Jingga penasaran karena tadi Tante Vio -Ibunya Biru- menelepon untuk menyuruhnya mampir dulu ke rumahnya sepulang les tadi.

"Sebentar, tante ambil dulu ya," katanya seraya meninggalkan Jingga di ruang tamu sendirian.

Jingga mengintip Biru dari celah lemari untuk mencari tahu sedang apa lelaki itu di sana. Gadis itu tersenyum tipis melihat Biru yang tengah memainkan game di ponselnya dengan televisi yang menyala.

Pemborosan.

Jingga menggeleng sambil tersenyum tipis.

Tidak berapa lama, Vio datang sambil membawa bingkisan berwarna merah marun itu.

"Tolong kasih ke Mamamu, bilangin yang kemarin makasih," katanya seraya memberikan bingkisan itu pada Jingga.

Jingga tersenyum sambil menerima bingkisan itu lalu meng-iya-kan perkataan Vio.

Setelah cukup lama mereka berbincang asik berdua dengan meng-ghibah-kan anaknya sendiri (re:Biru) tak terasa waktu begitu cepat berlalu.

Warna Warni Rasa (TERBIT)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora