12

893 179 220
                                    

*Jangan lupa Vote dan Komen*

"Kau tahu hitam?
Itu seperti masa lalu yang kelam,
Membuat hidup temaram,
Dan wajah yang selalu muram."
-Jingga-

☆☆☆

Jingga menuruni mobil milik Redi yang sudah terparkir di pekarangan rumahnya. Jingga masih enggan menatap laki-laki yang kini sudah berdiri di hadapannya.

Redi malah ikut diam sambil menunggu reaksi Jingga selanjutnya. Namun gadis itu malah menggaruk tengkuknya yang tidak gatal sambil menggigit bibir bawahnya.

"Saya gak diajak mampir ni?" Tanya Redi akhirnya memecah hening yang sempat tercipta di sana.

"Eh? Hm ... i-iya ayo kak masuk dulu," kata Jingga dengan kakunya.

Jingga mengajak Redi untuk masuk ke dalam rumahnya. Laki-laki itu hanya mengikuti langkah Jingga.

Jingga membuka pintu rumahnya sambil mengucap salam. Namun sepertinya sedang tidak ada siapapun di sana. Tapi kenapa ruang tamu rumahnya mendadak gelap? Mama dan Papa Jingga tidak lupa untuk membayar tagihan listrik kan? Jangan sampai mereka lupa lalu listrik di rumahnya dicabut oleh yang berwenang. Apalagi saat ini dia sedang bersama Redi. Jangan malu-malu in dong.

"Ma...," panggil Jingga sekali lagi namun tetap tidak ada sahutan dari dalam.

Gadis itu berjalan menuju tembok untuk mencari saklar lampu dan berniat menyalakannya.

Klik

Lampu menyala bersamaan dengan orang-orang yang muncul dari balik sofa di ruang tamu.

Jingga sedikit terkejut karena suara teriakan itu cukup memekik telinga, namun wajahnya langsung berseri ketika melihat orang-orang yang di sayanginya ada di sana. Mulai dari Mama, Papanya yang ternyata sudah pulang dari rantaunya, Tante Vio, Om Johan, Choki, serta Frida yang sudah berdiri di sana meniup terompet. Semua memberi selamat kepada Jingga dengan tulus.

Acara tiup lilin dan potong kue sudah berlangsung dengan hikmat walaupun non formal.

Jingga berdiri dengan gelisah. Dia merasa ada yang kurang di sini.

Biru di mana?

Pertanyaan itu yang ingin sekali Jingga tanyakan pada Vio. Dengan ragu, gadis itu menghampiri Vio yang terlihat tengah berbincang dengan Vani.

"Tan, Biru mana?" Tanya Jingga.

"Biru gak ngasih tau kamu?" Vio malah balik bertanya. Jingga menggelengkan kepalanya.

"Biru ada acara sama teman-temannya, katanya mau merayakan kemenangan futsal kemarin."

Jingga hanya mengangguk lesu.

Jingga merasa sedih karena orang yang sangat dia harapkan bisa hadir di sini, merayakan harinya, malah tidak hadir dan lebih memilih pergi bersama teman-temannya. Daripada hadir di hari ulangtahun sahabatnya sendiri. Jingga tak ingin egois. Sungguh! Dia tidak pernah melarang Biru berteman dengan siapapun. Bertemu dengan siapapun. Pergi dengan siapapun. Karena Jingga cukup tahu diri, dia bukan siapa-siapa lagi bagi Biru. Hanya sebatas Sahabat.

Tapi, setidaknya Biru mengucapkan lewat pesan singkat atau apapun itu. Lagipula ini kan sudah jaman teknologi, sudah sangat mudah berkomunikasi dengan orang jauh. Kenapa Biru tidak memanfaatkan kemajuan teknologi itu.

Warna Warni Rasa (TERBIT)Where stories live. Discover now