Bodohnya, Aku Masih Tetap Menyukai Mu

8.4K 298 24
                                    

Axell POV

Flashback On

Arah pandang gadis itu mengintip ke arah tepat di belakang ku. Sedang yang ku lakukan, mata ku tak beralih darinya. Aku yang tengah duduk sendiri di meja ini, menunggu pesanan ku datang, mengamati tingkah lucunya yang tengah bersembunyi, mengintip di balik kursi yang berada di seberang ku.

Hanya beberapa meter, ia berjongkok disana. Meski senyum ku melambai padanya, tatapan sinis bercampur sedih darinya lantas tak membuat senyum ku pudar. Layaknya remaja seusia ku, dalam hati aku menginginkannya.

Lama waktu malam itu berlangsung, sepasang kekasih di belakang ku beranjak dan terpaksa membuatnya bersembunyi seutuhnya disana. Kala itu aku mengerti arti sikapnya itu.

Aku hanya mentertawakannya dan berpikir betapa bodohnya gadis sepertinya menyukai pria setengah matang yang sudah mempunyai kekasih yang memang jauh lebih pantas dari remaja seusianya.

Aku berdiri menghampirinya, berjongkok di hadapannya yang tengah menunduk. "Nama ku Axell" sebut ku tanpa mengulurkan tangan. Tatapan dinginnya pada ku, aku menyukainya.

"Aku tak butuh nama mu"

"Belum, kau belum butuh nama ku. Lain waktu kau akan membutuhkan nama ku"

"Cih" Ia berdiri mencoba menghindari ku.

"Aku juga membutuhkan nama mu"

Ia tersenyum miring, bersedekap, menatap ku tak suka. "Kau kebetulan melihat ku, aku kebetulan bersembunyi di meja yang kau pesan. Tak ada alasan untuk kita saling bertukar nama" ujarnya meninggalkan ku yang semakin terpana memandang kepergiannya.

Seperti katanya, pertemuan kita hanya diawali kebetulan. Namun, apa kebetulan yang berkali-kali juga masih dikatakan sebuah kebetulan? Dalam sebulan ini, kami hampir bertemu beberapa kali dengan posisi yang selalu sama dan tentu saja dengan hasil yang sama pula. Aku belum berhasil mendapatkan namanya.

Hingga suatu hari, keadaannya berubah. Pertemuan kesekian kalinya itu, tatapan sedihnya kali ini benar-benar membuatnya mengenaskan. Ia menangisi pria yang kini telah duduk di atas pelaminan. Aku yang kebetulan di undang sebagai anak dari papa sebagai rekan kerjanya, menyaksikan bagaimana pertama kali air mata itu jatuh perlahan hingga deras.

Meski aku paham kondisi apa yang tengah ia rasakan, tetap saja kaki ku melangkah menghampirinya tanpa komando. Ntah aku yang tak terima atau karena kasihan, hati ku tersentil untuk ikut andil di posisinya. Aku menariknya keluar jauh dari sana, membawanya pergi dengan motor yang ku bawa.

Tak ada tempat yang terpikirkan terkecuali rumah pohon di belakang sekolah, tempat nongkrong yang biasa ku datangi sendirian. Aku membawanya kesana tanpa ia menolaknya.

Aku mendudukkan diri ku di bawah pohon dengan dia yang berdiri tepat di hadapan ku dengan terus menangis. Karena kesal dan tak sabaran, ku tarik lengannya dan ia pun terjatuh duduk di hadapan ku.

"Nama ku Axell" ucap ku lagi. "Ku rasa kau membutuhkan nama ku sekarang"

Ia masih saja sesenggukan. Aku menghela nafas dan membiarkannya begitu saja tanpa melepas pandangan ku darinya. Bahkan senyum kecil tersungging begitu saja, caranya menangis malah membuat ku sedikit terhibur.

Ia sungguh terlihat layaknya anak-anak kecil pada umumnya. Pikiran egois ku sempat terlintas, ini kesempatan ku menangkap apa yang ku inginkan, pikir ku.

Aku tak yakin berapa lama aku menikmati moment ini, karena bagi ku waktu yang ku jalani sekarang terasa sangat singkat, meski di hadapan ku bukan lagi sosok gadis yang tengah menangis yang ku hadapi, melainkan gadis bermata sembab tengah menatap ku geram.

Please, Accept My HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang