9

949 239 185
                                    

"Kaulah hadiah terindah untukku. Dengan memastikan kau masih berada di dekatku, karena itulah kebahagiaanku.
Sesederhana itu."

☆☆☆

"Ni buat lo," kata Jingga seraya memberikan sebuah kotak yang berukuran tidak terlalu besar itu.

Biru menerima pemberian Jingga dengan santai. Dia mengambil kotak itu dari tangan Jingga.

"Makasih," ucap Biru tulus.

Jingga tersenyum canggung. Entah kenapa dia bisa secanggung ini dengan Biru. Padahal dulu mereka sering melakukan ini. Malah hampir setiap tahun seperti ini. Tapi kenapa sekarang ia malah merasa aneh?

Padahal juga di sekolah, dia selalu berusaha keras mendapatkan perhatian Biru yang cuek itu dengan cara apapun. Namun sekarang, dia malah merasa canggung karena Biru bersikap ramah padanya.

Entah kapan terakhir kalinya dia berbincang seperti ini dengan Biru. Berbincang tanpa canggung seperti sekarang ini. Bersenda gurau tanpa batas dan tidak merasa terganggu dengan ini semua.

"Gue gak tau ini cukup atau gak, tapi gue harap sih cukup, karena sebelumnya gue udah nanya ke tante Vio ukurannya berapa," kata Jingga berusaha bersikap sebiasa mungkin.

"Dan gue juga gak tau lo bakal suka atau gak sama hadiah gue ini, tapi gue harap, ini bisa bermanfaat buat lo. Tolong jangan liat dari harganya, karena ini gue beli dari tabungan gue sendiri tanpa minta ke orang tua, beneran deh," kata Jingga lagi kali ini dengan mulai nyaman bicara dengan Biru.

Biru masih terdiam. Dia hanya mendengarkan Jingga yang terus bicara sejak tadi. Itu malah membuat Jingga semakin kikuk dibuatnya. Dan sekarang dia bingung harus melakukan apa.

Biru membuka kotak yang diberikan Jingga tadi. Dan mendapati sepasang sepatu bola berwarna hitam dengan garis putih bertengger di sana.

"Sebenarnya gue bingung mau beli apa, tapi gue ingat lo akan tanding lomba futsal lusa, jadi gue beli-in itu, gue harap sih bisa lo pakai itu buat lomba nanti," kata Jingga lagi.

Biru kembali menutup kotak berisi sepatu itu. Lalu menatap Jingga yang masih berdiri di tempatnya dengan gugup.

"Makasih ya," kata Biru sambil tersenyum sangat tipis namun itu dapat membuat seorang Jingga terpanah. Senyuman itu selalu berhasil menghipnotisnya sejak dulu. Senyuman yang paling dia sukai.

Tanpa terasa pipi Jingga sudah merona sekarang. Gadis itu segera menunduk dan memalingkan wajahnya ke arah lain agar Biru tidak dapat melihatnya.

Jingga malu. Tapi dia sendiri tidak tahu karena apa. Pokoknya dia merasa pipinya memanas secara tiba-tiba saat ini.

"Jingga, Biru, ayo makan!" panggil Vio dari dalam rumah. Membuat Jingga dan Biru segera bergegas mendatangi tempat Vio berada.

***

Pagi ini langit cerah. Dengan mentari yang sudah terlihat gagah di atas sana. Menyapa bumi dengan ceria. Berharap tak ada luka yang menyelinap masuk ke dalam dada.

Jingga juga terlihat sama cerahnya dengan mentari. Wajah gadis itu berseri. Bahkan bisa mengalahkan silaunya sang mentari.

Jingga duduk di bangkunya. Dia merogoh kolong meja, berharap menemukan sesuatu yang dia harapkan.

Senyumnya semakin mengembang kala merasakan tangannya menyentuh sesuatu di sana. Dengan cepat dia menarik tangannya dari sana dan mendapati origami oranye berbentuk burung sudah ia genggam.

Dengan semangat menggebu Jingga membuka origami itu.

Kaulah hadiah terindah untukku. Dengan memastikan kau masih berada di dekatku, karena itulah kebahagiaanku.
Sesederhana itu.

Warna Warni Rasa (TERBIT)Where stories live. Discover now