It's Our Day

3.7K 239 7
                                    

"Kau yang bilang tak akan pergi sebelum aku meminta mu" dia mengangguk kecil. "Jangan pergi sebelum aku benar-benar menyuruh mu pergi" akhirnya kalimat sakral itu keluar juga dari mulut ku.

"Aku janji" Ia tersenyum lebar menampakkan giginya. "Jadi berhenti lah mengusir ku, aku juga bisa menyerah sewaktu-waktu hanya dengan mendengar kalimat mu itu"

Aku berdecak. "Kau bilang kau tak akan mengeluh dengan semua perlakuan ku"

Ia tertawa kecil. "Baik, baik. Aku menyerah. Kau lebih licik dari dugaan ku" ia berdehem memandang langit. "Tak apa lah asal aku sudah mendengar semuanya malam ini. Tak ada pilihan lain. Aku hanya akan melewatinya saja"

Aku menyerah dengan perasaan ini. Berjuta kali menghadapinya hasilnya akan tetap sama, hati ini akan tetap tertuju padanya. Aku tak kunjung berhasil membelokkannya sebab senandung yang ku mainkan dalam hidup ku hanya untuk pemilik nama yang tertera dalam dentingan melodi dalam hati ku.

*****

"Jadi kalian balikan?" Tifa membawa makanannya dan duduk di samping ku. "Apa mantan suami mu akan melamar mu lagi dan kalian menikah untuk kedua kalinya?"

Aku tersedak makanan ku. Kian menyodorkan air putih.

"Dia harus melamarnya kalau tak ingin direbut Azka" jawab Kian.

Tifa mendesah. "Padahal aku berencana membantu Azka mendapat kan mu" ujarnya sambil mengunyah makanannya.

"Dan kau harus menggagalkan rencana mu karena sudah pasti teman kita satu ini lebih memilih mantan suami yang sangat dicintainya itu"

Tifa berpikir memandang ke atas. "Tidak juga, Azka masih punya kesempatan sebelum Axell bertindak. Lagi pula Zizi belum sah menjadi miliknya. Dia harus masih mempermainkan Axell untuk meyakinkan dirinya sendiri"

"Jangan berujar sendiri. Lihat lah semalam mereka memutuskan memulainya dari awal"

"No...no...no..." Tifa menggoyangkan jarinya. "Azka juga punya kesempatan untuk merebutnya"

"Kau dengar?" Kian bicara pada ku. Aku mencoba mengabaikan mereka. "Axell harus cepat-cepat melamar mu, ah tidak, dia HARUS menikahi mu secepatnya supaya kau tak goyah dengan pilihan mu kelak" ia lebih terlihat bermonolog dengan dirinya sendiri.

Aku mendesah. "Coba lah menikah sekali saja kau akan tau sensasinya" tutur ku membawa piring kotor ku ke dapur.

"Aku akan mencobanya jika ada yang menawari ku"

"Wooohhh..." aku dan Tifa mendengarnya antusias.

"Apa pria mu itu tak mau kau ajak menikah?" goda Tifa menaik-turunkan alisnya.

"Pria sinting itu hanya memperdulikan foto mayat-mayat di kantornya"

"Jadi kau ingin ku nikahi?" suara pria yang dimaksud mendadak muncul dari pintu bersama 2 pria lainnya, Azka dan Axell. "Kau siap ku nikahi?" pertanyaan keduanya membuat Kian tersedak berlebihan.

Aku buru-buru membawakannya segelas air putih, mengurut leher belakangnya. Kian menepuk-nepuk dadanya kuat. Bola matanya sampai berair dengan batuk yang tak kunjung berhenti. Bintang mendekatinya, membantunya meredakan batuknya. Aku yang mengerti sikon mundur perlahan.

"Waaahh, aku tak menyangka hubungan kalian sudah sejauh ini" ujar Azka memasang tampang takjub. "Apa perlu ku carikan gedung untuk pernikahan kalian?"

Aku, Tifa, dan Axell menahan tawa melihat semburat merah yang muncul di wajah Kian hingga telinganya.

"Apa se-memalukan itu sampai wajah mu memerah separah ini?" ucapan Bintang justru memperparah warna merahnya.

Please, Accept My HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang