Bisakah Kita Kembali?

4K 227 5
                                    

"Jadi...kalian balikan?" keesokan harinya Kian dan Tifa mulai mengintrogasi.

"Apa kalian akan segera menikah juga?"

"Aku belum berpikir sampai kesana"

"Kalau kau menerimanya kembali berarti kau juga akan menerimanya sebagai suami mu lagi" timpal Tifa.

"Ntah lah. Aku sedang ingin seperti ini dulu"

"Lakukan saja perlahan. Tak perlu tergesa-gesa. Yang terpenting kalian sudah saling terbuka, itu kemajuan yang cukup bagus" balas Kian.

Aku mengangguk pelan. "Ngomong-ngomong, malam ini aku tak akan pulang. Aku akan menginap di rumah Cio, teman kerja ku"

"Anak dokter pemilik apotek?" aku mengangguk, mengiyakan. Tifa menaik-turunkan alisnya dengan senyum menggoda. "Jadi kau mulai berperan menjadi wanita nakal?" mata ku berputar jengah. "Kau berhubungan dengan Axell disaat kau juga berhubungan dengan Cio?"

Aku yang sedang memegang sendok, memukul kepalanya pelan. "Berpikirlah lebih waras. Aku diminta membantunya mengurus persiapan pernikahannya" jelas ku.

"Kapan?"

"Besok malam"

"Jadi kau harus menginap?"

"Tentu saja. Keluarganya juga meminta ku menginap. Aku tak mungkin menolak"

Tifa mengusap dagunya, berpikir sambil memandang ku. "Bukan kah aneh? Notaben mu bukanlah keluarga mereka, kau tak perlu sampai menginap segala. Lagipula acaranya besok malam. Kalau mau membantu kau bisa membantu mereka besok"

"Aku tak akan berpikiran terlalu jauh selama mereka tak membuat ku rugi"

Tifa berdecak. Aku menghabiskan sisa makanan ku kemudian mencuci piringnya. Aku bergegas bersiap berangkat kerja. Semenit yang lalu Axell memberi ku pesan jika dia telah menunggu ku di depan.

"Aku berangkat"

"Hati-hati"

Seperti pesannya, pria itu sudah menunggu ku di dalam mobilnya. Aku segera masuk dan duduk di sebelahnya. Axell menyambut ku dengan senyum nya kemudian mengemudikan mobilnya.

"Lain kali tak perlu repot-repot menjemput ku. Aku masih bisa menggunakan kaki untuk berjalan kesana"

"Aku tak pernah menganggap mu tak bisa menggunakan kaki mu dengan sempurna. Aku ingin melakukan sesuatu yang biasa dilakukan sepasang kekasih"

Kekasih? "Semalam aku hanya mencium kening mu" aku menolak jika sudah dianggap kekasih baginya.

"Lalu?" aku tak mau menjawab. Ia sesekali melirik ku. "Apa kau harus mencium bibir ku agar kita bisa disebut sepasang kekasih?"

"Bukan!" jawab ku gelagapan.

Axell tertawa dan menghentikan mobilnya. Kita sampai. "Aku akan menjemput mu nanti"

"Tidak perlu" tolak ku sambil membuka sabuk pengaman ku. "Aku akan menginap di rumah Cio" ia memandang ku, meminta ku menjelaskan ucapan ku. "Cio akan menikah besok, aku diminta ikut menginap di rumahnya membantunya mempersiapkan pernikahannya"

Paham dengan penjelasan ku, Axell manggut-manggut. "Oke. Jaga dirimu"

"Tentu. Aku duluan"

Aku keluar setelah mendapat anggukannya. Cio sudah datang terlebih dahulu dan melambai pada ku. Aku menghampirinya dan membantunya menyusun beberapa obat-obatan yang telah habis.

*****

Cio membohongi ku. Sejak sejam lamanya aku berada di rumahnya, ia tak membiarkan ku melakukan apapun. Membantu persiapannya pun tidak. Ia hanya menyuruh ku duduk menemaninya di ruang tamu. Ada banyak sanak saudaranya datang berkumpul menyambut hari bahagianya.

Please, Accept My HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang