Perasaan Ini Masih Sama

3.9K 250 0
                                    

"Mertua mu ingin bertemu dengan mu dan menyuruh ku mengajak mu menjemputnya. Apa kau bersedia, Zizi?"

"Kau gila! Ingat, kita tak punya hubungan apapun saat ini, Axell. Aku menolak bertemu orang tua mu"

"Kau lupa? Hubungan antara anak dan orang tua tak akan pernah berakhir meski kita sudah bercerai, Zizi. Bersyukur lah mereka masih menganggap mu anak mereka, menantu mereka sampai kapan pun. Karena itu tak ada alasan untuk mu menolak pertemuan besok"

"AXELL!!"

"Kita memang sudah bercerai, aku mengakui itu, aku menerimanya. Kau membenci ku, tapi gunakan perasaan mu itu sedikit saja untuk orang tua ku yang datang jauh-jauh kesini hanya ingin bertemu dengan mu. Ku rasa pikiran dewasa mu sudah cukup untuk tak menolak kedatangan mereka"

Ku hembuskan nafas berat memalingkan wajah ku darinya.

Aku kehilangan orang tua ku di pertengahan masa pernikahan kami. Sejak saat itu, orang tuanya menganggap ku lebih dari sekedar menantu bagi mereka. Namun, bukan kah posisi ku sebagai menantu tak akan pernah bisa diubah? Perceraian itu sudah memutus kan sebutan hubungan kami.

Bukan karena enggan bertemu, hanya saja aku meragukan pertemuan itu. Sebab bagaimana pun, mereka lah dulu yang paling kukuh dan menolak keras keputusan kami untuk bercerai. Aku masih ingat bagaimana perasaan mereka waktu itu, amarah hingga sikap diam mereka terhadap ku, rasa bersalah ku yang teramat sangat masih menahan ku untuk menolak pertemuan ini.

*****

Axell menjemput ku sejam setelah aku menghubunginya. Sekeras apapun aku menolak, aku memang tak sepantasnya menolak. Namun, yang membuat ku gelisah sepanjang perjalanan adalah aku memikirkan apa yang harus ku lakukan saat bertemu mereka.

"Kita sampai" ucapan Axell membuat ku semakin gelisah meski ku pertahankan sikap tenang ku di depannya. "Kau hanya perlu memeluk mereka..."

"Ha?"

"Kalau yang membuat mu gelisah sepanjang perjalanan hanya memikirkan bagaimana sikap mu seharusnya, kau hanya perlu memeluk mereka dan kembali pada ku"

Aku gelagapan. Dia berhasil membaca ku. Meski kata-katanya terdengar tengah menggoda ku, tapi raut wajahnya berbanding terbalik. "Ku kira kata menggelikan mu ini tak akan pernah ku dengar lagi"

"Jangan hanya mengira kalau kau punya banyak kesempatan melihat ku lebih dari ini"

Aku tak berani menatapnya. Jantung ku sudah cukup menguras keringat ku keluar. Ia tertawa kecil dan semakin membuat ku gugup.

"Oke, aku menyerah. Berhenti menatap ku..."

"Kau gugup?" aku mendelik tak suka. "Maaf, aku lebih suka melihat mu gugup karena diri ku daripada gelisah memikirkan hal tak penting untuk dirisaukan" senyum nya lalu turun mendahului ku.

Aku berdecak kemudian ikut turun dan bejalan ke sampingnya. Kami menunggu mereka di ruang tunggu di terminal. 10 menit kemudian, mereka turun di tempat pemberhentian dari salah satu bis yang kami tunggu.

Tangan ku saling meremas. Berulang kali ku hembuskan nafas menetralkan kegugupan ku.

"Mereka masih sama..." bisik Axell. "Sayang mereka masih sama pada mu. Setelah ku kabarkan aku menemukan mu, mereka bersi keras secepatnya ingin bertemu dengan mu. Meski aku menahannya, mereka tetap ingin bertemu dengan mu secepatnya"

"Aku belum siap"

Ia tersenyum menatap ku teduh. "Hanya lakukan seperti dulu" aku tersentak saat ia menggenggam erat tangan ku. "Jangan dilepas sampai kau merasa nyaman" kemudian menarik ku berjalan.

Please, Accept My HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang